Di Tengah Organisasi dan Bangsa yang Selesma Kita Perlu Taufan

bang sém

APA sungguh yang akan dihadapi bangsa dan dunia kampus kita dua tahun ke depan, ketika kita mempunyai banyak akademisi (bahkan guru besar) tapi sedikit cendekiawan, mempunyai banyak politisi tapi sedikit negarawan, dan mempunyai banyak kaum terdidik tapi sedikit kader berkualitas insan cita?

Dua tahun ke depan kita masih berkutat dan terperangkap ribetnya logika menghadapi aneka persoalan yang ditimbulkan oleh tekanan nanomonster Covid-19 yang belum akan mampu dihempang.

Krisis kesehatan masih akan menekuk persoalan ekonomi, hukum, dan politik yang menempatkan kita (sebagai suatu bangsa atau organisasi partikelnya) dalam suatu konstelasi bak kerakap terhimpit batu.

Berbagai fakta brutal, juga akan mengepung kita dari berbagai sisi akibat arus perubahan dahsyat yang ditimbulkan oleh rapuhnya sistem kapitalisme global dan sosialisme mondial yang menyeret kita ke dalam kubangan zaman, tersaruk-saruk ke dalam budaya pertikaian yang dungu dan jauh dari kesehatan akal budi.

Apalagi kelak, ketika arus perubahan orientasi dari poros Amerika Serikat – Eropa ke Asia – Pasifik dengan tema besar Indo-Pacific, yang suka atau tidak suka akan memindahkan zona tantangan utama Abad 21, sekurang-kurangnya:

Membalik kemiskinan, Menaklukan pandemi – penyakit, Mengendalikan demografi, Singularitas, Merenangi Transhumanisme, Menyeimbangkan Keterampilan (skill) dan kearifan, Mengatasi risiko eksistensi (existential risk), dan Merancang Peradaban Baru.

Di mana posisi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di tengah arus perubahan bangsa yang sedang berada dalam sergapan storm und drang?

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sejati yang didirikan 5 Februariu 1947 di Sekolah Tinggi Islam Indonesia – Jogjakarta oleh Allahyarham Lafran Pane dan kawan-kawan, dengan kader sejatinya, yang berkualifikasi Insan Cita, tentu berada di tengah dan menjadi driver forcer arus perubahan itu.
Karenanya, Allahyarham Panglima Besar Sudirman menyebutnya sebagai Harapan Masyarakat Indonesia.

BACA JUGA :  Kala Sultan dan Permaisuri Turun Tangan di Tengah Bencana Banjir

Kader sejati dari HMI sejati, adalah kader yang sangat disiplin dan menghargai waktu, manusia yang tidak suka dengan mubazir dan kemubaziran yang pandir, kader pandai berselisih secara intelektual dan akademis, tanpa harus bertikai, sekaligus mampu menghalau azab bangsa (pragmatisme politik bersimbah nanah politik transaksional) meskipun dibawa oleh para kader tua, setengah tua, atau yang sedang bersukacita disebut senior – yang senang merusak dan menodai independensi, sekaligus mampu menunjukkan eksistensinya sebagai sesungguh Insan Cita, kaum muda berpendidikan tinggi yang merdeka – independen, berkualitas.

Mereka adalah intelektual (insan akademis), kreator – inovator – inventor (pencipta), people’s servant executor (pengabdi), islam – iman – ikhsan – berkeadaban (bernafaskan Islam), peoples (man and women) with superior integrity (bertanggungjawab), (drivers of forces) the realization of a just and prosperous society (atas terwujudnya masyarakat adil makmur), with places Allah (yang diridhai Allah SWT)?

Kader yang punya daya hempang laksana taufan karena kualitas dirinya sebagai seorang berpotensi ikhsan, manusia dengan kualifikasi akal budi yang mampu mengharmonisasi kualitas nalar, naluri, nurani, rasa dan dria dalam satu tarikan nafas, yang sungguh visioner. Bukan sekedar sosok yang senang berfantasi tentang peradaban baru Society 5.0 berbasis internet on think dan artificial intelligent dalam rangkaian narasi fantacy trap (jebakan fantasi) yang disangka visi. Bukan pula sosok yang senang berandai-andai dalam ilusi ihwal entrepreneurial dengan elaborasi lembaga kekaryaan dalam beragam format.

