Catatan Duka Bang Sém
BIMBIT (handphone) saya tetiba berdering, ketika sedang berjalan dari stasiun MRT (moda raya terpadu) Bundaran Hotel Indonesia ke Sarinah. Ternyata dari Muhammad Ichsan Loulembah yang biasa saya panggil Ichan — meski dia senang menuliskannya i can.
“Abang mau ke mana? Tegap sekali langkahnya? Aku lihat dari busway nikh,” sapa dia. Lantas kami tertawa di posisi masing-masing.
Kali lain, kami jalan bersama dari Hotel Pullman Jakarta. Menyeberang jalan, melintasi jalan Thamrin. Lalu turun ke stasiun MRT yang sama menuju ke Selatan. Saya turun di stasiun Mandiri-Senayan. Ichan langsung menuju stasiun Lebak Bulus.
Sejak moda transportasi khalayak dibenahi dengan konsep integrasi oleh Anies Baswedan selaku Gubernur Jakarta, kami seringkali menggunakan transportasi umum. Efektif dan efisien.
Saya kenal lama dengan Ichan. Meski jarang jumpa, komunikasi kami terjaga. Beberapa tahun terakhir, kami selalu menjadi juri dalam penilaian Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP), bersama Effendi Gazali.
Beberapa kali, karena kesibukannya, Ichan absen. Pengalamannya yang panjang sebagai jurnalis radio membuatnya sangat piawai dalam menilai programa siaran radio yang harus dinilai.
Pada beberapa kesempatan penilaian akhir untuk menentukan pemenang, kami telibat dalam diskusi yang intens dan memakan waktu. Para juri terlibat dalam adu argumen dan perdebatan (bukan sentak sengor seperti yang sering nampak di layar televisi atau you tube). Termasuk mereview ulang karya jurnalistik beragam format dan media yang diunggulkan dari fase penilaian sebelumnya.
Tidak mudah menilai pemenang, terbaik dari yang diunggulkan. Dalam diskusi atau pun ‘perdebatan’ yang kadang rada tegang, Ichan termasuk yang cepat ‘meredakan’ situasi. Telaten menunjukan keandalan suatu karya, sehingga dapat diterima oleh para juri lain.
Memantik Kesadaran
Dalam hal karya jurnalistik radio, saya menyebutnya sebagai jurnalis yang mempunyai keseimbangan telinga dan pendengaran. Kami sama berpandangan, apa yang dibaca melalui mata, didengar melalui telinga, disimak melalui pandang dan dengar, tak boleh luput dari verifikasi dan konfirmasi, tak hanya dalam konteks menguji kesahihan informasi yang disajikan dan dampak yang ditimbulkannya. Bahkan dalam konteks yang terkait dengan hak atas kekayaan intelektual sumber materi informasi yang disajikan.
Ketelitian, obyektivitas, subyektivitas, formula, narasi, pilihan diksi, aksentuasi, sampai montase dalam produk atau karya jurnalistik radio, antara lain menjadi detil-detil penilaian yang membuat sesuatu karya jurnalistik radio, akhirnya dipilih sebagai yang terbaik dan diunggulkan.
Dengan telaten dan sabar, Ichan menyimak siap argumen dan lantas mengemukakan argumennya yang memecah kebuntuan. Semua itu dilakukan untuk memberikan aksentuasi khas atas ketentuan, ‘keputusan dewan juri tak bisa diganggu-gugat.’
Jauh sebelumnya, awal dekade 1990-an, ketika masih mengelola programa siaran dan operasi Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Ichan kerap datang bertandang. Kami berdiskusi tentang banyak hal terkait materi programa, produksi, pilihan-pilihan teknik dan teknologi, bahkan pemasaran iklan. Pula, ihwal kolaborasi dan sinergi siaran. Termasuk soal tv rating dan berbagai hal terkait peluang-peluang iklan. Kala itu dia masih aktif di Radio Trijaya bersama Allahyarham Fully.
Dengan senyum khasnya, seringkali Ichan memantik kesadaran baru tekait gagasan tentang berbagai ihwal dan topik yang penting dan perlu disajikan kepada khalayak pendengar dan pemirsa.
Kala saya terlibat dalam siaran radio yang fokus pada musik dangdut dan memandu programa siaran ‘Penyair-Penyiar,’ tak jarang saya diskusi dengan Ichan. Dia menyampaikan berbagai pandangannya, termasuk kritik, tanpa kecuali tentang jam siaran dan khalayak sasarannya.
Kala dia menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia 2004 – 2009, berulang kali kami terlibat diskusi. Pandangan-pandangannya yang bernas sebagai aktivis dan akhlaknya yang baik, membuat dia menjadi sosok yang tak hanya hangat dan komunikatif, tetapi sekaligus menyenangkan.
Saya pernah menyebutnya dengan nama merk salah satu bimbit yang populer di masanya dan menggunakan sesanti ‘connecting people.’ Ichan membuktikannya dengan mengambil berbagai inisiatif. Antara lain memelopori media sosial (sebelum ada whatsapp) membangun jejaring komunikasi via milis dan BBM Group. Hasilnya, inisiatifnya mampu menghimpun yang terserak, mendekatkan yang jauh, dan mengkaribkan yang sudah dekat.
Sangat Peduli
Beberapa kali, Ichan mengingatkan saya untuk tidak berkepanjangan ‘mengambil jarak’ dengan bimbit dan tak membatasi diri dengan berbagai grup WAG yang banyak ‘dibanjiri’ oleh postingan copy paste dan forward konten-konten yang tak laik.
