Muhammdiyah Teroris?

Oleh Ahmad Khozinudin                    (Sastrawan Politik)

TIGA orang kader Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Bengkulu ditangkap Densus 88 atas tuduhan terlibat jaringan terorisme.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas meminta jika memang terlibat, supaya yang bersangkutan jangan ditahan berlama-lama tanpa diproses. Dirinya mengharapkan supaya kasusnya sesegera mungkin dilimpahkan ke pihak kejaksaan untuk kemudian oleh kejaksaan masalahnya bisa dibawa ke pengadilan untuk supaya kasusnya bisa diadili supaya jelas duduk perkaranya oleh masyarakat.

Selama ini, isu perang melawan terorisme tidak jelas. Isu ini seolah melegitimasi bolehnya bertindak zalim berdalih memerangi terorisme. Sementara hingga saat ini, tidak jelas apa dan bagaimana yang dimaksud terorisme.

Atas dalih ‘terpapar, atau ‘terlibat’ bahkan hanya dengan nomenklatur ‘terindikasi’, setiap orang dengan mudahnya ditangkap dan ditahan. Padahal, tidak ada satupun bukti tindakan teror yang dilakukan.

Sebut saja Ustadz Farid Okbah atau Munarman. Sampai saat ini, tak ada bukti keduanya melakukan tindakan teror. Tapi keduanya, ditangkap dan dituduh melakukan tindakan terorisme.

BACA JUGA :  Mengenang Edi, Membayangkan KAHMI

Dalam sidang Munarman, terbukti terorisme hanya disematkan berdasarkan testimoni de auditu. Hanya berdasarkan keterangan saksi yang ‘katanya dan katanya’. Tak ada satupun bukti atau saksi yang mengetahui, melihat atau mengalami tindakan teror dari Munarman.

Celakanya, UU terorisme telah memberikan legitimasi kepada Densus 88 untuk berbuat zalim. Jika dalam perkara biasa tersangka berdasarkan KUHAP hanya bisa ditahan maksimal 60 hari, namun dengan dalih melakukan terorisme Densus dapat menahan hingga total 201 hari (nyaris 7 bulan).

Di tingkat status terduga, bisa diamankan 14 tambah 7 hari atau totalnya 21 hari. Dalam status Tersangka, ditahan 120 ditambah 60 hari, totalnya 180 hari.

Yang membuat jengkel, semua kasus terorisme berawal dari penangkapan. Padahal, UU terorisme tidak mengamanatkan Densus wajib untuk menangkap, menangkap hanya dapat dilakukan jika orangnya lari atau kabur.

Faktanya? Munarman ditangkap, padahal dia tidak kabur. Alamatnya juga jelas, sehingga setiap saat bisa dilakukan pemanggilan. Ustadz Farid Okbah tidak kabur. Alamatnya juga jelas, sehingga setiap saat bisa dilakukan pemanggilan.

BACA JUGA :  Konser yang Menyinggung Umat Islam

Selama ini War on Terorisme adalah isu yang diimport rezim dari Amerika. Hakekat War on Terorisme adalah War on Islam.

Mereka, berdalih bukan memerangi Islam. Tapi faktanya yang ditangkapi semuanya umat Islam. Ketika teror itu dilakukan non Islam, buru buru tidak ada label teroris (kasus bom Alam Sutera).

Begitu pula apa yang terjadi saat ini. Narasi terorisme, sudah berani merengsek dan menohok ke Muhammadiyah. Pasti Densus mengelak, bukan mentarget Muhammadiyah. Meskipun faktanya kader Muhammadiyah sekarang juga ditangkapi.

Kalau semuanya diam, semua juga akan menjadi korban penangkapan Densus. Isu terorisme ini mulanya juga hanya menyasar kelompok Islam tertentu.

Namun karena umat Islam diam, tidak membela dengan dalih tidak mentarget dirinya dan organisasinya, akhirnya isu terorisme ini semakin liar. Sudah berani digunakan untuk melabrak MUI, hingga untuk menangkapi kader Muhammadiyah.

Jangan cuci tangan dan buang badan, kalau Anda tabayun tentulah keterangan Ust Farid Okbah dan Munarman lebih kita percaya ketimbang Densus. Anda harus menolong saudara Anda, bukan malah buang badan dan cuci tangan dengan memecatnya.

BACA JUGA :  Madam dan Pak Lurah Keluarlah

Komentar