Oleh: Ahmad Ibrahim
(Praktisi Media, Tinggal di Ambon)
AJAKAN untuk menyemangati kembali Resolusi Ambon mengemuka di acara pembukaan Musyawarah Wilayah (Muswil) IX Muhammadiyah Maluku yang disampaikan oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. H. Irwan Akib, M.Pd.
Saat memberikan sambutan pembukaan Muswil yang diselenggarakan di Auditorium Kampus UNPATTI, Ambon, Jumat, (10/3/23), Prof Irwan menyoal pentingnya penguatan kedaulatan dan keadilan sosial melalui lima poin Resolusi Ambon yang pernah dicetuskan pada Sidang Tanwir Muhammadiyah yang dibuka Presiden Joko Widodo di Kota Manise, 24 Februari 2017, itu.
Saya yang datang dan bukan sebagai peserta di acara Muswil Jumat lalu dan juga bukan sebagai undangan “memaksa” kan diri hadir di pojok ruang auditorium sambil mencatat poin-poin penting. Termasuk menulis sambutan Gubernur Maluku Murad Ismail yang di awal pembukanya menyinggung soal tiga tingkatan kecerdasan: kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
Gubernur juga menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Maluku yang telah menyelenggarakan Muswil dengan tema: “Memajukan Maluku, Mencerahkan Indonesia,” itu.
Saya tentu berterima kasih kepada pengurus Muhammadiyah Maluku yang juga sahabat Bang Abdullah “Uya” Ely dan Ali Litiloly atas kesempatan sehingga saya bisa hadir menuliskan sambutan pembukaan Muswil sebagaimana yang saya tuliskan ini.
Hampir dapat dipastikan setiap gelaran Muhammadiyah semacam ini selalu ada hal baru. Ada nilai-nilai edukasi dan pencerahan yang disampaikan oleh tokoh Muhammadiyah. Tidak saja soal dakwah, tentu. Tapi juga terkait masalah kebangsaan, kedaulatan, kemiskinan, dan keadilan sosial.
Lalu apa saja isi lima poin Resolusi Ambon sebagaimana disentil Prof Akib itu? Pertama, sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, Bangsa Indonesia menegaskan tekad bahwa kemerdekaan adalah Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, modal politik, dan awal untuk mewujudkan cita-cita ideal menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Kedaulatan dan keadilan sosial adalah azas, nafas, dan tujuan yang menggerakkan bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan perdamaian dunia, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kedua, kedaulatan berarti kemerdekaan, bebas dari belenggu perbuatan yang bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan seperti penjajahan, penindasan, tirani, dan dominasi baik yang dilakukan oleh individu, kelompok, dan bangsa lain. Kedaulatan berarti kemandirian menentukan nasib sendiri dalam sistem pemerintahan, hukum, politik, kebudayaan, dan kepribadian yang konstitusional. Kedaulatan adalah ketahanan, kemampuan mengelola dan mempertahankan negara, menjaga keutuhan wilayah daratan dan lautan, mengolah sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, mengembangkan potensi sumberdaya insani tanpa diskriminasi, dan membentuk karakter bangsa yang kuat berdasarkan nilai-nilai spiritual, moral agama, sosial dan peradaban utama.
Ketiga, keadilan sosial berarti pemenuhan hajat hidup manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang sempurna. Keadilan sosial berarti pemerataan kesejahteraan secara proporsional bagi seluruh rakyat, siapapun dan dimanapun mereka berada dengan tetap memberikan penghargaan kepada yang berprestasi, kesempatan yang terbuka bagi yang mau bekerja. Pemihakan kepada yang Iemah, dan perlindungan bagi yang tidak berdaya. Keadilan sosial berarti keseimbangan, tidak adanya ketimpangan yang menganga, dan dominasi oleh mereka yang digdaya.
