Oleh: M Rizal Fadillah
(Pemerhati Politik dan Keagamaan)
KETAKUTAN pada Islam terasa di negeri ini dengan dukungan rezim. Umat Islam, meski tak seluruhnya, dipojokkan dengan status ancaman bagi bangsa. Stigmanya adalah intoleran dan radikal. Untuk itu dicanangkan kebijakan dan program deradikalisasi. Program dengan prasangka negatif kepada umat yang menjadi mayoritas bangsa ini.
Program ini dikampanyekan dan disosialisasikan dalam berbagai forum politik maupun akademik. Buku madrasah disterilisasi. Terma seperti jihad, perang, atau kafir dibersihkan. Sayangnya Menteri Agama tidak menjadi imam pembela agama tetapi menjadi pereduksi kemulian dan keutuhan agama tersebut. Semua itu hakekatnya adalah sekularisasi. Memisahkan agama dari nilai-nilai sosial.
Secara apologetik rezim dapat berkata tidak melakukan sekularisasi hanya sekedar menangkal gerakan radikalisme. Namun umat Islam menyadari betul bahwa deradikalisasi adalah sekularisasi. Bukan hal yang bersifat insidental tetapi desain untuk proses yang berkelanjutan. Praktek kebijakan kenegaraan menunjukkan bekerjanya mesin sekularisasi tersebut.
Ada tiga fenomena, yaitu Pertama, islamophobia takut dengan simbol-simbol Islam seperti bendera tauhid atau istilah seperti jihad, kafir, khilafah bahkan syari’at. Mempermasalahkan cadar atau celana cingkrang dan salam umat. Ujungnya ada salam pancasila segala.
Kedua, pernyataan agama jangan dicampur aduk dengan politik, menjauhi yang berbau Arab, menusantarakan agama, mempertentangkan agama dengan budaya, musuh Pancasila adalah agama, jangan bawa politik ke masjid, shalawatan di gereja, serta Islam itu liberal.
Ketiga, muncul RUU yang “memeras” ketuhananan, tuhan subordinasi budaya, kesejajaran agama dengan budaya, serta memberi peluang faham komunisme yang anti tuhan dan agama. RUU yang memporakporandakan sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”. RUU HIP dan BPIP.
Umat Islam yang memahami Islam itu utuh dan menyeluruh menjadi terbelenggu oleh kebijakan moderasi, toleransi, atau deradikalisasi. Marjinalisasi posisi ekonomi, budaya, ataupun politik. Terpaksa kita menilai bahwa rezim kini tidak suka terhadap berkembangnya ajaran Islam secara komprehensif.
Sensitif pada syari’at Islam. Mereduksi agama agar sesuai dengan perspektif pemegang kekuasaan. Membenturkan nasionalisme dengan khilafahisme, serta secara sadar atau tidak pro pada keberhalaan dan kemusyrikan yang bersumber pada materialisme.
Agama dianggap hanya bagian kecil dari nilai bangsa.
Deradikalisasi adalah sekularisasi sistemik yang menggerus jiwa dan akal sehat dalam beragama. Kebijakan yang kadang dilakukan untuk menutupi kezaliman dengan mengatasnamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Modus dari politik yang memang miskin moral.
Komentar