Penetapan Tersangka Ruslan Buton Cacat Formil, Kini Ajukan Praperadilan

TILIK.id, Jakarta — Ruslan Buton, mantan TNI yang meminta Presiden Jokowi mundur, tidak tinggal diam. Dia mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka dirinya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.

Salah satu kuasa hukum Ruslan, Tonin Tachta Singarimbun, mengatakan sudah mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan terhadap penetapan tersangka.

“Dasar gugatan adalah, penetapan tersangka Ruslan sangat prematur. Sebab, Ruslan sendiri baru dilaporkan pada 22 Mei 2020 dan pada 26 Mei sudah jadi tersangka,” kata Tonin kepada awak media, Selasa.

Dikatakan, Ruslan Buton dilaporkan tanggal 22 Mei, tanggal 26 sudah jadi tersangka. Dua hari setelah penetapan tersangka, tepatnya pada 28 Mei, Ruslan kemudian ditangkap.

“Seharusnya polisi memeriksa Ruslan terlebih dahulu sebelum menetapkannya sebagai tersangka. Mestinya di-BAP dulu, baru boleh, apalagi ini laporan bukan operasi polisi. Kalau operasi polisi lain. Dia mungkin merasa terhasut dengan perkataan Ruslan kan,” tuturnya.

Jadi, menurutnya, tidak boleh (langsung ditetapkan tersangka. Harusnya dia dipanggil dulu dikirim surat panggilan, tidak boleh langsung tersangka, meskipun Ruslan Buton diduga keras.

BACA JUGA :  KY-PP Muhammadiyah Teken MoU Wujudkan Peradilan Bersih

Tonin juga mempertanyakan alat bukti penetapan tersangka kliennya itu. Kalau delik aduan harusnya ada alat bukti, minimal dua. Punya gak dia alat buktinya?

“Jadi harusnya dikabulkan, nggak ada cerita boleh menangkap orang tetapi tersangka belum dipanggil,” tandasnya.

Ruslan Buton ditangkap di kediamannya di Desa Wabula I, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, pada Kamis (28/5). Ruslan ditangkap oleh tim yang dipimpin oleh Dirkrimum Polda Sultra Kombes Aris Alfatar dan Tim Densus 88 Mabes Polri.

Ruslan dijerat Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana 6 tahun dan/atau Pasal 207 KUHP. (pna)

Komentar