KAHMI: Sumber Pembantaian di India adalah PM Narendra Modi

TILIK.id, Jakarta — Kerusuhan yang disusul dengan perundungan (bullying), pembantaian dan pembunuhan terhadap umat Islam di dekat kota Delhi India memantik kemarahan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).

Majelis Nasional KAHMI dalam pernyataan resminya menilai bahwa sumber konflik yang memicu tragedi kemanusiaan di negeri itu adalah
Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi dan partai pendukungnya, Bharatiya Janata Party (BJP).

Dalam pernyataan tertulisnya yang diteken Koordinator Presidium MN KAHMI Dr Ir Herman Khaeron dan Sekjen Dra Manimbang Kahariady menyatakan, Modi sebagai nasionalis Hindu ingin memutar jarum jam India dari negara sekuler menjadi negara nasional Hindu.

Modi juga adalah tokoh di balik pembantaian 2.500 warga pada 2002 saat dia menjadi Menteri Utama negara bagian Gujarat yang mayoritas Muslim.

Terkait dengan kerusuhan dua hari di Delhi, Modi hanya menyampaikan sikapnya melalui media sosial yang menunjukkan dia adalah bagian dari ektremis Hindu anti-Muslim itu sendiri.

“Sehubungan dengan tragedi kemanusiaan tersebut Majelis Nasional KAHMI menyatakan sikap,” kata Sekjen MN KAHMI Manimbang Kahariady kepada TILIK.id, Sabtu (7/3/2020).

Yaitu, mengutuk keras pembantaian terhadap umat Islam di India dan sangat menyesalkan sikap PM Modi yang tidak responsif terhadap kerusuhan yang menewaskan puluhan dan mencedarai ratusan warganya.

Mendesak kepada PBB agar mengambil langkah cepat dan menyeluruh untuk menghentikan program politik genoside atas nama agama yang dilakukan oleh PM Modhi karena bertentangan dengan HAM dan Akal sehat, melakukan tindakan anti kemanusiaan, mengatasnamakan agama.

“PM Modin beserta seluruh pemimpin di India didesak untuk menghormati dan melaksanakan isi deklarasi HAM PBB tahun 1948 untuk mewujudkan kehidupan bersama tanpa melihat perbedaan suku, agama dan ras,” desak Manimbang.

BACA JUGA :  Respons KAHMI Menyikapi Omnibus Law UU Cipta Kerja

Mendesak pengadilan HAM Internasional untuk mengusut tuntas pelanggaran HAM yang secara nyata dilakukan oleh PM Modhi dan segera mengadilinya di pengadilan internasional sebagai pelaku tindakan kejahatan kemanusiaan.

KAHMI juga mendesak pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo untuk pro-aktif mengajak negara-negara Islam menyusun komunike bersama guna mendesak pemerintahan PM. Modhi untuk menghapus pasal-pasal kontroversial di dalam undang-undang kewarganegaraannya yang diskriminatif terhadap kelompok-kelompok minoritas di India sebagai komitmen negara demokrasi.

“Kami mendesak pemerintah Indonesia mengambil langkah inisiasi, antara lain, agar Presiden Joko Widodo mengadakan pembicaraan bilateral dengan PM Modi untuk mencontohi Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim, tetapi hidup rukun dan harmonis dengan kelompok agama minoritas lainnya,” kata Manimbang lagi.

Selamjutnya, KAHMI mengajak dunia internasional, terutama lembaga-lembaga yang bergerak di bidang hak asasi manusia, demokrasi dan kemanusiaan untuk bersama-sama mengusung tema kerukunan dan harmoni bagi India sebagai rumah bersama bagi semua komunitas agama.

“Mari kita mendoakan saudara-saudara Muslim di India untuk tetap sabar dan terus berjuang menuntut hak-haknya secara konstitusional dan berharap mendapat dukungan dari dunia Islam,” kata Manimbang.

KAHMI juga mengimbau umat Islam di Indonesia untuk terus menggalang dukungan dan solidaritas ukhuwah Islamiyah bagi saudara-saudara Muslim di Indonesia dengan cara-cara yang santun dan berkeadaban.

“Menyerukan kepada rezim-rezim politik di dunia ini agar menghentikan seluruh pandangan buruk dan penghinaan bahwa umat Islam adalah teroris, radikalis dan segala persangkaan buruk lainnya,” pungkas Manimbang. (lmd)

BACA JUGA :  Hasil Studi India Menyebut Antibodi Covid Turun Drastis Pasca 4 Bulan Divaksin

— Kerusuhan yang disusul dengan perundungan (bullying), pembantaian dan pembunuhan terhadap umat Islam di dekat kota Delhi India memantik kemarahan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).

