by Bang Sem
KATA Tom Landry, seorang pemimpin adalah dia yang mampu memberi pengaruh kepada banyak orang untuk melakukan apa yang sesungguhnya tidak ingin mereka lakukan untuk mencapai apa yang ingin mereka raih. Dengan cara memberi teladan dan memotivasi, bukan memaksa.
Landry adalah pemain dan kemudian pelatih sepak bola profesional Amerika Serikat yang juga veteran Perang Dunia II. Ia dikenang sebagai salah satu pelatih kepala terhebat (pertama di Dallas Cowboys di National Football League, selama 29 musim) sepanjang masa.
Pemimpin adalah juga seseorang yang tidak mengapung kala disanjung, tak pula tumbang kala dirundung (dibuli). Ia mempunyai pandangan jauh ke depan, paham dimensi historis masa lalu, dan mampu menunjukan kerja kongkret pada realitas hari ini. Berintegritas, dengan wawasan luas sekaligus piawai dan menguasai hal-hal teknis.
“Ia punya daya mereka memotivasi banyak orang untuk melakukan apa yang mereka pikir tidak bisa dilakukan. Memberi peluang kepada orang-orang yang dipimpinnya untuk berkembang, bahkan melampaui pencapaiannya.
Gagasannya kuat dan teruji, karenanya tak pernah enggan melakukan debat dan dialog dengan siapa saja untuk sama mewujudkan kontribusi terbaik bagi lingkungan sosialnya, masyarakatnya, negaranya dan bangsanya.
Pemimpin demikian adalah sosok seseorang yang demokratis, percaya pada sains dan teknologi, mampu mewujudkan gagasan dan inisiatifnya. Karenanya dia selalu cenderung kreatif, inovatif dan mampu menghadirkan invensi dalam banyak hal.
Gagasan bukan Umpatan
Dia tidak meletakkan dirinya pada posisi dan kekuasaan, melainkan pada fungsi dan kewenangan. Tak pernah lelah untuk memperjuangkan keadilan dan selalu mempunyai cara menebar kemakmuran berkeadilan dan senang menciptakan kondisi kebahagiaan kolektif bagi seluruh orang dan kalangan yangt dipimpinnya.
Dalam suatu kompetisi dan kontestasi, dia selalu cenderung menyatakan kebenaran, meskipun pahit. Ia menghadirkan kata kata sebagai panduan sikap juangnya. Karena perjuangan yang terindah adalah mewujudkan gagasan dalam kata-kata menjadi realita.
Pemimpin yang baik bukanlah mereka yang menyimpan gagasan dalam diam. Lantas ketika berkata-kata lebih banyak mengumbar ilusi dan fantasi yang tak mampu diwujudkannya. Pemimpin yang baik, bukan mereka yang menghibur diri dalam pameo ‘diam itu emas.’ Karena diam itu salah.
Pemimpin yang menyimpan gagasan dan hasrat dalam diam, menjauhkan dirinya dari transparansi, kewajaran, tanggung jawab, kebertanggungjawaban, dan kemandirian. Sekaligus tidak memberikan ruang kepada banyak orang dan kalangan yang dipimpinnya menagih kata-katanya yang berubah menjadi janji.
Kata-katanya menjadi panduan, bukan umpatan dan sekadar perintrah. Pada skala tertentu, kata-katanya menjadi nilai dan ideologi yang menyimpan keseimbangan nalar, nurani, dan rasa. Ditopang oleh kecerdasan membaca dan menguji kesahihan data – informasi, karenanya sebagai pemimpin dia tidak mudah tertipu dan ditipu oleh data dan informasi.
Amsifat
Pemimpin yang baik dan memenuhi standar amsifat (amanah, shiddiq, fathanah, dan tabligh): dapat dipercaya, selalu condong – hanif pada kebenaran, cerdas – bernas, dan komunikatif tak pernah membuang waktu untuk berbual dan berdusta.
Ia berani bersemuka (berhadap-hadapan) dengan siapa saja, dan bukan seseorang yang pandai misu-misu, ngedumel, mencibir, tudingan, dan menebar kekesalan di balik punggung.
Seburuk-buruknya seseorang yang menyandang status dan posisi sebagai ‘pemimpin’ adalah senang menggerundel di balik punggung. Sekaligus senang mengklaim dirinya berjasa kepada orang lain, lantas membangkit-bangkit jasa itu, sekalipun tidak sepenuhnya benar.
Pemimpin yang baik tidak suka menggunakan idiom-idiom yang mengekspresikan ke-aku-an, sikap congkak, pongah, dan arogan dengan seringkali mengulang-ulang ucapan, pernyataan sesumbar. Misalnya, “saya sudah wakafkan diri saya untuk nusa bangsa,” dan sejenisnya.
Pemimpin yang baik lebih suka menggunakan kata ganti ‘kami’ dan ‘kita’ katimbang ‘saya’ dan ‘aku.’ Sikap rendah hati untuk menunjukkan dirinya menjadi bermakna karena ada pribadi atau orang lain dalam menyelesaikan sesuatu urusan. Karena itu pemimpin yang baik selalu tahan uji dan tahan banting. Karena enggan menunjukan kebesaran dirinya, maka seringkali dia dikecilkan. Karena enggan dan tak mau menonjolkan ketinggian muruahnya, banyak pihak yang selalu cenderung direndahkan.
Pemilih Cerdas
Sebentar lagi kita akan harus memilih pemimpin untuk bangsa ini. Maka kenalilah watak mereka yang berkontestasi merayu kita (sebagai rakyat) sebagai pemilik kedaulatan, meminjamkan wewenang kita untuk mengambil keputusan terbaik bagi setiap warga negara, negara, dan bangsa.
Perhatikan dan pelajari, siapa yang pernah ‘mengembalikan kewenangan’ yang dipinjamkan rakyat kepadanya, kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Siapa pula yang melaporkan kepada rakyat, ketika ada bagian-bagian dari wewenang yang melekat pada dirinya untuk mengambil keputusan tentang sesuatu yang baik dan benar, namun dihambat dan terhambat.
Di zaman ketika setiap rekam gagasan, rekam karya, dan rekam prestasi sangat mudah ditelusuri, bersikaplah aktif mencari tahu, menelusuri jejak setiap kontestan yang bakal memimpin dan melayani kita sebagai rakyat. Bandingkan setiap kontestan dan pilih – berikan wewenang hanya kepada yang sungguh patut dan pantas disebut pemimpin yang melayani.
Kenali juga siapa saja dan bagaimana wataknya dan catatan pribadi orang-orang yang berhimpun di sekeliling kontestan. Segera diskualifikasi kontestan yang dikelilingi oleh orang-orang bermasalah, termasuk bekas banduan (terpidana) karena kasus korupsi dan berkhianat kepada rakyat.
Jangan tergoda oleh muslihat pragmatis, iming-iming. Tentu, jangan jual hak kita dengan benda apa pun termasuk rupiah yang dengan harga seekor kambing pun tak setara. Mari menjadi pemilih cerdas berintegritas! |
Komentar