Usia Capres Jadi Pertimbangan Anak Muda pada Pilpres 2024

TILIK.ID — Pillpres 2024 masih dua tahun lagi, namun atmosfir pencapresan makin terasa. Terlebih sudah ada parpol yang memutuskan dukungannya untuk calon presiden.

Dari sisi pemilih, ada banyak alasan tertenru yang bisa menentukan pilihannya. Masing-masing segmen pemilih mendasari pilihannya dari banyak preferensi

Segmen anak muda misalnya, diprediksi memilih calonnya berdasarkan usia capres sebagaimana dikemukakan analis politik Pangi Syarwi Chaniago.

Usia calon presiden, kata Pangi, menjadi salah satu pertimbangan penting anak-anak muda Generasi Z dan milenial dalam menentukan pilihan mereka pada Pilpres 2024.

“Soal umur menjadi perhatian mereka karena bisa merepresentasikan aspirasi mereka,” ujar CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting dikutip Jumat (15/7/2022).

Tak hanya usia, mereka juga cenderung mempertimbangkan penampilan fisik dan karakter calon pemimpin. Hal ini karena sebagian mereka tergolong pemilih yang mempertimbangkan kedekatan psikologis.

Walau begitu, menurut dia, ada juga sebagian dari mereka yang mendasarkan pilihan dari pengalaman dan kinerja capres. Pangi mengatakan porsi pemilih rasional ini sekitar 20 persen.

BACA JUGA :  Modus Menyerang Soeharto Untuk Bangkitkan PKI

“Sekitar 35 persen pemilih psikologis, 20 persen rasional, dan pemilih berbasis agama sekitar 5 persen,” kata Pangi.

Khusus untuk pilpres, katanya, jumlah pilihan calon yang maju turut menjadi pertimbangan anak muda. Berkaca pada Pilpres 2019, terbatasnya pilihan pada dua pasangan calon cenderung mengecewakan anak-anak muda.

Oleh karena itu, menurut dia, makin banyak pilihan calon akan meningkatkan keinginan anak-anak muda untuk datang mencoblos.

“Variannya tidak beragam. Itu yang membuat anak milenial, anak muda, merasa enggak ada yang mewakili mereka. Mereka bosan dan jenuh dan akhirnya golput,” tutur Pangi.

Mengenai golput atau golongan putih, menurut Pangi, hal ini juga karena anak muda merasa tak ada program dari calon pemimpin yang mewakili kepentingan mereka. Anak-anak muda, sambung dia, merasa pemilu tidak akan mengubah nasib mereka.

Untuk itu, menurut dia, para calon pemimpin seharusnya mampu membaca selera anak muda termasuk apa yang mereka inginkan. Dia mengingatkan anak-anak muda tergolong sangat kritis dan tidak mudah dimobilisasi dengan imbalan uang.

BACA JUGA :  Merdeka (1): Peninggalan Abad 20

“Kadang-kadang mereka juga sudah punya penghasilan, punya pekerjaan. Jadi partisipasi yang dimobilisasi, dibayar, anak-anak muda belum tentu tertarik dengan hal-hal begitu,” demikian kata Pangi.

Badan Pengawas Pemilihan Umum menyebutkan, berdasarkan data Pemilu 2019, terdapat 30 persen pemilih muda dari daftar pemilih tetap (DPT). Untuk Pemilu 2024, anggota Bawaslu Lolly Suhenty menyatakan pemilih muda dapat menembus 60 persen dari total suara pemilih. (tes)

Komentar