GAR ITB, Narasi Radikalisme Menjadi Alat Politik

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H.,M.H
(Ketua LBH Pelita Umat & BHP KSHUMI)

BEREDAR kabar bahwa Prof. Dr. Drs. K.H. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, M.A atau lebih disebut Prof Din Syamsuddin dilaporkan atas tuduhan radikal.

Menanggapi hal tersebut di atas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut.

Pertana, bahwa saya pernah menyampaikan LO beberapa tahun lalu terkait situs pelaporan aparatur sipil negara (ASN) yang berpotensi besar menimbulkan saling curiga, saling lapor antar anak bangsa. Dalam hal tersebut dikhawatirkan tidak hanya saling curiga dan lapor, malah berpotensi saling memberi stigma, persekusi dan tindakan fisik.

Apabila ini terjadi, maka dikhawatirkan Negara telah mensponsori kebencian antar anak bangsa. Hal ini tampaknya terbukti dengan dilaporkannya Prof. Din Syamsudin dengan tuduhan radikal.

Kedua, bahwa hingga saat ini tidak ada defenisi dan batasan konkret terkait apa yang disebut radikal. Bahwa tindakan stigmatisasi terhadap seseorang atas tuduhan radikal adalah dampak narasi yang dikembangkan oleh oknum pemegang kekuasaan, ditambah lagi dengan adanya situs pelaporan ASN, kemudian BKN (Badan Kepegawaian Negara) mengeluarkan Siaran Pers dengan nomor: 006/RILIS/BKN/V/2018 dengan judul “Enam Ujaran Kebencian Berkategori Pelanggaran Disiplin ASN”, ditambah lagi dengan berbagai surat edaran dari lembaga terkait dan selanjutnya terdapat Keputusan Bersama tentang penanganan radikalisme pada ASN.

BACA JUGA :  Dewas KPK Tunda Sidangkan Penerima Fasilitas dari Pertamina Lili Pintauli

Ketiga, bahwa saya mendorong berbagai elemen untuk tidak melakukan stigmatisasi dan tindakan persekusi terhadap seseorang dan kelompok dengan tuduhan sebagai ‘radikalisme, anti Pancasila, anti kebhinekaan, mengganggu dan mempermasalahkan Pancasila’, termasuk negara wajib menghentikan dan/atau tidak membiarkan dan/atau malah ikut melakukan hal serupa.

Apabila hal ini dilakukan maka dikhawatirkan akan terjadi persekusi di akar rumput rakyat. Dan apabila itu terjadi sebaliknya, maka negara dikhawatirkan dapat dinilai mensponsori kebencian terhadap sesama anak bangsa.

Keempat, bahwa semestinya berbagai pihak tidak melakukan indelingsbelust,  yaitu mendefinisikan, pengkotak-kotakan yang semuanya dilakukan oleh dan menurut persepsi pemegang kekuasaan. Terkait defenisi radikal apakah memiliki dasar hukum (legal standing)? Di dalam peraturan perundangan-undangan yang mana? Pasal berapa? Semestinya setiap tindakan pemerintahan itu harus ada dasar hukumnya dalam suatu peraturan perundang-undangan (wetmatigheid van het berstuur). Pejabat pemerintahan semestinya mengedepankan dasar hukum dari sebuah keputusan dan/atau tindakan yang dibuat oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.

Kelima, bahwa saya berpendapat ada yang lebih penting ketimbang mengurusi radikalisme yaitu memastikan kebutuhan hidup rakyat terpenuhi, besok rakyat masih bisa makan apa tidak, apakah ada rakyat yang meninggal dunia karena kelaparan, memastikan apakah rakyat sudah mengenyam pendidikan sebagaimana amanah konstitusi, memastikan apakah rakyat ada yang meninggal dunia dikarenakan tidak mampu membiayai kesehatan dll.

BACA JUGA :  PULANG

Semoga kita menjadi bangsa yang saling menghormati, menghargai dan tidak saling mencurigai. Demikian Pendapat Hukum (legal opini) saya sampaikan.

Komentar