Menyimak Dialog Refly Harun dan Akbar Faizal, Banyak Hal Terkuak

TILIK.id, Jakarta — Pakar hukum Tata Negara Refly Harun hadir menjadi pengisi acara podcast di Channel Akbar Faizal Uncensored Senin malam. Dua publik figur ini pun terlibat dialog hangat, tentang berbagai hal. Blak-blakan dan banyak yang terkuak. Seperti apa?

Dialog podcast diawali dengan pertanyaan siapa Refly Harun? Sebagian publiik tahu Refly adalah pakar hukum Tata Negara, S1 di UGM, dan S2 di UII dan di Amerika Serikat, serta meraih Doktor di Universitas Andalas Padang.

Tentang siapa dirinya, Refly mengatakan dirinya ibarat akademisi jalanan. Mengambil S1 di UGM, S2 di UI dan setelah menjadi staf ahli di Mahkanah Konstitusi iseng-iseng melamar full bright dan diterima di The State Indiana.

Sekolah S1 di UGM, dan S2 di UI, lalu sekolah lagi di AS, Akbar Faizal bertanya bidang kajiannya apa?

“Kajiannya hukum hak asasi manusia internasional. Doktornya di universitas Andalas,” jawab Refli Harun.

Dalam kaitan itu, Akbar Faizal menanyakan apa yang tertinggal dari cara pandang Reflly Harun dari Ilmu yang didapatkan dari Amerika itu.

Menurut Refly Harun, di sana tidak bekajar ilmu hukum nagara, tapi mempelajari hukum dan hak asasi internasional. Sebenarnya, di mana pun sama saja kalau kita belajar di Indonesia dengan di tempat lain kan sama saja kita belajar tentang hak asasi manusia internasional dam nstrumen-instrumennya.

“Misalnya Protection human right dalam skala intenasional, regional. Di Eropa ada namanya Europian Human Right Commitions. Di Afrika jiga brgitu, di Amerika latin juga ada. Lalu di skala internasional ada komisi HAM PBB.
Di indonesia sebenarmya mau bikin misalnya south east asian human right commission, tapi sampai sekarang kan belum terbentuk,” kata Refly Harun.

Jadi, tambah Refly, ada usaha membuat yang namanya regionalisasi dan Internasionalisasi kerjasama Ham. Namun kalau di Eropa kan tidak hanya komisi tapi juga court-nya. Jadi ada komisi HAM dan ada juga peradilan HAM.

“Di negara Asean sudah ada yang menginisiasi itu ya? tanya Akbar Faizal.

Akbar Faizal

Dijawab Refly, awalnya memang mau ke sana bersama beberapa negara, tapi pasti ada perbedaan sehingga tidak gampang dibentuk komisi HAM regional. Sebab, dalam pelanggaran HAM ada Yurisdiksi untuk menyidangkan. Mekaniame pertama itu nasional. Walau sudah selesai tapi masih dianggap ada yang tidak adil, maka dibawa ke mekanisme regional. Yang masalah adalah ketika akan dibawa ke regional, harusnya ke Asean, tapi sampai sekarang belum ada pengadilan HAM itu.

“Anda itu meledak, nama Anda meledak kalau tidak salah 10 tahun yang lalu saat ada insiden di internal MK. Begitu terganggunya MK khususnya Pak Mahfud MD, sampai menunjuk Anda sebagai ketua Tim investigasi. Nah kasus itu hari ini bagaimana? tanya Akbar lagi

“Benar itu, 10 tahun yang lalu dan bulan Oktober. Kasus itu hari ini tidak ada wujudnya. Tetapi kan ujungnya adalah Akil Muktar yang tiga tahun kemudian tertangkap tangan dalam kasus lain,” kata Refly.

Jadi, tambah Refly, kasus itu meledak tahun 2010 di mana Ketua MK Akil Muktar ditangkap 2 Oktober 2010. Refly menyebut tanggal itu adalah hari pembebasan dirinya. “Orang akhirnya menganggap apa yang saya omongkan itu benar dipercaya,” kata Refly.

“Apa sebenarnya yang membuat Anda marah saat itu?” tanya Akbar Faizal.

Refly pun bercerita. Bahwa waktu itu dia membaca berita yang mengatakan MK bersih 100 persen. Pak Mahfud sebagai Ketua MK menantang kalau ada orang yang punya data sebaliknya silakan mengadukan. Di saat itu, tiba-tiba klien kliennya mengaku kalau dia itu diperas oleh AM, Akil Muktar.

“Karena dia mengaku itulah saya tiba tiba ketika membaca stetmen Pak Mahfud saya nulis di Kompas dengan judul MK Masihkah Bersih? Saya mengatakan kalau tidak ada api tidak mungkin ada asap,” katanya.

