Oleh: Asyari Usman
(Penulis adalah Jurnalis Senior Freedom News)
BANYAK orang yang skeptis. Tidak yakin Ferdy Sambo akan betul-betul dihukum mati oleh regu tembak atau tiang gantungan.
Wajar saja skeptis. Karena secara keseluruhan, penegakan hukum di Indonesia masih tebang pilih. Selain itu, kasus-kasus hukum di negeri ini selalu bisa dikanalisasi. Bisa diarahkan rutenya dan diganti destinasinya. Tergantung siapa yang ada di dalam kasus-kasus hukum itu. Atur-mengatur ini sudah berlangsung lama.
Vonis mati Ferdy Sambo pun termasuk yang dikhawatirkan bisa diatur. Banyak orang yang tidak percaya Sambo akan menemui ajalnya sesuai putusan pengadilan negeri Jakarta Selatan.
Orang-orang yang percaya vonis mati Sambo bisa digoreng, punya alasan. Ambil kasus Joko Tjandra sebagai contoh. Dia bisa mengatur aparat hukum agar bisa masuk ke Indonesia dalam status buronan. Bahkan, setelah sampai di Indonesia, Joko Tjandra bisa membuat e-KTP dan mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) dalam kasus korupsi Rp546 miliar terkait hak tagih (cessie) Bank Bali.
Joko Tjandra menyogok sejumlah perwira tinggi Polri agar bisa mendapatkan surat jalan domestik Indonesia. Dia juga menyogok Jaksa Pinangki Sirna Malasari untuk mendapatkan fatwa bebas dari MA. Pinangki menerika sogok sebesa US$500 ribu (sekitar Rp7 miliar). Pinangki dihukum 10 tahun penjara.
Hebatnya, pengadila tinggi Jakarta mengurangi hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun. Tak lama kemudian dia bebas bersyarat (17 Agustus 2022) setelah menjalani hukuman setahun lebih sedikit. Mantan jaksa korup ini diberi remisi tiga bulan. Dengan alasan dia punya anak usia 4 tahun. Enak sekali.
Proses mirip beginilah yang dikhawatirkan akan dimainkan untuk Sambo. Konon, ada aturan baru KUHP bahwa seorag terpidana hukuman mati akan dikurung selama 10 tahun. Kalau berkelakuan baik, vonis matinya bisa diubah menjadi hukman penjara seumur hidup atau 20 tahun.
Dengan demikian, andaikata dinyatakan berkelakuan baik, bisa saja hukuman mati Sambo nantinya diubah menjadi 20 tahun. Kalau kemudian dinyatakan berkelakuan sangat baik, mungkin pula hukuman 20 tahun itu didiskon menjadi 10 tahun. Kalau tahun berikutnya dinyatakan berkelakuan baik lagi, bisa saja sisa 10 tahun itu dipotong menjadi 5 tahun, dan seterusnya.
Sehingga, terbuka kemungkinan Sambo hanya akan menjalani hukuman 12-13 tahun. Yang 10 tahun hukuman pokok, yang 2-3 tahun hasil remisi.
Mungkinkah itu terjadi? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan pertanyaan juga. Yaitu, apakah ada yang tidak bisa disulap di Indonesia ini?
Jadi, akal-akalan untuk meringankan Sambo terbuka untuk dilakukan. Tetapi, ada faktor yang membuat itu tidak mungkin. Yaitu, kalau suasana sosial-politik Indonesia berubah drastis dalam 10 tahun mendatang, ketika Sambo menyelesaikan kurungan penjara masa pengamatan.
Dalam arti, kalau pemerintahan yang berkuasa saat Sambo mengakhiri kurungan wajib itu nantinya adalah rezim yang tidak memberikan celah untuk bermain, maka batallah mimpi untuk meringankan hukuman narapidana kelas berat itu.
Kontestasi pilpres 2024 akan menentukan bisa-tidaknya vonis Sambo diutak-atik. Jika pilihan rakyat untuk posisi presiden jatuh pada figur yang taat hukum dan lepas dari pengaruh oligarkhi jahat, maka Sambo bersiap-siaplah untuk menjalani hukuman penjara sampai mati. Atau bahkan menghadapi regu tembak.
Tetapi kalau posisi presiden dijabat oleh boneka oligarki konglomerat hitam, maka itu merupakan isyarat keringanan hukuman untuk Sambo. Bisa-bisa bebas setelah 10 tahun.
Kecerdasan rakyat dalam memilih presiden akan menentukan apakah Sambo bisa lolos dari regu tembak dan hanya akan menjalani hukuman penjara 12-13 tahun saja.
Jadi, tidaklah benar seratus persen bahwa Ferdy Sambo akhirnya bisa bebas.
15 Februari 2023
Komentar