Gila-Gilaan Penikmat Jabatan Komisaris BUMN

TILIK.id —- Jabatan komisaris di perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memang nikmat. Selain gajinya yang wah, juga sangat prestisius. Tidak heran kalau banyak yang bermimpi untuk meraih jabatan itu.

Jabatan komisaris di BUMN menurut imaji Akbar Faizal sangat nikmat sekali. Apalagi kalau satu pejabat sampai memegang 22 jabatan di BUMN dan swasta. Karena itu, Akbar Faizal Uncensored (AFU) mengangkat topik ini pada podcastnya pekan ini.

AFU menghadirkan nara sumber beken. Yaitu Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo, Ketua Ombudsman Republik Indonesia Mokh Najih, dan pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo.

Akbar Faizal mengatakan, topik Gila-gilaan Penikmat Jabatan Komisaris BUMN ini diangkat setelah adanya temua lembaga negara KPPU dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

“Kita dikagetkan dengan temuan lembaga negara, bahwa ada satu orang dan lebih satu orang itu bisa menguasai bahkan sampai 22 jabatan, baik di BUMN maupun di swasta,” kata Akbar Faizal dalam prolognya pada diskusi bersama Agus Pambagyo, Mokh Najih, dan Kodrat Wibowo.

Menurut Akbar Faizal, dari sisi perundang-undangan, itu sudah melanggar. Dan praktek itu dibenarkan eleh Ketua KPPU Kodrat Wibowo setelah masyarakat melaporkan sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN soal larangan praktek monopoli.

Menurut Kodrat, praktek rangkap dan multijabatan itu seperti mencederai UU lama yaitu UU No 5 Tahun 1999 tentang praktek monopoli dan persaingan usaha.

BACA JUGA :  Kamrussamad Terpilih Ketua Umum di Munas III HIPKA

“Di dalam pasal 26 disebutkan direksi dan komisaris sebuah perusahaan tidak boleh menjadi direksi dan komisaris di perusahaan lain dengan 3 syarat, yaitu kalau bidang usahanya sejenis, kalau dengan bidang usaha saling terkait, dan kalau adanya potensi praktek monopoli dan persaingan tidak sehat,” kata Kodrat Wibowo.

KPPU dalam penelitiannya untuk pencegahan, mengambil sampel lima sektor usaha di tiga klaster. Yaitu klaster pertambangan, klaster jasa keuangan, dan klaster konsumsi. Lima sektor ini bagi KPPU sudah cukup menjadi sample.

“Hasilnya ya mengejutkan, sebagai suatu indikasi sebelum masuk ke penegakan,” kata Kodrat l menjelaskan.

Di dalam satu pasal pada Peraturan Menteri (Permen) BUMN, katanya, memang diatur bahwa komisaris dan dewan pengawas di BUMN memperbolehkan menjadi komisaris di non BUMN asal mengikuti perusahan sektoral.

“Nah yang aturan sektoral itu yang mana? Kalau kami di KPPU kan universal. Tapi intinya, bagi kami, secara nomenklatur dan persaingan usaha, pasal ini bermasalah,” katanya.

Kelima sektor ini, menurut Kodrat cukup untuk menjadi indikasi adanya masalah sebelum masuk ke penegakan. Inilah yang membuat KPPU menyurat ke Kementerian BUMN.

“Bahwa ada indikasi praktek persaingan usaha yang tidak sehat dan monopoli. Kalau kita mau ke penegakan gampang sekali, buka saja datanya, cari buktinya, kan selesai,” beber Kodrat.

BACA JUGA :  Menilai Suharto tanpa Dendam Kesumat

Bagi KPPU, rangkap jabatan ini harus benar-benar diselesaikan, terutama pada Permen di mana salah satu pasalnya mengindikasikan adanya potensi praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.

KPPU senditi telah menemukan data ada 30-an pejabat BUMN yang rangkap jabatan. Akbar Faizal dalam dialog menegaskan bahwa ada 1 orang pejabat yang terbukti rangkap sampai 22 jabatan.

“Ada satu orang, ini contoh saja, ada satu orang di sektor pertambangan duduk atau berada pada posisi di 22 jabatan sekaligus. Sibuk sekali bapak itu, ya?” kata Akbar Faizal.

Akbar Faizal juga meneruskan temuan KPPU bahwa di sektor jasa keuangan ada 31 direksi dan komisaris merangkap jabatan di perusahaan swasta, dan ada 1 orang merangkap pada 11 perusahaan.

“Di BUMN sektor konsumsi 19 anggota direksi dan komisaris di BUMN, ada satu orang merangkap di 1 sampai 5 perusahaan. Kemudian di BUMN sektor pertambangan, ada 12 anggota direksi dan komisaris, dan 1 orang merangkap jabatan di 22 perusahaan,” kata Akbar Faizal.

Tak hanya KPPU, Ombudsman RI juga mengungkap data mencengankan. Menurut Ketua Ombudsman Muh Najih, ada temuan 397 komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan, sebanyak 167 komisaris terindikasi rangkap jabatan di anak perusahaan BUMN.

Dan berdasarkan rekam jejak jabatan, karir dan pendidikan, ada 91 komisaris BUMN berpotensi konflik kepentingan, serta sebanyak 138 komisaris BUMN tidak memiliki kompetensi yang tidak sesuai dengan perusahaan yang mereka awasi.

BACA JUGA :  Tips dari Dr Yogi Prabowo untuk Isolasi Mandiri di Rumah

“Bagi ombudsman tidak hanya terkait dengan undang undang yang tadi sudah disebutkan Ketua KPPU, tapi juga melakukan pengawasan terhadap pelayanan publik oleh penyelenggara negara sesuai dengan undang undang nomor 25 Tahun 2009,” kata Ketua ORI Mokhamad Najih.

Di pasal 17 UU No 25/2009, menurut Najih, disebutkan bahwa penyelenggara pelayanan publik tidak boleh merangkap jabatan. BUMN termasuk pejabat pelayanan publik, dan itu masuk dalam pengawasan ORI.

“Kita sudah minta kepada Menteri BUMN untuk mengubah pola rekruitmen jabatan komisaris yang tentu di dalamnya ada syarat kompetensi, yang relevan dengan bidang yang diawasi,” kata Najih.

Yang kedua, tambah Najih, Ombudsman juga menyarankan kepada Peesiden untuk mengubah peraturan perundangan yang berkaitan dengan pelayanan publik maupun BUMN.

“Kalau memang harus rangkap jabatan, kami menyarankan agar selery nya tunggal, tinggal pilih di mana yang terbesar. Ini demi asas keadilan, asaa pemerataan, dan asas kepatutan,” ujar Mokhamad Najih.

Akbar Faizal kemudian memperlihatkan ratusan nama pejabat publik dan pejabat perusahaan BUMN dengan slide melalui layar monitor, dan melanjutkan diskusi.

Podcast lengkap dapat ditonton di video channel AFU di bawah ini.

Komentar