BACA JUGA :  Jokowi Kumpulkan Relawan, Minta Bantu Pemerintah Bersiap Hadapi Potensi Resesi
Refly Harun

Cerita tentang MK yang negatif membuat sedih, apalagi pernah ikut membangun MK di awal, maka Reflly memberi masukan untuk dibuat tim investigasi internal. Saran Refly itu disambut oleh Proff Mahfud waktu itu. Cuman cara menyambutnya seperti main biliar, kita tidak tau arahnya kemana.

Menurut Akbar Faizal, Refly Harun pernah melamar menjadi hakim konstitusi dan mendaftar di KPU. Benarkah?

“Hakim konstitusi. Itu tahun 2019, bukannya Akbar Faizal dulu yang tidak mendukung. Hehe,” kata Refly merujuk pada penolakan Komisi III DPR meloloskan dirinya.

Refly juga penah mendaftar di Bawaslu dan sejak awal mengeluarkan statemen tidak akan diterima. Statemen itu megakini dirinya tidak akan diterima.

“Saya memang mengatakan saya tidak akan mungkin terpilih. Mendaftar pun karena ada teman yang suruh-suruh saya mendaftar, maka mendaftarlah. Saya hanya ingin membuktikan bahwa saya daftar, saya bisa, tapi saya tidak ekspek terpilih,” kata Refly.

Akbar mengatakan, setelah peristiwa-peristiwa itu, Refly kemudian menjadi pengamat dan mengambil porsi yang cukup signifikan dalam perdebatan-perdenatan intelektual. Dari Tapi sejujurnya saya ingin bertanya, anda pintu masuknya ke KSP itu darimana?Masuk ke sekitar istana itu lewat mana? Apalagi saya waktu itu tahun 2014 sebagai anggota Tim Transisi, tiba-tiba anda muncul, saya berpikir lewat pintu mana nih Reffli Harun,” ungkap Akbar.

Menurut Refly, dia tidak pintu. Yang ada adalah pernah menjadi stafd khusus Mensesneg, Pak Pratikno, walaupun hanya empat bulan saja. Sesudah itu berhenti. Pernah juga menjadi komisaris karena ditawarin.

“Bisa saya ceritakan. Pada tahun 2014 kita tahu kan Jokowi sama Prabowo di Pilpres. Mereka yang mengamati politik Indonesia melihat kalau head to head antaea Jokowi dan Prabowo masak sih saya memilih Prabowo. Pasti secara tradisionalI saya pasti punya preferensi ke Jokowi,” katanya.

Mengapa ke Jokowi? Menurutnya, Jokowi orang baru tidak ada beban masa lalu sementara Prabowo banyak catatan catatan. Meski begitu Refly mengaku tidak pernah menjadi Tim sukses. Sama sekali tidak ada nama saya sebagi tim sukses.

Nama Refly terangkat ketika ada gugatan di MK . Menurutnya, di pilpres itu ada tahapannya. Sebelum pilpres yang laku itu adalah lembaga survei. Begitu menjelang pemilihan, yang laku atau sesudah pencoblosan, yang laku adalah pengamat politik. Begitu penghitungan suara mau selesai, baru hukum tata negara yang main, apalagi kalau sudah masuk MK.

“Nah waktu itu statemen saya yang disukai publik Jokowi adalah 99,9% permohonan Prabowo akan ditolak MK. Dari siitu semua jatuh cinta kubu Jokowi ke saya. Saya sebagai pengamat mengatakan demikian sehingga Metro TV diam-diam dengan luar biasanya ya hampir tiap hari mengundang dan menelpon saya untuk mengulangi pernyataan yang kurang lebih seperti itu,” kata Refly.

Dari sanalah, tambah Refly, tiba-tiba nama saya menjadi moncer dianggap timnya Jokowi. Bersama saya pada saat itu ada Saldi Isra sama Zainal Arifin Muchtar paham MK itu tidak mungkin mengabulkan permohonannya Prabowo. Karena saya paham betul.

“Pada tahun 2019 kemarin kalau paradigma-nya MK seperti itu jangankan membuktikan perhitungan secara masif membuktikannya 100 ribu aja tidak akan bisa. Dari situlah kemudahan saya dianggap pakar hukum tata negara yang Pro Jokowi,” katanya.

Bagaimana cara masuk ke bagian kekuasaa? Refly bercerita, ketika terbentuk kabinet menteri 2014, pemerintah membutuhkan orang hukum tata negara. JokowoMi dari UGM, Pratikno dari UGM, maka dicari channel orang UGM. Mungkin Saldi Isra menolak, Zainal Arifin Muchtar tidak mau, maka ditawarinlah saya.

