Oleh: Yusuf Blegur
TAK bisa dipungkiri, semakin banyak prestasi Anies semakin banyak usaha mengkandaskan pencapresannya. Kekuatan oligarki dalam manifestasi cukong, partai politik dan mesin birokrasi hingga para buzzer, gigih memungut dan mendandani capres abal-abal yang terkesan dipaksakan. Anies memang tak pernah berhenti menghadapi upaya menjegalnya menduduki kursi presiden, terutama dari kaum begundal dan binal yang menggunakan politik kekuasaan dan sokongan dana haram.
Persfektif politik Indonesia terkait pilpres 2024, pada akhirnya bermuara pada dua mainstream.
Pertama, kontestasi para capres yang didukung pengusaha hitam dan keniscayaan partai politik yang cenderung mewujud oligarki.
Kedua, fenomena capres yang mewakili suasana batin dan kerinduan rakyat pada figur pemimpin yang jujur dan adil.
Capres oligarki yang notabene didukung sokongan dana dari pemilik modal besar dalam representasi korporasi maupun elite partai politik. Secara praktis menjadi dominan kampanyenya, meski mendapat respon skeptis dan apriori sebag8an besar rakyat. Sementara ada capres yang lahir dan berproses dari kinerja dan prestasi serta banjir simpati, empati dan euforia rakyat.
Ada beberapa capres yang dibesarkan oleh konspirasi jahat dengan hanya mengandalkan kekuatan kapitalistik dan transaksional, menutupi moral bejad dengan pencitraan serta menjadi badut para mafia.
Sementara hanya ada satu capres berkarakter yang dibanjiri dukungan rakyat. Seorang capres yang sudah terbukti dan teruji dengan prestasi bukan dengan janji-janji.
Saking kalapnya para capres imitasi itu memenuhi hasrat dan nafsu kekuasaannya, mereka melakukan segala cara namun tak mengukur kemampuan untuk menjadi orang nomer satu di republik ini.
Sama halnya dengan Jokowi presiden Indonesia 2 periode, saat ini berkuasa tapi tak berdaya karena tak punya jiwa kepemimpinan dan cenderung menjadi boneka oligarki. Begitupun capres-capres yang berasal dari irisan kekuasaan rezim itu, selain tak becus kerja juga tak ada prestasi yang membanggakan kecuali banyak gaya, banyak omong dan banyak berbohong.
Mirisnya, mereka tak malu dan tak bermartabat karena menggunakan uang dan fasilitas negara untuk kampanye capresnya. Lebih parah lagi dan sangat menjijikkan, para capres yang digadang-gadang karena memiliki hubungan struktural dengan partai politik itu, banyak terlibat skandal korupsi dan perilaku menyimpang, termasuk memanfaatkan politik untuk bisnis, gaya hidup hedon, hobi nonton film bokep dan masih banyak lagi kemiskinan ahlaknya.
Bagai kurcaci politik yang menjadi kacung dari majikannya yang berstatus oligarki. Para capres yang tak dikehendaki rakyat karena kebobrokan mentalnya itu, semakin ambisius dan menjadi penganut Machiavellis. Dengan segala sarana dan prasarana serta infra struktur politik yang ada, capres-capres busuk itu melakukan upaya “up grading” bagi dirinya dan “mendowngrade” lawan politiknya.
Bukan hanya memanipulasi dan kamuflase terhadap diri sendiri dalam pencapresannya, mereka juga secara terorganisir, terstruktur dan sistematik terus menjegal kompetitor capres potensialnya. Dalam hal ini yang paling menonjol adalah figur Anies Rasyid Baswedan, yang sering menjadi korban dari politik primitif dan barbar capres-capres biadab dan dalang di belakangnya.
Upaya menjegal Anies menjadi presiden yang dilakukan capres-capres dan sindikatnya, seperti orang-orang kesurupan dan layaknya manusia yang telah bersekutu dengan iblis. Capres-capres bermuka tembok dan tak pernah bercermin diri itu, layaknya robot atau monster yang dikendalikan kekuatan para mafia.
Mereka seperti gerombolan penikmat kekuasaan yang berlaku kriminal, sadis dan keji. Hanya kepada Anies, mereka berjibaku dengan cara apapun untuk menghentikan langkah pencapresan Anies dan kontestasinya dalam pilpres 2024. Tak kurang isu, intrik dan fitnah disebarkan, mereka juga melakukan framing jahat dan stereotif terhadap Anies.
Dengan semua uang dan jabatannya, mereka mengeliminasi prestasi Anies sekaligus berupaya menghancurkan reputasi dan kredibilitas Anies. Pasukan buzzer baik yang ada di partai politik maupun pemerintahan baik secara personal maupun institusional intens menggerus Anies. Kekuasaan jahat di negeri ini memang benar-benar tak menginginkan Anies sebagai presiden dan pemimpin yang teguh memperjuangkan kemakmuran dan keadilan rakyatnya.
Namun, emas tetaplah emas betapapun berkaratnya, dan mutiara tetaplah berkilau meski dibenamkan dalam lumpur. Demikian juga dengan Anies, kejujurannya, kerja keras dan ketulusannya serta komitmen dan konsistensinya sebagai pemimpin yang amanah. Membuatnya tak akan terpuruk walau diserbu perlakuan buruk oleh lawan-lawan politiknya dan anasir jahat di sekelilingnya.
Anies yang cerdas, santun dan terbuka, bukan hanya pemimpin berlimpah prestasi, ia juga telah memberi keteladanan bagaimana pikiran, ucapan dan tindakan itu menyatu pada seorang pemimpin. Terlebih dalam memberikan jiwa dan raganya untuk negara dan bangsa ini.
Insyaa Allah, Anies tidak hanya sekedar capres pilihan dan mendapat dukungan rakyat. Anies, karena kesolehan sosialnya senantiasa mendapat rahmat dan ridho Allah Subhanallahu wa ta’ ala. Betapapun kekuatan jahat menyerangnya, ada Allah yang menjaganya dan cukuplah Allah sebagai penolongnya.
Begitupun terhadap siasat menjegal dari para begundal dan binal dalam atmosfer politik di republik ini.
Akankah sifat Ketuhanan dan kemanusiaan merasuki partai politik yang sejatinya berasal dari rahim rakyat?. Sehingga partai politik dapat bersinergi dan melakukan elaborasi dengan rakyat, guna memilih, mengusung dan memenangkan Anies Baswedan dalam pilpres 2024.
Wallahu a’lam bishawab.
Catatan dari pinggiran kesadaran kritis dan perlawanan.
Komentar