Oleh: Tarmidzi Yusuf
(Pegiat Dakwah dan Sosial)
GONJANG ganjing kondisi politik Indonesia memasuki babak baru. Isu melemahnya posisi politik Jokowi-LBP. Indikasi gagalnya usulan presiden tiga periode. Hanya tiga partai dari partai koalisi Jokowi yang mendukung penundaan pemilu. Terbongkarnya big data bodong dan kebulatan tekad ala orde baru oleh APDESI abal-abal.
Seiring dengan itu, mulai maraknya gelombang aksi tuntut Jokowi mundur, baik disuarakan oleh Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) maupun mulai turunnya mahasiswa. Isunya sama: Jokowi Mundur.
Belum ada kejelasan, apakah Aksi 212 yang kembali turun ke jalan akhir-akhir ini yang menuntut dugaan penistaan agama oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas merupakan pemanasan menuju isu yang lebih besar? Hanya sebagai sasaran antara sebelum menuju sasaran akhir yang sebenarnya. Wallahua’lam.
Sayup terdengar. Rezim Jokowi harus berakhir pasca Idul Fitri tahun ini. Bakal ada gelombang massa besar-besaran pertengahan tahun 2022 menuntut Jokowi Mundur. Benarkah?
Tidak mudah menjatuhkan rezim Jokowi saat ini. Biasanya runtuhnya kekuasaan bila ada orang di sekitar kekuasaan bermain dua kaki. Sebelahnya di rezim, sebelahnya lagi kakinya menopang gerakan massa dari rakyat.
Diam-diam menteri Jokowi atau TNI dan Polri bermain dua kaki. Bertemunya dua kekuatan internal kekuasaan yang bisa mengendalikan tentara dan polisi ditopang dengan kekuatan massa jalanan seperti mahasiswa, ARM dan massa 212.
Bila ini terjadi, kemungkinan besar kekuasaan Jokowi akan jatuh. Kejatuhan Presiden Soeharto juga akibat adanya pejabat tinggi militer yang bermain dua kaki. Loyalis sekaligus penghianat Soeharto. Disamping gelombang massa reformasi yang besar dan meluas di seluruh Indonesia.
Ada tiga skenario saat Jokowi dipaksa mundur sebelum tahun 2024 oleh gerakan rakyat yang didukung militer atau kepolisian:
Pertama, skenario jika Presiden Jokowi mundur atau dimundurkan, maka otomatis wakil presiden menggantikan presiden sampai berakhirnya masa jabatan tahun 2024 (UUD 1945 pasal 8 ayat 1).
Skenario ini dapat terlaksana bila kondisi tuntutan rakyat hanya Presiden yang diminta mundur. Lain soal bila rakyat menghendaki turun dalam satu paket, presiden dan wakil presiden.
Lagian Ma’ruf Amin bukan dan tidak punya posisi strategis di partai. Beda posisi BJ. Habibie pada 1998 dengan posisi politik Ma’ruf Amin hari ini. Sulit Ma’ruf Amin diterima oleh partai politik. Bargaining position Ma’ruf Amin yang lemah menyulitkan skenario ini diterima semua pihak.
Lemahnya kiprah Ma’ruf Amin dapat kita lihat. Salahsatunya kasus menteri agama. Untuk menghentikan dugaan pelecehan terhadap Islam oleh Yaqul Cholil Qoumas pun tak mampu. Apalagi menghadapi gejolak politik pasca lengsernya Jokowi.
Kedua, presiden dan wakil presiden dituntut mundur secara bersama-sama. Maka menurut UUD 1945 pasal 8 ayat 3 pelaksana tugas kepresidenan adalah TRIUMVIRAT, yaitu Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan.
Dalam tempo selambat-lambatnya 30 hari MPR memilih Presiden dan Wakil Presiden baru yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Skenario kedua ini diprediksi pasangan yang akan muncul adalah yang diusung koalisi PDIP dan Gerindra dengan total suara 31,9 persen yang terdiri dari PDIP 19,33% dan Gerindra 12,57 persen, yaitu Prabowo Subianto-Puan Maharani. Hanya butuh 19,1 persen untuk memenangi pemilihan presiden dan wakil presiden di MPR. Ini mudah bagi Prabowo Subianto dan Puan Maharani untuk mendapat dukungan 50 persen + 1. Mimpi Prabowo menjadi Presiden ke-8 bakal terwujud.