“Sekali-sekali komen lah.. boleh sekadar mengisyaratkan abang ada dan sehat,” cetusnya.
Ketika Palu dilanda gempa dan likuifasi, Ichan cepat mengambil inisiatif dan melakukan aksi tanggap bencana. Dia menggunakan rumah keluarganya di Palu menjadi sentra kendali penanggulan bencana, termasuk bantuan sosial dan kesehatan korban dengan tata kelola yang baik.
Jaringannya pertemanan yang luas membuat aksinya mampu membantu meringankan banyak korban. Termasuk memfasilitasi kegiatan healing untuk anak-anak korban.
Sikap supel dan humble dalam relasi personal dan sosial, membuat kehadirannya nyata. Kami berdiskusi tentang social existensial risk dalam beberapa kesempatan di tengah kecamuk badai (bahkan tsunami) informasi. Pula tentang berbagai fenomena sosial yang memantik dan mendorong cepat terjadinya proses penghancuran nalar khalayak.
Ichan yang berkecimpung di dunia radio sejak bersama beberapa temannya mendirikan dan mengelola Radio Nebula FM, Palu. Ia melanjutkan profesinya di Radio Tri Jaya FM dan Smart FM. Lalu mendirikan Good Radio Jakarta dan meneruskan program gunemcatur-nya yang cerdas.
Pendiri Indonesia Institute yang juga memimpin Ranah Enterinment ini sangat peduli dan memberikan ruang sekaligus dukungan bagi banyak kalangan yang lebih muda, dengan terus mengembangkan gagasan-gagasannya tentang masyarakat, negara, dan bangsa. Membangun kesadaran kolektif dan mengelolanya secara antusias.
Sebagai moderator yang banyak dilakoninya dalam berbagai diskusi yang menghadirkan para tokoh dan pemikir bangsa, juga politisi dan aktivis, ia piawai menghidupkan pemikiran dan pandangan kritis tentang isu-isu demokrasi (sosial, poilitik, ekonomi).
Menebar Kebaikan
Dia terbilang sosok aktivis yang selalu mampu membangun simpati, empati, apresiasi dan respek dalam memperjuangkan keseimbangan kesempatan banyak khalayak. Boleh jadi, hal ini juga yang terus mengasahnya untuk bepikir krtis dengan cara ‘menohok tanpa harus melukai.’
Karenanya, tak heran kalau dia disenangi oleh banyak kalangan secara lintas kelompok, faksi, dan beragam. Dia ‘perenang di tengah lautan keberagaman.’ Hal itu nampak dan terasa pada bagaimana dia memandu gunemcatur (talkshow) Perspektif Indonesia.
Pandangannya jernih dengan sikap inklusif dan demokratis. Ketika hadir dalam kegiatan Musyawarah Nasional KAHMI (Korps Alumni HMI) di Palu bersama Ade Adam Noch – aktivis mahasiswa (Ketua Umum HMI Cabang Manado) dekade 1970-an asal Ternate, saya kesulitan mendapatkan hotel.
Saya kontak Ichan.
“Abang datang ke sini (menyebut nama satu hotel). Tenang, kami usahakan kamar untuk Abang dan Ko Ade..,” terangnya.
Belum sempat menuju ke lokasi dia berada, Hanifah Husein (istri Allahyarham Ferry Mursyidan Baldan) menelepon. Mempertanyakan saya dan Ade ada di mana.
“Sebentar Dessy akan menghubungi abang,” seru Hanifah. Sambil memandangi bengkalai masjid apung yang terendam di pantai Palu, saya dan Ade menikmati senja. Tak berapa lama Dessy (Dessy Emilia Cindy, istri Ichan – ibu tiga anak mereka) menelepon. Dessy mengarahkan saya menuju ke satu hotel.
“Abang segera ke sana, nanti ada petugas hotel yang akan mengurus,” seru Dessy. Kami berdua mendapat tempat di villa tempat Hanifah menginap.
Ichan orang baik dan kerap menebar kebaikan sekaligus kebajikan. Lelaki kelahiran Palu 23 April 1966, itu menyimpan dirinya sebagai kenangan abadi kebaikan sejak Ahad, 20 Juli 2023. Saya mendapat kabar Ichan wafat dalam perjalanan rumit ‘jalan tikus’ Ciawi – Cisarua yang melelahkan pada siang itu, beberapa saat sebelum jenazahnya dibawa ke pemakaman. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’uun.
Usai maghrib, ketika jumpa Hamdan Zoelva — Ketua Mahkamah Konstitusi (2013-2015) – Presiden Syarikat Islam — di resto salah satu hotel, saya beri kabar tentang wafatnya Ichan. Hamdan terkejut, lantas saya lihat segera membaca do’a.
“Ichan sahabat yang baik, kritis, dan tangkas. Kita kehilangan sosok jurnalis dan aktivis dengan gagasan-gagasan segar,” ungkap Hamdan.
Selepas itu, Ade Adam menelepon. Mengabarkan prosesi pemakaman Allahyarham Muhammad Ichsan Loulembah yang dia hadiri bersama politisi Sofhian Mile (Bupati Banggai 2011-2016).
Selamat jalan Chan.. gerbang husnul khatimah yang kau lalui membawa serta seluruh kebaikan dan kebajikanmu sebagai ibadah yang bermakna… |
Komentar