BACA JUGA :  Ciri-Ciri Geliat Komunis

“Awalnya saya mau dengan komitmen untuk tetap bebas. Tapi kondisi tidak memungkinkan akhirnya saya baru kira kira tiga bulan saya mundur. Iti sudah saya kemukakan sama Saldi, tapi Saldi tahan saya kan? “ ungkap Refly.

Selama bertugas, tanya Akbar, apa ada pekerjaan Anda yang berhubungan dan atau berkomunikasi dan atau melayani kebutuhan presiden yang krusial atau vital?

“Isu krusial itu yang paling vital soal Kapolri,” kata Refly singkat.

Nonton channel Akbar Faizal Uncensored di sini

Akbar Faizal pun lantas menceritakan situasai saat kemelut pengangkatan Budi Gunawan sebagai Kapolri. DPR sudah setuju satu nama yang dikirim Presiden Jokowi, Budi Gunawan, namun muncul kabar KPK mentersangkakan Budi Gunawan. Albar Faizal langsung mengatakan “rusuh” ini barang.

Akbar Faizal juga marah dan berteriak “mana ahli hukum tata negara di sekitar presiden”. Yang dimaksud tentu Refly Harun. Bagaimana tidak, Jokowi tidak mencabut surat pengajuan Budi Gunawan, namun mengirim surat lagi dengan nama Badrodin Haiti untuk menjadi Plt Kapolri.

“Kami proses surat presiden untuk Budi Gunawan, Saya ingat waktu itu kami sedang membahas di Komisi III. Azis Syamsuddin memimpin rapat. Ada dua surat dari presiden, salah satunya soal Kapolri. Tiba-tiba seorang teman anggota DPR minta buka HP. . Link detik.com. Isinya Abraham Samad mentersangkakan Budi Gunawan. Saya mengatakan pasti rusuh ini barang, tetapi waktu itu saya ingat DPR Komisi III berusaha untuk konsisten, dilanjutkan atau bagaimana proses pemilihan Kapolri,” kata Akbar.

Pada saat Budi Gunawan fit and proper test, tidak ada surat penarikan dari presiden, jadi lanjut. Singkat cerita sampai pada paripurna diketok, Pak Budi Gunawan jadi Kapolri. Tiba-tiba keluar surat dari presiden mengusulkan nama Pak Badrodin Haiti tanpa mencabut surat ini.

“Saya marah, bro.. Sebagai pendukung presiden, salah satu pertanyaan saya kemana para pemikir tata negara sekitar presiden. Mana yang namanya Refly Harun. Apa yang terjadi saat itu?” tanya Akbar.

Menurut Refly Harun, itu adalah situasi politik tingkat tinggi. Dia mengaku sebenarnya tidak banyak terlibat, tapi tetap mengikuti masalahnya walau saat itu sedang unroh. Waktu itu peristiwanya Januari 2015, pulang saat situasinya krusial. Situasi itu membuat Presiden Jokowi sebenarnya jadi gamang atau ragu untuk mengangkat Budi Gunawan.

“Dari sisi perspektif hukum tata negara, presiden kan usernya. Rekomendasi DPR dikembalikan ke Presiden. Presiden mau lantik atau tidak sangat tergantung ke usernya. DPR meski sudah setuju, bukan berarti persetujuan itu memaksa untuk melantik atau tidak. Presiden lah yang mengeksekusi itu dan melantik karena kepala eksekutifnya adalah presiden,” kata Refly.

Dalam kasus ini, anehnya tidak mencabut surat yang menunjuk Budi Gunawan. Dari hukum tata negara bagaiman ini? tanya Akbar.

Menurut Refly, ada moral obligation bagi presiden untuk melantik jika itu dalam kondisi normal. Namun karena faktanya yang disetujui DPR itu bermasalah maka presiden tidak melantik, tapi menunda. Lalu mengajukan nama baru sebagai Plt Kapolri.

“Meskipun ini cerita lama, namun perlu kita tahu proses-preses seperti ini. Oke kita lanjut. Setelah mendampingi menteri Sekneg, anda masuk komisaris Jasa Marga. Ditawarin atau menawarin? tanya Akbar Faizal lagi.

“Di tawarin. Waktu itu saya tidak pernah minta jabatan. Yang nawarin Iman Aprianto, Sekretaris Menteri BUMN Rini Sumarno. Di Jasamarga tiga tahun lima bulan 13 hari, setelah itu diswitch ke Pelindo. Saya diangkat di Pelindo I itu pada 7 September 2018 diberhentikan 20 April 2020. Total di Jasamarga dan Pelindo itu lima tahun. Selama lima tahun itu saya menghasilkan tiga buku,” ujar Refly.