Keempat, cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan kedaulatan dan keadilan masih memerlukan perjuangan panjang dan komitmen yang tinggi oleh semua pihak baik pemerintah, partai politik, masyarakat madani, dan seluruh komponen bangsa. Semua pihak menyadari bahwa saat ini kedaulatan bangsa dalam pertaruhan dan seringkali dipertaruhkan oleh berbagai kelompok kepentingan yang dengan tamak sengaja menggerus pranata hukum, menguras kekayaan alam dan menggusur rakyat kecil demi mendapatkan tahta kekuasaan dan nafsu duniawi. Kesenjangan sosial yang terbuka antarkawasan, golongan, laki-laki dan perempuan, pekerjaan, dan etnis masih bahkan makin menjadi masalah yang serius. Jika tidak segera dilakukan langkah sigap maka kesenjangan sosial berpotensi memecah belah persatuan bangsa dan melumpuhkan gerak langkah bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita dan mengejar ketertinggalan dengan bangsa-bangsa lain.
Kelima, pemerintah harus tegas dan percaya diri melaksanakan kebijakan ekonomi yang pro rakyat kecil, menegakkan hukum dengan seadil-adilnya, mengelola sumberdaya alam dengan berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, menata sistem kepartaian yang lebih aspiratif terhadap masyarakat, mencegah dominasi kelompok tertentu yang dengan kekuatan politik, finansial, dan jaringan mendikte praktik penyelenggaraan negara. Negara tidak boleh takluk oleh kekuatan pemodal asing maupun dalam negeri yang memecah belah dan memporak-porandakan tatanan negara demi melanggengkan kekuasaannya. Untuk itu, pemerintah harus mendorong masyarakat madani berperan lebih luas sebagai kelompok kritis, penyeimbang, dan kontrol atas jalannya pemerintahan dan mitra strategis dalam memperkuat kedaulatan negara dan mewujudkan keadilan sosial.
Masalah kemiskinan dan keadilan sosial oleh Prof Akib harus menjadi fokus perhatian setiap anak bangsa tanpa kecuali warga Muhammadiyah Maluku. Sebab, salah satu pelopor dan penggerak penanganan kemiskinan dan ketidakadilan sosial adalah putera terbaik Maluku namanya DR. Said Tuhuleley, MM. Ia lahir 22 Mei 1953 di Desa Kulur, Pulau Saparua, Provinsi Maluku.
Almarhum Said Tuhuleley adalah intelektual muslim Tanah Air dan tokoh pengurus Muhammadiyah Pusat serta pionir yang separoh hidupnya dihabiskan untuk kerja-kerja kemanusiaan. Ia dikenal sebagai mujahid dakwah kaum dhuafa yang wafat di Jogyakarta 9 Juni 2015 lalu.
Said Tuhuleley adalah seorang Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat Muhammadiyah. Said juga pernah menjadi Sekretaris Majelis Pendidikan Tinggi Muhammadiyah yang mengelola seluruh perguruan tinggi Muhammadiyah di Indonesia.
Untuk mengabadikan namanya itu, PP Muhammadiyah meluncurkan program Klinik Apung Said Tuhuleley yang diresmikan Presiden Joko Widodo di Pelabuhan Waihaong pada Tanwir Muhammadiyah enam tahun lalu di Ambon itu.
Kini Klinik Apung Said Tuhuleley telah membelah samudera. Menerjang ombak dan gelombang di laut Maluku memberikan pelayanan kesehatan di pulau-pulau terpencil untuk kemanusiaan tanpa mengenal suku dan agama. Inilah satu-satunya klinik apung yang dipelopori Muhammadiyah di Maluku bahkan Indonesia.
Itulah mengapa di tengah pembukaan Muswil Prof Akib kelahiran Kota Parepare, Sulawesi Selatan, 2 Agustus 1963, ini memacu pengurus dan warga Muhammadiyah Maluku agar terus mengobarkan misi kemanusiaan yang telah dirintis Pak Said Tuhuleley.
