KOMUNITAS Seni Perempuan Xpresif Bangkalan, Madura – Jawa Timur siap menggelar pertunjukan bertajuk Long Nolongen, Jum’at (2 Agustus 2024) pukul 19.00 (malam) di rumah tua peninggalan Pangeran Sastronegoro, Jalan KH Muh. Kholil, Bangkalan.
Pertunjukan ini merupakan program “Sambung Kreasi” Akademi Jakarta bekerja sama dengan Paragon Technology and Innovation. Suatu program yang bertujuan menumbuhkan ekosistem penciptaan karya seni yang inklusif dalam bentuk buku, pertunjukan, pameran, dan media lainnya berbasis riset.
Program Akademi Jakarta, ini sekaligus merupakan ikhtiar merawat kesinambungan dan pengembangan kreativitas dan inovasi seni di kalangan generasi muda di Indonesia.
Tahun 2024 Komunitas Seni Perempuan Xpresif di Bangkalan, Madura terpilih sebagai salah satu mitra ‘Sambung Kreasi’ tersebut. Di Jawa Timur, Madura khususnya, perempuan belum menjadi anasir index kesenian.
Dalam ekosistem yang ekstrim seperti inilah Komunitas Perempuan Xpresif dibentuk. Sebagian anggotanya merupakan lulusan Sendratasik untuk pendidikan sebagai guru Teater, Tari, maupun musik. Bisa dikatakan mereka merupakan generasi pertama yang ‘memberontak’ atas pembatasan perempuan yang nyaris tidak boleh berkesenian. Menjadi ‘guru seni’ menjadi kamuflase untuk menyembunyikan entitas seni di balik profesi ini.
Komunitas Perempuan Xpresif (bukan expresif), berdiri 25 Maret 2022, di Bangkalan, Madura. Nama ini awalnya merupakan sebuah judul acara yang diselenggarakan oleh Babine’an Art Production. Namun kemudian nama ini terus mengalir dan melekat dalam setiap kehadiran mereka di panggung kesenian.
Perempuan Xpresif akhirnya menjadi nama kelompok yang anggotanya juga merupakan anggota dari sanggar-sanggar lain di Bangkalan. Kelompok ini merupakan kelompok penuh warna. Lintas disiplin (tari, teater, musik, sastra, senirupa, dan sejarah).
Kelompok ini sebelumnya menggelar Perempuan Xpresif #1 (2022) dan Perempuan Xpresif #2 (2023) dengan berbagai agenda dan kerja kreatifnya, termasuk pembuatan video tari memperingati World Dance Day (2022) dan berbagai pertukan di Surabaya, Surakarta, Jogja, dan Malang, selain di Bangkalan dan Sumenep (Madura) sendiri.
Bertolak Dari Arsip Sehari-hari
Pertunjukan “Long Nolongen” berangkat dari kehidupan duniawi sehari-hari yang merupakan sumber pengetahuan, dan berlangsung sepanjang 24 jam. Suatu dasar bagaimana hidup dipahami, dijalani, diperjuangkan dan dipelihara.
Sepanjang hari, seseorang dan atau setiap orang, merupakan pelaku sekaligus produsen pengetahuan.
Mereka berada dalam aktivasi yang memproduksi peristiwa, membuka hubungan, berkarya, belajar, bekerja, bercinta, berdoa, mengatasi masalah dan konflik dengan jam kerja bervariasi.
Arsip yang diproduksi oleh aktivitas sehari-hari bisa sangat kompleks di balik rutinitasnya; ada yang terdata, juga yang lenyap begitu saja bersama dengan berubahnya hari.
Pertunjukan ini merespon berbagai pertanyaan asasi: Apakah dunia sehari-hari? Apakah arsip? Apakah data? Apakah ingatan pada seseorang adalah arsip yang tidak terlihat? Bagaimana metode pengarsipan dan pemetaannya? Bagaimanakah arsip mendapatkan sirkulasinya dan memproduksi pengetahuan? Bagaimana suatu kerja artistik, dalam hal ini teater, menggunakan arsip sebagai medan penciptaan sekaligus sebagai tubuh pertunjukan?
Arsip dan teater, keduanya dipertemukan sebagai eksperimen antara informasi dan medium dalam praktik seni dan pengetahuan. Dalam pertunjukan ini, Komunitas Seni Perempuan Xpresif mengambil tradisi “Long Nolongen” dunia ibu-ibu dalam lingkungan sosial Madura.
Long-Nolongen
‘Long Nolongen’ mengandaikan format pertunjukan karya koreografi sebagai medium ekspresi dan presentasi peristiwa keseharian. Tanpa kecuali tradisi, yang antara lain bisa berangkat dari pertanyaan sederhana. “Andi’ ghabei deporah mak seppeh, pola tak toman long-nolongen e tetanggheh, yeh?” (punya hajatan kok dapurnya malah sepi, tidak pernah bertetangga, ya?)