Majelis Nasional KAHMI dalam pernyataan resminya menilai bahwa sumber konflik yang memicu tragedi kemanusiaan di negeri itu adalah
Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi dan partai pendukungnya, Bharatiya Janata Party (BJP).

Dalam pernyataan tertulisnya yang diteken Koordinator Presidium MN KAHMI Dr Ir Herman Khaeron dan Sekjen Dra Manimbang Kahariady menyatakan, Modi sebagai nasionalis Hindu ingin memutar jarum jam India dari negara sekuler menjadi negara nasional Hindu.

Modi juga adalah tokoh di balik pembantaian 2.500 warga pada 2002 saat dia menjadi Menteri Utama negara bagian Gujarat yang mayoritas Muslim.

Terkait dengan kerusuhan dua hari di Delhi, Modi hanya menyampaikan sikapnya melalui media sosial yang menunjukkan dia adalah bagian dari ektremis Hindu anti-Muslim itu sendiri.

“Sehubungan dengan tragedi kemanusiaan tersebut Majelis Nasional KAHMI menyatakan sikap,” kata Sekjen MN KAHMI Manimbang Kahariady kepada TILIK.id, Sabtu (7/3/2020).

Yaitu, mengutuk keras pembantaian terhadap umat Islam di India dan sangat menyesalkan sikap PM Modi yang tidak responsif terhadap kerusuhan yang menewaskan puluhan dan mencedarai ratusan warganya.

Mendesak kepada PBB agar mengambil langkah cepat dan menyeluruh untuk menghentikan program politik genoside atas nama agama yang dilakukan oleh PM Modhi karena bertentangan dengan HAM dan Akal sehat, melakukan tindakan anti kemanusiaan, mengatasnamakan agama.

“PM Modin beserta seluruh pemimpin di India didesak untuk menghormati dan melaksanakan isi deklarasi HAM PBB tahun 1948 untuk mewujudkan kehidupan bersama tanpa melihat perbedaan suku, agama dan ras,” desak Manimbang.

BACA JUGA :  75 Tahun HMI Buktikan sebagai Kawah Chandradimuka Tokoh Bangsa

Mendesak pengadilan HAM Internasional untuk mengusut tuntas pelanggaran HAM yang secara nyata dilakukan oleh PM Modhi dan segera mengadilinya di pengadilan internasional sebagai pelaku tindakan kejahatan kemanusiaan.

KAHMI juga mendesak pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo untuk pro-aktif mengajak negara-negara Islam menyusun komunike bersama guna mendesak pemerintahan PM. Modhi untuk menghapus pasal-pasal kontroversial di dalam undang-undang kewarganegaraannya yang diskriminatif terhadap kelompok-kelompok minoritas di India sebagai komitmen negara demokrasi.

“Kami mendesak pemerintah Indonesia mengambil langkah inisiasi, antara lain, agar Presiden Joko Widodo mengadakan pembicaraan bilateral dengan PM Modi untuk mencontohi Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim, tetapi hidup rukun dan harmonis dengan kelompok agama minoritas lainnya,” kata Manimbang lagi.

Selamjutnya, KAHMI mengajak dunia internasional, terutama lembaga-lembaga yang bergerak di bidang hak asasi manusia, demokrasi dan kemanusiaan untuk bersama-sama mengusung tema kerukunan dan harmoni bagi India sebagai rumah bersama bagi semua komunitas agama.

“Mari kita mendoakan saudara-saudara Muslim di India untuk tetap sabar dan terus berjuang menuntut hak-haknya secara konstitusional dan berharap mendapat dukungan dari dunia Islam,” kata Manimbang.

KAHMI juga mengimbau umat Islam di Indonesia untuk terus menggalang dukungan dan solidaritas ukhuwah Islamiyah bagi saudara-saudara Muslim di Indonesia dengan cara-cara yang santun dan berkeadaban.

“Menyerukan kepada rezim-rezim politik di dunia ini agar menghentikan seluruh pandangan buruk dan penghinaan bahwa umat Islam adalah teroris, radikalis dan segala persangkaan buruk lainnya,” pungkas Manimbang. (lmd)

Komentar