by Ludiro Prajoko
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
BILA tak terjadi sesuatu yang luar biasa, besok kita mengawali tahun 2021. Terbayang keriuhannya:
Pandemi babak kedua sudah berancang-ancang. Virus Covid 19 mengalami mutasi genetik, tambah ganas. Sudah menjangkit di Inggris. Indonesia, berbeda dengan negara-negara tetangga. Mereka sudah menyelesaikan babak pertama, Indonesia masih gencar. Trend kasus menanjak. Indonesia bakal menghadapi dua gerombolan Covid: asli dan mutan.
Terkait pandemi, hal yang tampanya bakal memicu keriuhan: sinergi Pemerintah dengan Pemprov DKI. Jakarta wilayah sensitif pandemi dan menjadi tolok ukur politik pandemi. Melalui Mensos, Pemerintah tampaknya akan sangat memerhatikan Jakarta dari sisi penyakit sosial (pemulung, gelandangan, preman, pengemis, ….) dimasa pandemi. Semacam antithesa keberhasilan Jakarta menata diri. Anies tentu diakui sebagai Gubernur yang berhasil membangun ibukota. Targetnya khalayak tahu, Anies tak cocok ngurus wong cilik.
Pandemi tentu memberikan tekanan berat bagi perekonomian. Tapi, sejumlah ekonom menilai kebijakan moneter, fiskal, ringkasnya makro ekonomi memang kondusif menuju jeblok. Produksi tentu mengikuti konsumsi yang cenderung merosot. Indonesia praktis bergantung pada ekonomi wabah.
Investasi tentu berlanjut, khususnya pada sektor membabat hutan dan pertambanganan yang linier dengan penguasaan lahan. Investasi yang potensial memicu konflik dengan masyarakat lokal. Selain itu, konflik dan isu kerusakan lingkungan potensial menambah keriuhan.
Perekonomian Indonesia ditentukan kepiawaian Menkeu mendapatkan pinjaman luar negeri. Data korban pandemi yang terus meningkat, mungkin menjadi pertimbangan kemanusiaan negera-negra sahabat memberikan pinjaman bilateral. Tentu dengan menglarifikasi perbincangan ramai masyarakat Jepang terkait kasus korupsi Bansos pandemi.
Juga, mengioptimalkan sumber-sumber pendapatan dalam negeri. Mengingat pendapatan pajak jauh dibawah target. Walaupun sudah ditegaskan kewajiban youtuber membayar pajak, tentu tak mudah menggenjot pendapat pajak pada situasi pandemi ini. Mungkin sedang dipikirkan skenario non pajak, selain mendayagunakan tabungan haji, mungkin perlu melirik zakat profesi pegawai negeri, ….. Serta memanfaatkan dana-dana semacam Asabri. Tentu dapat berdampak buruk bila Menkeu mengetahui, Tsar Romanov di penghujung kekuasaannya, menerapkan pungutan atas jenggot yang dipelihara rakyatnya.
Muhammadiyah bakal menambah keriuhan bila benar-benar mewujudkan rencana mendirikan Bank Syariah sendiri. Berbeda dengan kasus pendirian Bank Muamalat yang riuh karena dipandang sebagai pengakuan negara atas dan, capaian politik umat Islam. Munculnya Bank Syariah Muhammadiyah, bila benar demikian, lebih sebagai tarik menarik rasa percaya umat kepada pemerintah. Kredibilitas Pemerintah dan perekonomian bisa tambah suram.
Jelas, 2021 bakal diriuhkan proses hukum atas kasus: pembunuhan 6 orang anggota FPI oleh polisi, tindak pidana kerumunan HRS, korupsi 2 orang menteri yang menghebohkan. Khususnya kasus korupsi Mensos yang menyeret Puan Maharani dan Gibran, putra Presiden. Juga partai Gerindra dan PDIP. Gelagatnya, kasus korupsi baru juga bakal terungkap. Mungkin juga pengungkapan kasus-kasus lama. Untuk kemungkinan ini perlu dicermati hasil survey elektabilitas parpol.
Tahun 2021, juga tahun promosi keriuhan umat Islam mengiringi proses hukum atas kasus pembunuhan 6 orang anggota FPI, tindak pidana kerumunan oleh HRS, dikombinasi kasus-kasus baru: tanah Mega Mendung, …. Juga tak tertutup kemungkinan memunculkan kembali kasus lama, sejauh berkenaan dengan HRS. Keriuhan perang Negara melawan FPI.
Seiring itu, kasus orang terganggu jiwanya yang menyerang: imam masjid, ustadz, kesucian masjid, tapaknya terus berlanjut dan cenderung meningkat.
Digenapi dengan program kerja Menteri Agama mencerdaskan umat melalui isu syi’ah-ahmadiyah. Juga tekadnya memerangi populisme Islam. Pasase ilmiah yang didifinisikan sesuka hati. Menteri agama kali ini, tampak sangat menghayati strategi pemerintah kolonial dalam perang Aceh.
Bagaimana dinamika kaum kritis: mahasiswa, buruh, aktivis, cendekiawan, … tahun 2021? Kita lihat nanti.
Komentar