Kader sejati dari HMI sejati adalah sosok yang mampu mendudukkan HMI, tidak hanya sebagai suatu organisasi kemahasiswaan yang telah banyak berkontribusi yang diberikan bagi bangsa ini. Bukan pula mendudukkan HMI sebagai pencetak kader yang layak dan patut memangku amanah sebagai menteri.

BACA JUGA :  Untuk Jegal Anies, Kini Giliran Golkar Mau Diambil Paksa

Kader sejati dan HMI sejati adalah sosok yang mempunyai daya hempang atas berbagai virus politik dan sosial dan punya daya dorong menghadirkan kembali HMI sebagai ‘sesuatu,’ bukan ‘di bawah kendali sesuatu.’ Dia mempunyai paduan ghirah dan gairah yang menyatu menjadi taufan perubahan, dan mampu menempatkan HMI sebagai organisasi kader umat dan bangsa yang mampu melahirkan pemimpin utama bangsa dan negara ini.

Kader yang paham untuk berfikir, bersikap, dan bertindak bagaimana menggali pemikiran kolektif para kader lain untuk merumuskan pengabdian yang hendak dan harus diberikannya kepada umat dan bangsa dua tahun ke depan, dan selanjutnya.

Kader sejati itu, adalah kader yang mampu mengajak seluruh kader berkualitas Insan Cita lainnya, untuk merumuskan dan membuat peta jalan HMI yang seirama dengan perubahan zaman, termasuk perubahan budaya manusia Indonesia — mulai dari kebutuhan dasar, tantangan, peluang, kelamahan, dan kekuatan apa yang diperlukan.

Kader sejati itu, adalah kader yang paham berinteraksi dengan tuntutan era disrupsi yang sangat kencang dengan segala ketercerabutan manusia dari nilai fundamentalnya, sehingga mampu menggerakkan seluruh potensi kader untuk memikir ulang format organisasi dan model perjuangan baru HMI, sekaligus merumuskan formula kader yang ada-nya menggenapkan dan tiada-nya mengganjilkan aspirasi, hasrat, kepentingan umat dan bangsanya.

Di tengah organisasi dan bangsa yang sedang selesma dan tak berkutik menghadapi nanomonster Covid 19 dan sociovirus VUCA (Volatitilty, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), HMI yang collapse terkena visionery attact dan missionary stroke, harus segera disembuhkan dan dikembalikan sebagai HMI sejati yang sehat dan ‘gagah waringkas.’

BACA JUGA :  Pernyataan Politis Ketum KNPI Haris Pertama Tidak Memenuhi Unsur Pidana

Karena itu, kader-kader sejati dari HMI sejati yang punya komitmen menyehatkan dan memperpanjang hayat organisasi kader ini, harus kembali melihat wajah mereka di cermin sejarah. Lantas bertanya tentang apa peran masing-masing yang akan diharapkan tertulis dalam sejarah HMI. Pilihannya hanya dua: sebagai Penyembuh dan perawat gigih untuk memelihara eksistensi HMI untuk hidup sepanjang masa sebagai salah satu sumber kader bangsa yang utama; atau Pembiar dan perawat lelah yang akan membiarkan HMI menghembuskan nafas terakhirnya secara su’ul khatimah.

Sekarang momentum tepat bagi para kader sejati dari HMI sejati, menentukan peran diri, mengikuti jejak para HMI-wan dan HMI-wati tangguh di zamannya. HMI perlu pemimpin yang amat sangat tahu anatomi, cepat mengenali virus yang sedang dan akan menerjang, penyakit yang diidap, cepat dan tepat mendiagnosa, dan paham, bahwa HMI sebagai bagian tak terpisahkan dari Indonesia harus memainkan peran dalam percaturan masa depan: Asia Pasific dan Indo Pasific. Sekaligus melindungi umat dan bangsa ini dari percaturan para politisi yang sibuk dengan kepentingan sesaat.

Silakan, secara personal kader dan mantan anggota HMI berkiprah di berbagi lapangan kehidupan, terutama sosial, politik, dan ekonomi. Tapi, jaga independensi dan jangan pernah rela membiarkan HMI jadi ajang permainan politik kimik-kimik. Silakan secara personal kader dan mantan HMI-wan – HMI-wati mengepalkan tinju ke udara seraya teriak: Yakusa! Yakusa! Yakusa!

Tapi, jaga HMI menjadi rumah integritas bagi kader yang gempita menyeru: Turut al Qur’an Hadits, Jalan Keselamatan, Bahagia HMI… !!!

Komentar