by Ludiro Prajoko
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
MAJELIS Permusyawaratan Rakyat (MPR) menggelar Sidang Tahunan, 16 Agustus lalu, dengan agenda pokok Pidato Kenegaraan Presiden dalam rangka HUT ke-76 Proklamasi Kemerdedakaan RI. Dalam pidatonya, Presiden menyampaikan laporan kinerja pemerintah. Tentu saja, semuanya baik-baik saja. Hal yang amat penting dan menarik: penampilan presiden. Terkesan nyentrik mengenakan pakaian adat. Kali ini dipilih pakaian adat Baduy, karena desainnya sederhana dan nyaman dipakai.
Presiden menyerukan semboyan “Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh”. Benar! Kita memang dianugerahi Indonesia yang tangguh. Eksploitasi SDA, penggundulan hutan secara ugal-ugalan, korupsi gila-gilaan, serta kebijakan apapun yang dibuat sebagai alat untuk menggerogoti, sejauh ini, terbukti tak membuat Indonesia runtuh. Juga (ber) tumbuh?. Tentu. Indikasinya: pertumbuhan ekonomi 7,07% dicapai justru pada masa yang amat susah lantaran wabah.
Tangguh dan Tumbuh itu, kata Presiden dalam pidatonya, hanya bisa diraih dengan sikap terbuka dan siap berubah menghadapi dunia yang penuh disrupsi. Sikap terbuka: kesanggupan menerima nilai, ide, metode, sistem, pendekatan, mitra,…. yang baru, jelas modalitas penting meraih kemajuan. Dan, “siap berubah menghadapi dunia yang penuh disrupsi” jelas sebuah peringatan dini bahwa masa depan penuh ketidakpastian dan, dunia ini tidak baik-baik saja. Siapapun mesti siap bila harus berganti status dan peran. Apakah prasa itu (juga) menyinggung sikap kritis terhadap investasi dan TKA yang mengemuka belakangan ini?
Bahu-membahu dan saling bergandeng tangan dalam satu tujuan adalah keharusan yang ditekankan presiden. Kita harus tangguh dalam menghadapi pandemi dan berbagai ujian dan harus terus tumbuh dalam menggapai cita-cita bangsa. Tentu, ada banyak hal pelik dalam menghadapi pandemi ini. Bukan soal jumlah penduduk yang terjangkit, atau mati covid. Bagi rakyat, mati sepenuhnya diterima sebagai pengalaman absolut yang pasti. Tapi, soal vaksin, promosi ivermectin, biaya tes Polymerase chain reaction (PCR), kebijakan PPKM dengan aneka varian dan levelnya, …… Istilah menjadi krusial dalam komunikasi wabah.
Presiden memaklumkan, secara ringkas, prestasi-pencapaian Pemerintah, antara lain: UU Cipta Kerja- Omnibus Law, penanganan pandemi, pembangunan infrastruktur, penegakan hukum, dan membangun budaya toleransi. Pertumbuhan ekonomi 7,07% year on year, tentu prestasi paling mencengangkan. Walaupun, sebelumnya BPS sudah mewartakan angka itu. Angka yang memicu sejumlah kalangan geleng-geleng kepala, khususnya para ekonom. Namun, proyeksi pertumbuhan tahun depan hanya ditargetkan 5 – 5,5%. Terasa unsur kearifan dalam budgeting policy: pengendalian agar pertumbuhan ekonomi tidak terlalu meroket yang dapat menyinggung perasaan virus corona.
Tentu saja Pidato tak menyinggung soal korupsi yang merajalela, utang yang melambung, dan kemiskinan meningkat. Juga kemerosotan HAM, demokrasi, apalagi kegilaan para buzzeRp, yang gencar dalam diskursus dan gugatan publik.
Pidato Kenegaraan Presiden tentu bukan rangkaian omong kosong. Jelas pernyataan resmi, valid, (seharusnya) dapat dipercaya. Menjadi acuan semua pihak terkait dan atau yang berkepentingan untuk aneka macam rencana dan tindakan kedepan. Apakah isi pidato itu benar-benar bersesuaian dengan kondisi objektif-realita? Terserah kepada penghayatan orang-seorang. Mungkin ada yang memahaminya dengan pendekatan dialektika. Boleh jadi, ada yang langsung teringat kepada Huizinga.
Johan Huizinga, seorang pakar sejarah dari Belanda. Karyanya: Homo Ludens, diterbitkan tahun 1938, menjelaskan bahwa kebudayaan bermula dari permainan yang dicipta manusia. Pada jaman dahulu, manusia memiliki banyak waktu luang untuk mengreasi permainan dan memainkannya. Dari manusia yang bermain (homo ludens) itu, lantas, kebudayaan merebak: nilai-nilai, sistem sosial, alat dan barang, gaya hidup, …..
Dan, manusia jaman moderen ini, yang ditandai dengan kecanggihan berkomunikasi dengan segenap piranti teknologisnya-era digital, tak pelak, mengembangkan permainan berbahan baku kata-angka. Manusia menjadi makhluk yang sibuk memainkan kata dan angka. Lebih-lebih, dalam dunia, (juga) pidato yang penuh tipu, penuh muslihat!
Komentar