Tony Rosyid
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
PEKAN ini, media dipenuhi oleh berita tentang “teguran” Anies kapada sejumlah korporasi. Bukan kepada pegawai DKI, bukan juga kepada orang kecil-miskin yang hidupnya susah. Kali ini, Anies menegur karas para pemilik perusahaan. Para konglomerat besar yang memaksa anak buah masuk kerja untuk ambil risiko terinveksi covid. Bahkan ada wanita hamil yang juga ikut ambil risiko itu.
Wanita hamil lebih besar risikonya. Jika terinveksi, maka proses melahirkan akan sangat berisiko. Saat melahirkan, seorang wanita mesti dalam keadaan fit, sehat, dan kuat. Butuh tenaga ekstra. Orang yang terinveksi covid akan lemah, kehilangan tenaga dan rentan meninggal.
Banyak perusahaan yang non-kritikal dan non-esensial tetap mewajibkan karyawannya masuk. Jelas, ini melanggar PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat. Perusahaan kritikal juga ada yang melanggar, karena karyawan yang masuk melebihi 50 persen.
Tidak saja memulangkan para karyawan, Anies juga memampang foto pemilik perusahaan yang melanggar dan memprosesnya secara pidana.
Selama ini, banyak konglomerat yang merasa aman ketika melanggar aturan. Dengan uang, seolah semua bisa dinegosiasikan. Sementara rakyat kecil, jika melakukan kesalahan, dijerat hukuman dan terbatas kemampuannya melakukan pembelaan.
Kali ini, situasi berbalik. Di tangan Anies, aturan tidak hanya berlaku bagi “orang kecil”, tapi juga untuk “orang-orang besar” yang seringkali dapat akses untuk membeli aturan.
“Lanjut Nis…” Kata netizen. Sikap tegas Anies banjir dukungan. “Bila perlu, sikat saja”, kata netizen yang lain. Rakyat senang melihat ketegasan dan keadilan yang dipertontonkan Anies di depan para taipan itu.
“Sanksi bukan untuk memuaskan hati, tapi sanksi untuk menegakkan aturan”, kata Anies.
“Mau siapa kamu, sebanyak apa kekayaan dan perusahaanmu, sebesar apa kekuatan di belakangmu, melanggar tetap melanggar, dan harus ditindak. Hukum harus tegak dan berlaku untuk semua pihak. Kaya miskin, orang kecil maupun orang besar, sama”. Begitu kira-kira kalau kita terjemahkan sikap Anies hari ini.
Anies memang beda. Gak perlu gebrak meja, karena itu tidak pantas dilakukan oleh seorang pemimpin. Jika beberapa pemimpin suka marahi anak buah dan rakyatnya di depan umum, dengan suara keras dan gebrak meja, Anies justru marah kepada pemilik perusahaan besar yang jelas-jelas melanggar aturan dan membahayakan nyawa anak buahnya.
“Orang-orang seperti bapak ini egois dan tidak bertanggung jawab”, kata Anies. Tanpa suara tinggi, hanya atur intonasi yang menunjukkan bahwa Anies sedang serius marahnya. No teriak, No maki-maki, No gebrak meja.
Sikap Anies mungkin oleh sejumlah pihak dianggap tidak populer. Bahkan secara politik, ini punya risiko. Membuat sebagian konglomerat tersinggung dan tidak mendukung.
Tak menutup kemungkinan akan ada serangan balik. Uang mudah untuk melakukan hal semacam ini. Membayar buzzer untuk hajar Anies. Peristiwa ini juga akan menjadi ruang bagi “haters” untuk bully Anies.
Selain banyak pendukung, sejumlah survei mengungkap bahwa “haters” Anies juga lumayan. Ini konsekuensi seorang pemimpin yang lahir di saat rakyat sedang terbelah. Yang satu mendukung, yang satunya lagi mengambil posisi sebagai “haters”. Alasan jadi “haters” cuma satu: “Anies dipilih oleh kelompok lawan”. Sesimpel itu. Sebuah sikap yang memang jauh dari rasional.
Pokoknya, apapun yang dilakukan Anies itu pasti dianggap salah. Di mata mereka, Anies gak ada benernya sama sekali. Mestinya, pandemi mengakhiri keterbelahan itu. “Mari kta bersama-sama hadapi covid ini,” kata Anies.
Keterbelahan ini akan dengan sendirinya mencair jika Pilpres 2024 Anies berpasangan dengan tokoh yang didukung mereka. Khofifah, Ganjar Pranowo, atau Puan Maharani misalnya. Pasti cair!
Anies yang terus berupaya merangkul mereka, telah secara signifikan mengurangi jumlah “haters”. Ini juga data survei. “Haters” yang sering muncul saat ini umumnya bukan warga Jakarta, sebagaimana pernah disinggung oleh Refly Harun.
Nyawa rakyat Jakarta lebih penting dari semua risiko politik itu. Seorang pemimpin mesti berani ambil risiko jika itu menyangkut nasib dan terutama nyawa rakyatnya.
Dalam hal ini, Anies menunjukkan sikap kenegarawanannya. Mengabaikan semua citra diri demi untuk menegakkan aturan dan melindungi nyawa rakyatnya.
Bagi seorang pemimpin, nyawa dan nasib rakyat itu menjadi prioritas yang tidak bisa ditukar apapun. Begitu kira-kira prinsip yang jadi pegangan Anies.
Dengan support pemerintah pusat, Anies terus memastikan bahwa aturan PPKM Darurat di Jakarta bisa berjalan sesuai yang diinginkan. Dengan begitu, diharapkan angka terinveksi covid bisa segera dapat ditekan, dan jumlah kematian warga ibu kota bisa diminimalisir.
Jakarta, 8 Juli 2021
Komentar