BACA JUGA :  Muhadjir Sebut Ada ‘Penugasan’ Presiden”, Hakim MK: Maksudnya Cawe-cawe?

“Setelah itu kemudian anda berada di kamar yang berbeda, di mana lebih ke sosial politik. Anda menjadi berbeda, kemarin di pemerintahan tiba-tiba berada di luar, bahasanya bahasa oposan. Dan itu dimulai dari twitter Anda. Itulah awal dari kemarahan anda. Anda marah karena diganti?” pancing Akbar lagi.

“Jadi sebenarnya begini. Kalau ini kan baru tahun 2020. Saya mengeritik pemerintahan sejak tahun 2017. Jadi kalau saya begini intinya saya itu tidak pernah mengatakan saya mendukung pemerintah atau menjadi oposisi pemerintah. Intinya saya akan memperjuangkan value, makanya saya pernah menulis tahun 2017 memimpin penegakan hukum saya mengkritik presiden itu tahun 2017. Saya mengatakan presiden Jokowi itu ibarat orang yang mengambil tiga mata kuliah, yaitu politik, ekonomi, dan hukum,” beber Refly.

Di ekonomi, Jokowi sudah fashionable, ekonomi itu berhubungan dengan Infrastruktur dan gradenya adalah grade A. Kemudian matakuliah politik, basic nya tidak ada situ tetapi cukup berhasil di mana pada tahun 2014 sampai 2016 koalisi merah putih hampir semuanya masih di parlemen. Tahun 2016 koalisi makin besar. Tapi pada mata kuliah hukum, justru pada era Jokowi inilah pelemahan KPK dimulai.

“Nah sebagai orang yang konsen pada pemberantasan korupsi, saya sangat kecewa terutama terakhir ini dengan adanya undang undang nomor 19 tahun 2019 yang jelas-jelas memperlemah KPK. KPK sekarang tidak sehebat KPK KPK sebelumnya. Tapi kalau kita bicara pemberantasan korupsi tidak hanya peran KPK saja tapi harus melihat IPK, indeks persepsi korupsi. IPK kita sekarang antara 39-40, itu masuk negara korup. Sudah 22 tahun itu amanat reformasi tidak ada satu presiden pun yang berhasil mengangkat negara kita tidak menjadi negara korup. Negara tidak korup itu IPK nya di atas 50.

“Kalau menurut anda itu, periode pertama Jokowi dengan periode kedua, walau baru satu tahun, mana yang lebih menyenangkan Anda. Baik sebagai pengamat dan pakar hukum tata negara maupun sebagai orang yang pernah ikut pemerintahan atau sebagai masyarakat biasa?” pancing Akbar lagi.

“Saya pada periode pertama saya pernah menulis kabinet nanonano saya menulis di detikcom ketika menteri itu baru diangkat. Apa yang saya katakan pada waktu itu? Nilai kabinet ini enam. Bayangkan saya nilai enam. Kenapa? Karena banyak orang-orang yang diangkat bermasalah, orang orang yang tidak tepat dan semacamnya, karena akomodasi politik. Begitu yang kedua saya ditanya lagi, saya bilang nilainya di bawah enam dan saya kira apa yang saya katakan itu tidak salah juga. Buktinya pendukung Jokowi sendiri banyak yang mengeritik, mereka minta reshuffle seperti Projo, Joma, Baranusa. Jadi saya mengatakan kerja kedua ini sangat mengecewakan. Saya berharap kan presiden Jokowi tidak ada beban dan bisa mencari the dream team, tetapi di semua sektor tidak ada the dream teamnya,” beber Refly.

Lantas, Akbar kembali bertanya. Yang paling betnasalah apa, sekiranya ada bermasalah menteri apa, atau jika ada yang baik itu yang mana?

“Kalau secara acak, selalu kita kaitkan dengan tiga hal. Hukum, politik, dan ekonomi. Dari sisi hukum, sampai sekarang saya belum lihat bahwa ada sebuah garis penegakan hukum yang benar yang membuat negara kita betul betul negara yang bagus dalam penegakan hukum. Saya belum melihat hal itu baik. Dalam bidang ekonomi kita malah regresif. Kenapa regresif? Saya khawatir sama seperti menteri keuangan Sri Mulyani itu betul betul diperas ilmunya untuk jungkir balik. Di bidang politik, masyarakat terbelah antara cebong dan kampret, ada cebong dan kadrun. Ini negara terbelah di era Jokowi. (lms)

Komentar