Tradisi sering kali dipahami sebagai upacara meriah yang dimaksudkan untuk menegaskan nilai-nilai penting yang masih berlangsung di dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat. Misalnya, selamatan, perayaan hari lahir, rokatan, aqiqahan, dan juga hajatan pernikahan.
Sedangkan peristiwa lain dalam keseharian, seperti anenanggheh (bertetangga), ngobrol, saling menolong (dalam banyak hal), serta peristiwa kecil lainnya sering kali diabaikan dan dilakukan tanpa kesadaran utuh.
Peristiwa-peristiwa ini cenderung dianggap sebagai pelengkap saja dari rangkaian upacara besar dalam upaya penegasan suatu nilai tradisi tersebut di atas.
Di Madura tradisi hajatan pernikahan identik dengan sebutan remo, namun remo sejatinya memiliki beberapa macam pengertian berdasar tujuannya: remo pernikahan dan remo selamatan. Keduanya biasanya diikuti peristiwa to’-oto’ (arisan madura) dan kerap dilakukan secara bersamaan, tetapi khusus remo selamatan yang bertujuan mengumpulkan modal pelaksanaan suatu hajat, bisa dilakukan kapan pun.
Dalam rangkaian perayaan hajatan tersebut ada peristiwa yang sering luput dari penghayatan mendalam, karena dianggap sebagai peristiwa keseharian belaka, yakni long-nolongen, yang memiliki arti tolong-menolong dalam banyak hal yang terjadi di ruang interaksi sosial masyarakat Madura, yaitu tanean lanjhang (halaman panjang).
Dalam acara hajatan, tetangga akan datang atas adanya undangan dari pihak tuan rumah. Tetangga perempuan datang untuk membantu memasak bersama di dapur, di sini dapur adalah bagian penting dari tanean lanjhang. Sedangkan laki-laki ikut mendirikan terop (tenda) dan berdoa di halaman.
Praktik ini menjadi sangat signifikan perannya dalam mengukur keaktifan partisipasi suatu keluarga di tengah masyarakat, seberapa besar mereka dipandang dan dihormati, dan seberapa ramai “tanean” mereka saat sedang menggelar hajat?
Dalam pertunjukan ini, para seniman telah mengamati dan mempelajari aktivitas warga khususnya peran perempuan saat long-nolongen di beberapa hajatan pernikahan dan selamatan di desa Jeddih Barat, Bangkalan, untuk kemudian diolah menghasilkan koreografi teatrikal terhadap temuan-temuan yang mereka jumpai, seperti respon terhadap kuasa dapur (bhideg, kang massak, kang rakora), peralatan masak, ragam bahan dan masakan, dinding rumah, bangku pendidikan, serta percakapan negosiasi antara tua dan muda perempuan Madura dalam upaya meneruskan apa yang disebut tradisi ini.
Pertunjukan ini merupakan kerja bareng pendidik dan seniman. Antara lain: R. Nike Dianita Febriyanti, lulusan S1 Pendidikan Sendratasik di Universitas Negeri Surabaya (2015); Amira Djanar. yang juga lulusan S1 Pendidikan Sendratasik di Universitas Negeri Surabaya (2017) yang pernah belajar tari kepada maestro Tom Ibnur (Jambi) tahun 2016 dan ikut dalam salah satu pertunjukannya di UGM Yogyakarta.
Seniman lain yang terlibat aktif adalah Alif Nirwana Sari, yang mencintai kesenian tari sejak Taman Kanak-Kanak. Alif pernah bergabung di sanggar tari Maduraras dan berbagai pertunjukan seni tari tradisional tingkat kecamatan, kabupaten dan provinsi. Lalu, R. Dian Kunfillah seniman yang berpengalaman sebagai aktor dalam beberapa seni pertunjukan.
Seniman lain yang terlibat dalam pertunjukan ini adalah Khamelia, memulai ketertarikan pada dunia tari sejak usia dini. Selama ini kerap menjadi jawara dalam berbagai lomba di Jawa Timur.
Manajemen produksi pertunjukan ‘Long Nolongen’ ini merupakan kerja bareng Tri Putri Dharmayanti yang mengurusi finansial dengan Pimpinan Produksi Djuplex, dan Tim Produksi: Mata Pena Art. Tata Cahaya dikerjakan oleh Mizard, Tata Rias dan kostum dikerjakan oleh Ach. Ramadhani Pri Hadiyanto. Pendamping proses kreatif dari Akademi Jakarta, Afrizal Malna. | cak benu
Komentar