AYO BELAJAR!

Ludiro Prajoko
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)

TUNTUTLAH ilmu walaupun ke negeri China. Begitu sabda Rasulullah. Tentu tidak berarti harus berbondong-bondong ke negeri China. Sabda itu menekankan pentingnya ilmu. Maka, sesulit apapun, harus selalu diupayakan meraihnya. Sejak dari ayunan sampai ke liang lahat.

China jelas sebuah negeri yang jauh dari Madina tempat tinggal Rasulullah. Menggambarkan upaya, kesungguhan, dan pengorbanan yang besar, sebagai ongkos menimba ilmu.

Dapat dimengerti bila negeri China dipilih Rasulullah, karena bangsa China, sudah sangat maju peradabannya. Konon, salah satu barang yang layak menjadi kebanggaan orang Arab, waktu itu: pedang  made in China.

Kontribusi bangsa China bagi peradaban dunia memang amat mengesankan. Bangsa China-lah yang menemukan kertas, juga mesiu. Barang vital bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan persenjataan api. Dua piranti utama penaklukan sesama manusia.

Dewasa ini, bangsa China berkembang melesat, jumlah penduduk maupun capaian prestatifnya dalam pembangunan dan teknologi. China (Tiongkok) menjadi salah satu negara super power, menguntit Amerika. Menjadi salah satu kiblat perdagangan, keuangan, khususnya pinjaman asing, pengembangan teknologi dalam aneka ranah.

BACA JUGA :  Ingin Adil Makmur untuk Semua, Garda Madani Deklarasi Dukung Anies-Imin

Maka, tak aneh bila pengaruh China menggejala diberbagai belahan dunia. Sejumlah negara, dikabarkan sudah digadai China. Politik ekonomi luar negeri China memang agresif. China telah meretas upaya penyatuan separoh dunia dibawah kendalinya, melalui program yang awalnya disebut OBOR (One Belt One Road).

Wabah Covid 19 menghebohkan dunia. Dari Wuhan virus itu bermula. Internasionalisasi virus, yang sejauh ini, paling sukses. Menguatkan image segala yang berasal dan atau diproduksi bangsa China membentuk gejala dan mengubah dunia.

Kedigdayaan China, dimulai dari gebrakan Deng Xiao Ping ketika memimpin negeri itu paska Mao. Deng membangun China sebagai negara komunis yang menerapkan kapitalisme, state capitalism. Deng tak peduli warna bulu kucing, hitam atau abu-abu, yang penting baginya, pintar menangkap tikus. Pengalaman lima tahun di Prancis dan kebiasaannya menunjungi kafe Place d’Italie di Paris amat memengaruhi kehidupan Deng selanjutnya. Deng seorang komunis pragmatis yang gemar minum anggur. Sang penempuh jalan kapitalis terbesar kedua setelah Liu, kata Mao (Chang, 2007).

BACA JUGA :  Hewan Liar dan Formula E

Tapi, ada suatu masa, ketika bangsa China, hidup dalam deraan kekuasaan yang pongah dan kemiskinan amat parah. China menjadi bangsa yang suram berkalang tanah pada masa penghujung akhir dinasti Qing. Aneka ketidakadilan merajalela. Pajak mencekik penduduk yang sudah susah bernafas.

Sebagaian besar rakyat China, waktu itu, hidup persis pada garis putus-putus asa. Hidup hanya menegaskan diri sebagai bingkai kesuraman, kehampaan, penderitaan.
Awalnya, rakyat China hanya bisa menghadapinya dengan bernyanyi: “Tahun ini, babi memakan domba. Tahun depan, kita semua dilahap pajak”.

Tapi, bangsa China tak ditakdirkan mati. Dan, orang-orang melarat tak ditakdirkan musnah. Mereka mencoba bertahan dan melawan nasib yang didekte kekuasaan, dengan membentuk persekutuan-persaudaraan kaum hina-papa. Nama-nama pesekutuan itu, pada umumnya tidak politis apalagi mengajak berontak: persaudaraan sungai Yangtze, Persaudaraan Bunga Tertai, …..

Pengalaman kolektif sebagai rakyat yang teraniaya menumbuhkan bermacam gagasan dan tindakan. Hal menarik dari rakyat China, kala itu: tumbuhnya  trust, saling percaya di antara sesama kaum tertindas. “Di rumah, kita percaya dan pasrah kepada orangtua. Di luar rumah, kita percaya dan pasrah kepada kawan”. Begitu semboyan mereka.

BACA JUGA :  Burhanuddin dan Kinerja Kencang di Bombana

Juga, kesadaran baru akan sentuhan akhir memaknai hidup. Transformasi keputusasaan menuju tindak aktif. “Kalau akhirnya adalah mati. Dan, setiap orang, bagaimanapun, pasti mati. Maka, ketimbang duduk termenung menunggu ajal, lebih baik bergabung dalam revolusi” (Bowei & Gouping, 1991). Dzikir kaum tertindas yang menggetarkan hati.

Benar, setelah itu, …. Pemberontakan terjadi di sekujur negeri. Dinasti Qing yang mencengkeram China tak kurang dari 260 tahun, runtuh. Itulah dinasti terakhir dalam sejarah panjang bangsa China. Revolusi kaum nasionalis 1911 dipimpin Chiang Kai-Shek mengantarkan rakyat China memekik: Hidup Republik Rakyat China. Kelak, bangsa China mengulangi revolusi. Dipimpin Mao, di bawah panji komunisme. Menang, dan berdirilah negara komunis China yang dewasa ini berjaya. Revolusi yang menjadi rujukan gerakan komunis di berbagai belahan dunia.

Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri China. Benar, kepada bangsa China sepatutnya kita belajar: perdagangan internasional, pembangunan, moneter, teknologi, kerajinan, dan kung fu. Juga: revolusi!

Komentar