Ketiga, mirip dengan peristiwa 1966 dan 1998. Terjadi chaos berkepanjangan sehingga Jokowi sebagai Presiden mengeluarkan semacam super semar atau Inpres 1998 tentang Panglima Komando Operasi Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional yang diberikan Soeharto kepada Wiranto.
Gonjang ganjing ABRI ketika itu. Diprediksi Wiranto tidak ‘berani’ menggunakan Inpres 1998 seperti Soeharto menerima super semar dari Soekarno. Kabarnya, Wiranto tidak diterima oleh massa reformasi dan isu pelanggaran HAM sedang mencuat ketika itu.
Mungkinkah Jokowi saat terdesak menerbitkan hal serupa seperti Soeharto pada 1998? Inpres kepada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa untuk mengambil alih kekuasaan dengan alasan memulihkan keadaan.
Mirip dengan peristiwa 1966 dan 1998. Akan ada semacam SUPER SEMAR atau INPRES kepada Panglima TNI. Bedanya dengan tahun 1966 dan 1998 adalah Soeharto menerima SUPER SEMAR. Sementara pada 1998, Wiranto yang ketika itu sebagai Panglima TNI tidak mau melaksanakan Inpres dari Presiden Soeharto.
Akankah Panglima TNI sekarang, Jenderal Andika Perkasa bila terjadi situasi seperti tahun 1966 dan 1998 mendapat semacam surat sakti Super Semar atau Inpres misalnya dari Presiden Jokowi? Tergantung situasi saat itu. Prediksi penulis, Jenderal Andika Perkasa akan mengambil alih kekuasaan seandainya ada surat mandat dari Jokowi.
Skenario ketiga ini bisa dianggap win-win solution bagi rezim Jokowi-LBP, HP dan MSP. Andika Perkasa sebagai RI 1 sementara Puan Maharani akan didapuk sebagai RI 2 sampai diselenggarakannya Pemilu tahun 2024. PS benar-benar gigit jari.
Sekadar mengingatkan kembali. Dalam enam masa kepresidenan Indonesia. Tiga presiden turun di tengah jalan dan dua presiden lagi meneruskan sisa jabatan dan hanya Presiden SBY tuntas hingga masa jabatan berakhir.
Soekarno misalnya, jatuh setelah ada peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI. Sementara Soeharto berhenti di tengah jalan setelah kondisi politik dan ekonomi memaksa Soeharto turun. Terakhir, Abdurrahman Wahid lengser akibat skandal bulog.
Tiga presiden habis masa jabatan. Dua diantaranya, BJ. Habibie dan Megawati Soekarno Putri meneruskan setelah Soeharto dan Gus Dur turun di tengah jalan. Hanya Susilo Bambang Yudhoyono, satu-satunya Presiden Indonesia dua periode selamat sampai masa jabatan berakhir.
Jokowi sebagai Presiden Indonesia ke 7 sedang menghadapi tantangan sangat berat. Ekonomi morat marit, utang menggunung, keuangan negara cekak, barang pokok dan bbm mahal, gejolak politik dalam negeri dan isu adanya anggapan di masyarakat bahwa secara de facto PKI telah berkuasa. Hal inilah yang bisa memicu krisis politik berujung lengsernya Jokowi.
Bertahankah rezim Jokowi-LBP hingga tahun 2024? Lihat dan tunggu dalam beberapa pekan ke depan apa yang akan terjadi.
Sekarang bulan Ramadhan. Perbanyaklah berdoa untuk kebaikan bangsa dan negara Indonesia. Mintalah presiden yang melaksanakan Pancasila dan UUD 18 Agustus 1945 secara murni dan konsekuen.
Bandung, 3 Ramadhan 1443/5 April 2022
Komentar