Luhut Musuh Demokrasi


Oleh: Isa Ansori
(Kolumnis)

BANGSA Indonesia sejak diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta sudah memilih jalannya, jalan demokrasi yang dipilihnya.

Wujud jalan demokrasi Indonesia itu kemudain pada tahun 1955 diadakan pemilu pertama, dan saat itu memilih Bung Karno dan Bung Hatta sebagai pasangan presiden Republik Indonesia yang pertama. Pasangan ini dikenal sebagai dwi tunggal bangsa Indonesia.

Sayangnya dalam perjalanan kepemimpinannya, PKI sebagai salah satu partai pemenang pemilu selain PNI, Masyumi dan Nu, mencoba merongrong kepemimpinan Bung Karno dengan pengaruh – pengaruhnya agar menyingkirkan Masyumi dan NU. Nampaknya pengaruh itulah yang kemudian menjadikan terjerembab nya Indonesia kepada demokrasi terpimpin dan melahirkan dekrit 5 Juli 1959, Kembali kepada UUD 1945 dan Pancasila.

Jalan demokrasi telah menjadi pilihan sebagaimana yang tertuang didalam UUD 1945 dan Pancasila.

Di dalam demokrasi Indonesia, diatur bahwa seorang Kepala Negara hanya dapat dipilih dua kali. Tidak dikenal istilah perpanjangan massa jabatan atau pemilu diundurkan. Sudah menjadi ketentuan yang harus ditaati bahwa pemilu diadakan setiap 5 tahun sekali.

BACA JUGA :  Tiga Skenario Jokowi Tumbang Sebelum 2024

Menurut ketentuan UUD NRI tahun 1945, yang termasuk pemilu adalah pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD serta pemilihan presiden dan wakil presiden.

Berkaitan dengan mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden diatur dalam pasal 6 A UUD 1945 dalam lima ayat berikut :

1. Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat

2. Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

3. Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah
provinsi di Indonesia, dilantik menjadi
Presiden dan Wakil Presiden.

4. Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

BACA JUGA :  Anggota DPR Darul Siska: Jangan Terlena Tingginya Kesembuhan Covid-19

5. Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang (UUD 1945)

Suka atau tidak suka bahwa massa jabatan Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan konstitusi dibatasi hanya dua kali. Tidak boleh ada lagi ambisi untuk menambah lagi massa jabatan karena hal hal tertentu apalagi hanya karena ambisi kekuasaan dan keserakahan.

Namun sayangnya paska Reformasi pemerintahan Jokowi dikotori dengan ambisi keserakahan kekuasaan yang konon diduga didalangi oleh Luhut Binsar Panjaitan yang dijuluki dengan menteri segala urusan.

Bahkan berdasarkan temuan dari beberapa media, Luhut diduga mengumpulkan beberapa ketua partai politik untuk memuluskan gagasannya tentang Jokowi tiga periode dengan cara memudurkan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden dengan alasan fokus pemulihan ekonomi yang katanya butuh kestabilan.

Luhut pun tak malu dengan gagasan yang merusak konstitusi bahkan dengan alasan ini negara demokrasi siapapun boleh berpendapat. Nampaknya Luhut lupa bahwa konstitusi telah mengharamkan membincang tentang pemunduran pemilu atau perpanjangan massa jabatan. Karena telah jelas bahwa pemerintah bersama DPR RI dan KPU sebagai penyelenggara pemilu telah menetapkan pemilu dilaksanakan tanggal 14 Februari 2024.

BACA JUGA :  LaNyalla: Menteri Harus Taati Presiden, Jangan Bicara Penundaan Pemilu Lagi

Bahkan yang terakhir para kepala desa yang tergabung dalam Asosiaai Kepala Desa Seluruh Indonesia dimobilisir untuk deklarasi Jokowi tiga periode.

Meski perlawanan dari rakyat, mahasiswa, buruh dan kalangan intelektual pro demokrasi sangat kencang, tapi Luhut tetap bergeming pada sikapnya bahwa pengusulan pemunduran pemilu dan perpanjangan massa jabatan itu bagian dari dinamika demokrasi.

Usaha merongrong konstitusi tak kan berhenti dilakukan meski mendapatkan perlawanan keras dari rakyat yang taat terhadap konstitusi dan demokrasi. Luhut akan tetap berusaha untuk memperjuangkan adanya pemunduran pemilu dan perpanjangan massa jabatan presiden Jokowi, karena Luhut sangat punya kepentingan dibalik perpanjangan massa jabatan tersebut.

Kalau itu benar- benar menjadi keyakinan Luhut dan berusaha dilakukan dengan melabrak konstitusi dan etika moral berdemokrasi maka tak salah kalau Luhut dikatakan sebagai musuh demokrasi.

Surabaya, 7 April 2022

Komentar