Catatan Perjalanan ke Tanah Batak (1): Durian Bolang dan Durian Ucok

Lilik Muflihun
(Perkumpulan UMA)

INI sebenarnya perjalanan nadzar. Keinginan yang sdh lama terpendam, ingin berkunjung ke Dolok Sanggul, kampung halaman Sahabat kami Bang Tigor Sihite ( TI 78). Kami sebenarnya punya keinginan kuat untuk saling mengunjungi kampung halaman kami masing-masing. Bang Tigor dan istri pernah menyempatkan berkunjung ke Cepu/Blora waktu Bapak saya wafat.

Sebenarnya kami para Sahabat Bang Tigor Sihite ( TiSi) hampir berangkat ke Dolok Sanggul pas Amang (Ayah)-nya wafat. Waktu itu karena masing-masing ada urusan yang tidak bisa ditingggal, ternyata tidak kejadian.

Sekitar 6 bulan yang lalu, Inang (Ibu) Bang TiSi wafat, kami juga tidak kejadian ikut mengantar dari Jakarta ke Dolok Sanggul karena situasi Covid.

Ternyata nadzar dan keinginan kuat untuk bisa ke Dolok Sanggul dibukakan Allah SWT ketika Keluarga Sihite terutama Bang Thamrin Sihite (TA-72 dan Mantan Dirjen Minerba ESDM ) dan Zaenal Abidin Sihite (EL 79- Mantan GM di PLN) berkeinginan membangun Masjid di Barangan – Dolok Sanggul, Sumut.
Ketika Beliau berdua meminta saya untuk ikut membantu mengawal Pembangunan Masjid Barangan terebut, tanpa pikir panjang saya dengan senang hati menyanggupi. Di samping terbuka kesempatan beramal ikut dalam melaksanakan pembangunan Masjid tersebut, juga tentunya nanti akan menengok proyek tersebutt, seperti kalau kita mengawal proyek.

BACA JUGA :  Ulos Emas untuk Anies Baswedan

Awalnya kami akan berangkat ke Dolok Sanggul tengah Januari, sekalian berangkatkan para tukang-tukang yang dari Jawa. Tapi karena saya baru sembuh (negatif) dari Covid tanggal 8 Januari, maka rencana tersebut tertunda. Tapi rencana untuk memulai Proyek di bulan Januari ternyata tetap kuat, karena ingin selesai pekerjaan struktur sebelum Lebaran. Akhirnya Tukang-tukang diberangkatkan tanggal 23 Januari.

Karena saya merasa fisik saya sudah fit, maka saya menyanggupi tanggal 24 Januari via Medan, karena Keluarga Sihite awalnya ada acara di Medan tanggal 24 Janiari. Jadi kami sekalian berangkat bareng Bang TiSi. Sedangkan Bang Thamrin dan Zaenal Abidin Sihite( ZAS) berangkat lebih dahulu, Kamis 21 Januari langsung ke Silangit.

Karena saya baru sembuh dari Covid, istri saya yang tidak tega melepas sendirian, akhirnya memutuskan ikut berangkat.
Jadilah perjalanan ini diubah tidak sekedar ninjau proyek, tapi sekalian perjalanan menyusuri sebagian Tanah Batak.

Waktu hari Minggu siang mau berangkat, sebenarnya paginya badan saya agak drop. “Badan teu pararuguh” – kata urang Sunda. Tapi karena semua dipesan, tiket dan hotel, akhirnya Bismillah berangkat juga.

BACA JUGA :  Ulama Kharismatik Sulawesi Tengah Habib Saggaf Aljufri Tutup Usia

Di Bandara Soetta, badan saya sempat agak ngerasa-ngeraa masuk angin. Tapi agak mendingan setelah badan bagian belakang dibaluri minyak cap kapak. Ini minyak yang akhirnya setia selalu ada di saku celana saya. Sy juga minum semua vitamin: vit B, C, D3 dan E. Juga minum pil Kalium & Zink. Tidak lupa senjata ampuh kami- Antangin JRG.

Ternyata benar guyonan yang sering dipakai candaan, bahwa waktu masih muda kita inginnya wangi, maka parfum yang jadi andalannya. Tapi di usia-usis 60 an, ternyata aroma wangi itu tergantikan dengan aroma minyak angin & minyak kayu putih. Apalagi pas musim pandemi ini, minyak kayu putih jadi primadona kita semua.

Untung di pesawat saya bisa tidur lumayan, sehingga pas sampai Medan, badan sudah agak lumayan, biarpun masih belum segar betul. Begitu mau mendarat di Medan, Bang TiSi sudah “woro-woro” untuk dari Bandara kami langsung ke Durian Si Bolang.

Ketika saya tanya kenapa kok nggak ke Durian Ucok, katanya Durian Ucok sudah kalah enak dari Durian Bolang, yang katanya enaknya se Asia Pacifik. Jadilah kami berempat —Saya & Istri dan Bang Tigor & istri mampir ke Durian si Bolang.

BACA JUGA :  Video Pelepasan Bantuan MN FORHATI untuk Adonara NTT

Sebenarnya Durian Bolang masih kalah sama Durian Montong Palu/Sulawesi.
Tapi di otak kita ini sudah tercuci, kalau ke Medan belum sah kalau belum makan Durian Ucok atau Durian Bolang. Maka dorongan untuk makan durian di Medan ini kuat sekali. Pikiran ini juga yang juga menambah selera dan rasa yang kita makan. Karena sebetulnya rasa dan selera sangat dipengaruhi pikiran kita.

Durian Bolang ini lebih mahal dari Durian Ucok. Kl di Ucok harga perbuah antara Rp 30-50 ribu (harga 2 tahun yang lalu), di Durian Bolang ini harga per kg sekitar Rp 80 ribu. Kalaubkita ambil 3 buah durian sedang, mungkin sekitar 5 kg @ Rp 80 ribu = Rp 400 ribu. Kalau di Ucok mungkin harga sekarang Rp 75-100 ribu per buah. Jadi sekitar Rp 225-300 ribu.

Tapi kalau kl kita niatnya sudah kuliner, soal harga tidak ngaruh lagi. Yang penting hepi-hepi —-salah satu Obat Covid yg paling ampuh.

Sambil menikmati durian kami sudah merancang kemana kami makan malam. Kami pilih makan Seafood. Ada 2 pilihan:
di Resto Wajir atau di Belawan. Yang ini rekom dari sopir yang bawa kami, sopir keluarga Sihite. (bersambung)

Komentar