AMIN untuk Kembalikan Kewarasan Bernegara


Nota Bang Sém

BILA sungguh hendak mengangkat muruah bangsa dan kewarasan bernegara, tak ada pilihan lain, kecuali memilih pemimpin yang memenuhi kriterium: amanah, shiddiq, fathanah, dan tabligh.

Pemimpin sedemikian, seperti diisyaratkan oleh Yang Utama HOS Tjokroaminoto kepada murid-muridnya — Bung Karno dan Buya Hamka — piawai menulis laiknya wartawan, piawai pula berbicara laiknya orator.

Maknanya adalah pemimpin yang mampu mengelola gagasannya: mengurai gagasannya ke dalam narasi yang jelas, merumuskannya ke dalam visi, misi, dan program kerja yang jelas – gamblang – mudah dipahami dan berorientasi kepada kepentingan rakyat sangat luas. Sekaligus mampu dan terampil mewujudkan gagasan tersebut ke dalam aksi (kerja) nyata. Basisnya: sebersih-bersih tauhid, ilmu pengetahuan dan siyasah (strategi, metode, formula).

Selain itu, pemimpin sedemikian, mempunyai akal budi (nalar, naluri, nurani, dan rasa) yang seimbang, sehingga lekat dengan prinsip-prinsip keadilan dalam mengelola seluruh aspek kehidupan.

Pemimpin yang mempunyai keseimbangan akal budi adalah pemimpin yang mampu bersikap tegas kepada siapa saja yang melanggar disiplin berpemerintahan, pembangunan, dan penguatan peran masyarakat (berlandaskan konstitusi dan peraturan perundang-undangan), mau dan mampu menghargai siapa saja yang konsisten, konsekuen, dan patuh dengan disiplin yang disepakati bersama. Ia tak takut kepada siapapun, kecuali kepada Tuhan Mahakuasa dan murka rakyatnya.

BACA JUGA :  Mengawal Angket DPR dan Pansus DPD

Momentum Pas Berkontribusi

Keperluan atas pemimpin demikian, relevan dengan kondisi bangsa Indonesia di tengah persimpangan zaman yang sungsang, kini. Zaman yang menjebak negara – bangsa ke dalam jebakan fantasi (fantacy trap) dan paradoks Dutch disease alias penyakit penjajah Belanda. Yakni, paradoks kekayaan sumber daya alam dengan ketidak-mampuan menghapus kemiskinan, kepandiran dan kegamangan – ketidakpastian hidup rakyatnya (antara lain akibat jebakan utang yang menggunung).

Di zaman yang sungsang ini, ketidak-warasan bernegara terjadi akibat dominannya praktik politik pragmatis dan politik transaksional. Praktik politik yang dikendalikan oleh kaum machiavellian, yang menggunakan kekuasaan untuk bermain-main dan mempermainkan konstitusi dan hukum. Bukan sebaliknya, menegakkan kontitusi dan keadilan hukum untuk mengelola kekuasaan sebagai alat mensejahterakan rakyat.

Beranjak dari fenomena demikian, menjelang kontestasi Pemilihan Presiden – Wakil Presiden 2024 – sekaligus pemilihan umum untuk memilih anggota legislatif (DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi – Kabupaten – Kota), Gubernur – Wakil Gubernur, Bupati – Wakil Bupati, dan Walikota – Wakil Walikota, rakyat mesti dibangunkan kesadarannya. Terutama dalam menentukan sikap dan tindakannya sebagai konstituen dan Pemilihan Umum 2024.

BACA JUGA :  Merdeka (6): NKRI Harga Diskon?

Secara intensif, siapa saja yang berkomitmen berjuang secara kolektif mengembalikan kewarasan bernegara yang bermuara pada tercapainya kondisi adil makmur untuk semua, wajib secara intensif membangunkan kesadaran kolektif rakyat. Termasuk mengambil peran menghadang setiap usaha siapa saja yang hendak memelihara dan melestarikan ketidak-warasan dalam bernegara. Tanpa kecuali menghadang siapa saja yang cenderung melestarikan dan memelihara perilaku hidup kolutif, koruptif, dan nepotis.

Inilah momentum paling pas dan strategis memberikan kontribusi dalam ikhtiar kolektif dan besar mewujudkan persatuan umat – rakyat yang plural dan multikultural. Setarikan nafas, mewujudkan kemerdekaan sejati dan kedaulatan rakyat. Menggelar harmoni kebangsaan dimulai dari harmoni di dalam keluarga.

Karenanya pemimpin yang kita perlukan adalah juga pemimpin yang harmonis dan bekualitas keluarganya, sehingga kelak kita dapat mewujudkan demokrasi sebagai cara mencapai harmoni kebangsaan. Kita tak bisa berharap sedikitpun dari siapa saja pemimpin yang tak mampu menunjukkan kondisi keluarganya yang harmonis.

AMIN Paling Pas

Di sisi lain, dalam satu tarikan nafas, kita mesti tanpa lelah melakukan upaya menghidupkan kesadaran rakyat untuk lebih jeli menilai para calon pemimpin yang akan berkontestasi dalam suksesi kepemimpinan nasional dan daerah.

BACA JUGA :  SEMIOTIKA HIJRAH

Rakyat mesti ditingkatkan kecerdasan dan kejeliannya dalam memilih pemimpin yang sungguh laik dan patut menerima mandat dan daulat rakyat.

Rakyat sebagai pemilik sah republik ini, mesti dibangunkan ketangkasannya dalam menilai dan memilih pemimpin dengan performa dan perilaku yang mencerminkan kesalehan. Karena dari kesalehan personal akan berkembang kesalehan sosial.

Beranjak dari pandangan demikian, pemimpin yang kita perlukan saat ini adalah pemimpin yang memperjuangkan dan mampu mewujudkan senyuman di setiap keluarga Indonesia. Senyuman yang mewujud karena seluruh keperluan primer dan sekunder keluarganya terpenuhi. Mulai dari ketersediaan pangan, sandang, dan papan yang terjangkau; Daya beli yang meningkat; Akses terhadap ekstensi dan layanan pendidikan dan kesehatan yang menguat; Layanan umum pemerintah yang meningkat kualitasnya; Keadilan yang terasa kian kokoh; dan keadaan berkurangnya kemiskinan dan meningkatnya kaum beriman.

Sebagai rakyat bagi saya, pemimpin yang sesuai dan memenuhi sebagian terbesar indikator kepemimpinan yang diperlukan untuk mengembalikan kewarasan bernegara dan muru’ah bangsa, ada pada pasangan AMIN (Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar).

Dengan sekala kelebihan dan kekurangan pasangan ini, bagi saya, AMIN paling pas laik dan patut menerima amanat dan daulat rakyat memimpin bangsa ini ke depan.. |

Komentar