POLITIK ISLAMI


Bang Sem

AKTIVITAS politik praktis sering dipercayai banyak kalangan, sebagai proses untuk mencapai kekuasaan. Untuk itu, para politisi, pemburu kekuasaan, mendirikan partai politik.

Wadah yang mulanya didirikan sebagai tempat berhimpun mereka yang mempunyai kesamaan ideologi, tujuan, cinta-cita, dan pandangan hidup. Namun, seringkali berubah menjadi wadah untuk ‘berlatih memperebutkan kekuasaan’, ‘menciptakan friksi dan konflik’, dan akhirnya menjadi ajang memanjakan syahwat kekuasaan.

Di masa ketika pragmatisme politik dan politik transaksional menjadi habitus, seringkali praktik politik meninggalkan esensi dan asas pendiriannya, sebagai wadah untuk melakukan proses pendidikan politik bagi rakyat. Tak semata-mata untuk memburu kekuasaan.

Dalam Islam, politik dikenal sebagai ash shiyasah. Cara manusia mencapai tujuan hidupnya. Sebaik-baiknya shiyasah atau politik dalam Islam adalah shiyasah islamiyah atau politik islami. Politik yang membawa keselamatan dan kesejahteraan hidup bagi umat manusia, sejahtera di dunia, selamat di akhirat, dan terbebas dari malapetaka.

Karena itu, politik dalam Islam mesti dilandasi oleh akhlaq, yang dalam praktiknya berkembang sebagai fatsoen, etika, dan atau moralitas politik. Termasuk ketaatan asas terhadap aturan-aturan dasar konstitusional negara dan partai yang diyakini kebenarannya.

BACA JUGA :  Menepuk JIS, Terpercik ke Proyek Sendiri

Praktik-praktik politik yang mengabaikan konstitusi, apalagi mempermainkan dan mengaduk-aduk konstitusi adalah tindakan politicking yang mengarah ke aksi politik bar-bar.

Politik islami pun sangat jelas dalam pola manajemennya, mengandaikan prinsip-prinsip dasar budaya politik. Minimal: musyawarah dan muzakarah.
Musyawarah untuk mempertemukan gagasan-gagasan yang berbeda menjadi komitmen kolektif, yang diperjuangkan bersama secara konsisten dan konsekuen.

Muzakarah untuk mengembangkan dialog, saling menghormati berbagai perbedaan sikap dan pandangan. Dalam Islam, perbedaan adalah rahmat.

Bulan Ramadan, merupakan bulan yang bisa dimanfaatkan sedalam-dalamnya bagi seluruh politisi untuk belajar mengendalikan dirinya, untuk tidak selalu dimanjakan oleh syahwat kekuasaan.
Juga untuk menahan diri dari kemungkinan terjebak dalam kubangan friksi dan konflik, dan sungguh mampu bermusyawarah dan bermuzakarah dengan baik. Sekaligus mengembangkan akhlak politik.

Dalam hal berorganisasi, para politisi dapat belajar dari tata cara shalat berjama’ah. Ada kepatuhan terhadap pemimpin, ada juga hak kontrol atasnya.
Bahkan ada hak mufarraqah, keluar dari barisan, bila imam bersalah dan batal. Islam menghargai hak umatnya, dan umat terbaik adalah yang mendahulukan kewajibannya |

BACA JUGA :  DKPP Pecat Arief Budiman dari Ketua KPU RI

Komentar