Bagi Muhammadiyah dalam menjalankan misi dakwahnya sejak berdiri 1912 di Jogyakarta oleh KH.Ahmad Dahlan sangat care pada persoalan kebangsaan, keadilan sosial dan kemanusiaan. “Yang kami layani dalam misi sosial dan kemanusiaan itu tidak melihat latar belakang sosial dan agama. Islam atau bukan. Yang kami layani itu manusia. Jadi Muhammadiyah hadir untuk kemanusiaan bukan untuk diri sendiri,” ujar Prof Akib.
Itulah mengapa sampai akhir hayatnya almarhum Said Tuhuleley tak pernah berhenti berjuang pada masalah sosial, kemiskinan, dan kemanusiaan. Almarhum beranggapan bahwa bila masih ada ketidakadilan sosial dan politik maka perjuangan masalah kebangsaan dan kemanusiaan di Tanah Air tidak ada kata berhenti.
Itu pula mengapa sampai ajal menjemput Pak Said Tuhuleley oleh tokoh Muhammadiyah ia diabadikan sebagai aktivis seumur hidup. Sebagai tanda untuk mengenang jasa almarhum di bidang kemanusiaan melalui Resolusi Ambon hasil Tanwir Muhammadiyah diabadikanlah Klinik Apung Said Tuhuleley pada 24 Februari 2017 oleh Presiden Joko Widodo. Lalu, diikuti berdirinya Universitas Muhammadiyah 9 Januari 2021, dan disusul nanti pembangunan RSU Muhammadiyah di Kawasan Gemba, Pulau Seram.
Sejak berdiri Muhammadiyah di Maluku pada 1936 organisasi yang menjalankan misi utama amar makruf dan nahi mungkar itu tak sekadar konsep. Tapi hal itu telah diaplikasikan dengan prestasi dan karya ditandai oleh berdirinya sejumlah klinik dan lembaga kesehatan. Juga pendidikan, rumah sakit, dan perguruan tinggi dengan fokus utama terwujudnya keadilan sosial dan kemanusiaan tanpa melihat suku dan agama di seluruh pelosok Tanah Air.
Prof Akib menilai Resolusi Ambon merupakan tanda mata bagi Muhammadiyah tidak saja untuk Maluku tapi Indonesia. Ia mengajak semua pihak di Maluku baik lembaga sosial, lembaga kesehatan, lembaga pendidikan, Ormas Islam, organisasi politik juga bersama pemerintah daerah untuk bisa berkolaborasi dengan Muhammadiyah.
Dengan kemampuan membangun kerjasama akan tercipta generasi unggul dan berkemajuan. Tidak saja untuk Maluku tapi juga dapat mencerdaskan Indonesia serta mencerahkan semesta. “Di sini tentu ada andil dan tanda mata bagi Muhammadiyah. Juga menjadi simbol kemajuan pendidikan untuk anak-anak bangsa,” ujarnya.
Dengan tetap mengedepankan nilai-nilai Resolusi Ambon sebagai bagian penting dari upaya melepaskan generasi kita di Maluku dari keterbelakangan, kemiskinan, dan ketidakadilan sosial dan politik, Muhammadiyah Maluku harus menjadi lokomotif perubahan dalam mengatasi problem keumatan sebagaimana yang telah diperjuangkan putera Desa Kulur, Pulau Saparua Said Tuhuleley itu.
Kini di bawah nakhodah baru melalui Muswil IX telah memilih doktor yang juga dosen IAIN Ambon yang ahli Tafsir Al-Quran tentang kelautan DR.H.M.Taib Hansouw, M.Ag sebagai ketua Muhammadiyah Maluku, Sabtu, (11/3/23).
Semoga kedepan di tangan pengganti Ketua Muhammadiyah Maluku sebelumnya KH.Abdul Haji Latua itu mantan alumni Pesantren Gombara, Makassar, ini bisa membawa Muhammadiyah Maluku menjadi lembaga keumatan yang diperhitungkan. Tidak saja dalam memajukan masa depan generasi di Maluku dan mencerdaskan Indonesia tapi juga mencerahkan semesta
Komentar