SAID DIDU TENANG MELAWAN

Oleh: M Rizal Fadillah
(Pemerhati Politik dan Kebangsaan)

STRATEGI jitu untuk tak menghadiri panggilan hari Senin lalu. Ada alasan substansial yang terbaca publik yaitu tak perlu terlalu serius atau tergesa memenuhi proses awal pelaporan atau pengaduan dari pihak yang tidak kompeten.

Buat apa serius berlari lari mendatangi panggilan yang lawan tidak jantan untuk “hadir”.

Luhut sembunyi di balik pengaduan pengacara. Tak berani datang sendiri untuk melapor. Kedua, kecerdasan atau kecerdikan telah ditunjukkan Didu. Adanya PSBB membuat orang tidak bebas bergerak antar kota. Jika polisi memaksa artinya polisi telah melanggar kebijakan pemerintah.

Tak ada sedikitpun nuansa ketakutan atau kepengecutan. Yang ada adalah kemenangan psi-war awal. Tampilan dukungan ratusan personal tim advokasi adalah kesiapan prima.

Ruhut dan Hutahaean sang supporter yang terkekeh sebenarnya sedang ditertawakan. Keduanya sedang bersorak kemenangan di tengah kenaifan. Mengaum di arena sirkus dan jadi tontonan banyak orang. Kasihan.

Sementara Said Didu tenang melangkah. Dengan senyum, perang strategi awal telah dimenangkan. Luhut terkaget tidak bisa memaksakan apa apa. Kekuasaan ternyata tak bermakna.

BACA JUGA :  Bahaya Orla pada RUU Haluan Ideologi Pancasila

Said Didu adalah simbol perlawanan rakyat. Ia masuk ke arena membawa aspirasi orang banyak. Sementara Luhut adalah wajah penguasa yang tak berperasaan. Soal pindah ibukota atau TKA China. Masuknya banyak TKA China adalah melukai perasaan rakyat dan bangsa Indonesia. Di tengah wabah corona pula.

Luhut adalah pemeran utama dari mengalirnya TKA China itu. Kemenaker pun tak bisa berbuat apa apa. Said Didu tidak lari akan tetapi melawan dengan tenang dan pasti. Pasukan secara sukarela siap berjuang bersama. Pasukan yang siap menghancurkan kesewenangan dan kebodohan. Luhut bukan lawan yang mesti ditakuti, ia takut pada bayangannya sendiri. Tak mampu lapor atau mengadu tanpa mewakilkan. Ini pidana bukan perdata yang bisa dijalankan dengan main wakil wakilan.

Setelah PSBB pertarungan nyata baru akan dimulai. Tapi peta telah berubah. Pasukan Said Didu jauh lebih kuat. Penjudi mulai bertaruh. Memegang pihak yang dikira kuat tetapi sebenarnya lemah adalah suatu kesalahan. Uang bisa amblas untuk kesia-siaan. Pak Didu, biarkan Pak Luhut membabi buta buang enerji melapor pencemaran. Tak ada pencemaran atau pidana soal “duit duit”. Melangkah dengan tenang itu strategi mantap. Yang jelas akan banyak tagar #saveDidu, #kamibersamaDidu, #tenggelamkanLuhut, #Luhutbaladchina, dan banyak lagi.

BACA JUGA :  Revolusi Dalam Sepiring Nasi

Pendukung Luhut Binsar Panjaitan yaitu Ferdinand Hutahaean dan Ruhut Sitompul tak perlu mengejek yang bisa membangkitkan Siri’ orang Bugis-Makasar.

Ucapan Hutahean dan Sitompul bahwa Said Didu “pengecut”, “cemen” atau “nyali kerupuk” itu yang jelas mudah terkena delik penghinaan. Mestinya mereka sadar, akan berlaku hukum siapa mengejek bakal diejek. Toh anda juga bukan siapa siapa. Believe it or not.

Komentar