Oleh: Wirdanengsih
(Dosen Universitas Negeri Padang)
PARTISIPASI politik adalah keikutsertaan masyarakat di dalam penentuan semua keputusan yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat. Generasi mililineal disebut dengan generasi Y yang mana generasi sekelompok orang yang lahir setelah genrasi X. Generasi milineal ini lahir antara tahun 1980-an hingga tahun 2000-an. Generasi ini dianggap special karena memiliki perbedaan yang tajam dengan generasi sebelumnya.
Terkait dengan pilkada, generasi milineal ini memiliki posisi yang strategis, generasi milineal memiliki pengaruh terhadap proses politik dalam kehidupan bernegara ini karena generasi milineal memiliki jumlah pemilih atau penyumbang suaryang cukup banyak.
Dari berita beberapa media massa dapat di tarik kesimpulan bahwa ada 44,6% jumlah pemilih dari 85. 4 juta jiwa manusia.
Adapun yang menjadi ciri-ciri generasi milineal ini dalam pilkada, sepertinya tak memiliki loyalitas yang tinggi dalam pertarungan politik di daerahnya, ada kebiasaan untuk menentukan pilihan politik di hari-hari terakhir pemilihan suara, ada kecenderungan juga tak terpaku pada sosok dan cenderung rendah tingkat partisipasi politiknya namun generasi ini merupakan generasi yang aktif di media sosial.
Dikaji untuk beberapa daerah tertentu seperti Sumatera Barat, ada kecenderungan generasi milinealnya memiliki partisipasi politik yang tinggi, ini tak lepas dari pengaruh kehidupan mereka di usia anak-anak yang mana mereka tumbuh dalam situasi Gerakan masyarakat “kembali ke surau.” Ada suasana yang dinamis dalam kehidupan pesantren subuh, ada kemasyarakatan serta permusyawarahan dalam proses interaksi sosial mereka sehari-hari.
Masa pendemi Covid-19, penyelenggaraan pilkada memiliki tantangan-tantangan politik di antaranya biaya politik yang tinggi ini disebabkan dengan kurangnya kepastian akan penyelenggaraan politik, ada delegitimasi pilkada karena suasana skeptisme pada kualitas penyelenggaraan pilkada, ada konflik internal partai, serta adanya kompetisi yang tidak setara.
Selain tantangan politik, tantangan kesehatan atau keselamatan masyarakat juga menjadi pertimbangan, perlu penerapan protokol kesehatan agar tidak gagal proses pilkada ini. Tantangan alam juga mempengaruhi akan kelancaran penyelenggaraan pilkada, cuaca dan curah hujan.
Reputasi penyelenggaraan pemilu juga sebuah tantangan, ada kepercayaan publik kepada Lembaga KPU sedang dipertaruhkan di mana setiap keputusan itu ada resikonya. Oleh karena itu kemampuan KPU dalam mengelola risiko dan menkomunikasikan berbagai keputusan pada publik akan memiliki dampak pada citra KPU di mata publik.
Semua ini berpengaruh terhadap partisipasi politik milineal.
Pemilih Milineal perlu Pendidikan Politik
Pemilih milineal adalah basis pemilih yang unik. Disebut unik karena mereka dalam pemilu sering menunjukan sikap yang khas seperti memiiki dinamis tapi pilihan masih mengambang. Sebenarnya pemilih milineal ini dapat diposisikan sebagai swing voters karena pilihan belum banyak terpengaruh oleh motivasi ideologis tertentu. Namun pemilih milineal akan lebih dipengaruhi oleh orang-orang terdekat, yaitu teman sebaya, keluarga dan kerabat.
Pendidikan politik kepada mereka adalah suatu yang penting agar pemilih pemula ini tidak dieksploitasi oleh kelompok tertentu.
Suatu realita juga hari ini pemilih milineal adalah pemilih pemula yang pada umumnya belum memiliki pengalaman yang banyak akan hal pemilukada. Seperti apa itu haikikat pemilihan, bagaimana prosesnya, siapa saja yang akan dipilih, bagaimana tahapannya, apa syarat-syarat dan sebagainya.
Pemilih pemula umumnya juga tidak tahu bahwa pilihan dengan satu suara itu akan berarti bagi proses perpolitikan di Indonesia. Hal semacam inilah yang menjadikan mereka enggan ikut memilih dan malah mejadi ikut-ikutan untuk menjadi golongan putih, golongan yang tidak ikut memilih, maka sosialisasi pemilu dan pendidikan politik perlu dilakukan untuk menghindari buta politik.
Pendidikan politik yang sesuai dengan gaya dan pola perilaku milineal tentu disesuaikan dangan gaya hidup dan prilaku serta kebutuhan daripada pemilih pemula tersebut. Misal sosialisasi tidak hanya bersifat formal tapi dapat melakukan media-media informal seperti facebook dan tempat-tempat berkumpul anak muda tersebut.
Pentingnya pendidikan politik bagi pemilih pemula ini tak lepas dari adanya upaya dalam membangun kesadaran dan daya kritis terhadap proses dari pemilu tersebut. Pendidikan politik akan menjadikan pemilih pemula tidak menjadi obyek pemilu tetapi menjadi subyek yang kritis dalam melakukan pilihan politiknya. Pendidikan politik adalah proses pendewasaan berpolitik sehingga tumbuh iklim demokrasi yang kondusif di Indonesia.
Pendidikan politik juga berkepentingan dalam menimalisir konflik massa dalam proses pilkada dan pemilih milineal tidak dijadikan alat atas konflik yang ada karena bagaimanapun politik aliran dan pengkotak-kotakan di tengah masyarakat tidak dapat dihindarkan, dimana menjelang pilkada pengkotak-kotakan semakin mengental dan bisa berujung dengan kekerasan terutama masa kampanye, persaingan antar pendukung akan bisa beerbenturan satu sama lainnya.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan seperti melakukan kerja sama dengan pihak sekolah dan guru-guru dalam kegiatan webinar /worshop online kepada peserta didik di sekolah/ perguruan tinggi. Membuat nota kebersamaan dengan Kementerian Pendidikan Nasional agar materi pendidikan politik bagi pemilih milineal diintegrasikan dengan mata pelajaran yang ada di sekolah dan dikembangkan sehingga terbentuk pribadi siswa sebagai pemilih yang cerdas.
Perlu juga dilakukan proses jemput bola, yaitu KPU secara proaktif terjun langsung ke masyarakat dan bekerja juga dengan organisasi pelajar yang ada di daerah masing-masing dalam rangka menghimbau dan mengajak agar pemilih mengunakan hak pilihnya secara rasional dan baik. Bisa dilakukan secara online pada masa pendemi Covid-19, juga perlu strategi sosialisasi milineal pada pilkada melalui komik online agar paham dan meningkat partisipasi politiknya.
Komentar