Oleh: Tarmidzi Yusuf
(Pegiat Dakwah dan Sosial)
TIGA periode sudah mentok. Perpanjangan masa jabatan presiden nggak laku. Tunda pemilu ditolak mayoritas partai parlemen. Rakyat pun ramai-ramai menolak.
Risiko politik terlalu besar bila tiga periode dan tunda pemilu dipaksakan. Berpotensi revolusi sosial. Akan banyak menelan korban jiwa. Kasihan rakyat menjadi korban.
Apalagi yang ngotot minta tiga periode dan tunda pemilu itu Opung. Sekarang Opung turun gunung setelah ketua umum partai gagal jualan penundaan pemilu.
Akan kemana Jokowi bila keukeuh tiga periode dan menunda pemilu? Gosip namanya juga gosip. Makin digosok makin siiiiip.
Beredar isu Megawati setuju tiga periode asal Jokowi mengambil Puan Maharani sebagai Calon RI 2. Masak sih? Secara electoral tidak mungkin. Bunuh diri politik itu namanya. Ceruk suaranya sama. Berasal dari kolam yang sama. Merah-merah. Sulit untuk menang. Sudah melanggar konstitusi, kalah pula. Malu lagi. Akhirnya ada yang bunuh diri di pohon tomat.
Isu duet Jokowi-Puan sengaja dilontarkan, memecah kongsi Megapro, Megawati-Prabowo. Kabarnya Megapro telah bersepakat mengusung Prabowo-Puan.
Sekadar pelajaran. Terlepas kontroversi hasil Pilpres 2014 dan 2019. Tahun 2014, duet Jokowi-JK. Jawa dan luar jawa. Merah kuning kehijau-hijauan. Menang. Demikian pula 2019. Duet Jokowi-Ma’ruf, merah hijau semangka. Lagi-lagi menang.
Apa tidak sebaiknya Jokowi dan LBP mulai berfikir realistis. Sudahi isu tiga periode dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Misalnya, Jokowi mulai serius mendukung Ganjar Pranowo. Ragu. Tiket PDIP harga mati untuk Puan Maharani. Kan masih ada Golkar. Apalagi pengaruh LBP cukup besar di Golkar. Airlangga Hartarto sudah tersandera.
Atau melirik Andika Perkasa. Coba disandingkan dengan Puan Maharani. Peluang menang ada tapi bukan jaminan. Elektabilitas berada di zona merah. Belum aman.
Mungkin Jokowi mencoba peruntungan baru. Cawapresnya Prabowo Subianto. Duet yang dielus-elus oleh bosnya Indo Barometer, Muhammad Qodari, Prabowo-Jokowi. Kok rela jadi ban serapnya Prabowo. Turun tahta dong. Gantian atuh turun tahtanya, bisik pendukung Prabowo.
Lalu? Secara politik dan hukum, Jokowi lebih aman dan soft mendukung siapa? Anies Rasyid Baswedan lah. Apalagi Anies orang baik. Pemaaf dan berhati lembut. Berjiwa mulia. Merangkul demi merah putih.
Peluang Anies menang Pilpres 2024 sangat besar. Belum bekerja apa-apa elektabilitas dan popularitas Anies sudah nongkrong di tiga besar bersama Prabowo dan Ganjar.
Bayangkan bila Anies sudah turun gunung akhir Oktober 2022 nanti, tentu gelombang dukungan terhadap Anies makin besar. Gubernur Jakarta rasa presiden ini sudah sangat meng-Indonesia.
Anies Presiden, Jokowi bisa jadi Penasehat Presiden Anies. Posisi sangat terhormat. Setiap saat bisa berada di samping Anies. Lebih terhormat daripada jadi wakil presidennya Prabowo.
Publik akan membela Jokowi bila berada di barisan pendukung Anies. Jokowi akan dimaafkan. Toh… jejak Anies sama dengan Jokowi. Sama-sama pernah berkantor di Medan Merdeka Selatan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Lagian dan ini tidak boleh lupa, Anies pernah menjadi Timsesnya Jokowi-JK.
Daripada kasak-kasuk mengikuti pembisik dan tipuan lembaga survei yang akan menjerumuskan Jokowi, lebih baik Jokowi berada di barisan pendukung Anies Baswedan. Calon presiden merakyat dan pembela wong cilik. Rakyat tentu saja akan mengenang Jokowi sebagai tokoh yang berjiwa besar dan pro perubahan.
Apa salahnya Jokowi mengikuti jejak SBY. Legowo mengantarkan Jokowi ke Istana. Sekarang saatnya Jokowi seperti SBY, antar Anies berkantor di Medan Merdeka Utara. Merdeka!
Bandung, 15 Sya’ban 1443/18 Maret 2022
Komentar