Cukup Serahkan Anies Sajalah!

Oleh: Isa Ansori
(Kolomnis)

ADA masa lalu dan ada masa kini serta ada juga masa depan. Dari masa lalu kita belajar untuk menjalani masa sekarang dan masa depan. Begitu juga masa sekarang, masa yang sedang kita jalani, kita belajar tentang hal hal baik dan tidak baik agar kita bisa menggagas masa depan serta menjalaninya lebih baik untuk diri kita dan anak cucu kita.

Para pendiri bangsa sebagai pelajaran masa lalu telah meletakkan dasar pondasi masa depan berbangsa, bahwa tujuan dari berbangsa ini adalah untuk menjalankan pengelolaan bangsa ini dengan bersandar pada Pancasila dan UUD 1945 dengan tujuan mensejahterakan dan mencerdaskan serta membangun perdamaian antar bangsa dan antar manusia.

Jatuh bangun mencari model pendekatan untuk mencapai tujuan itu dan dari peristiwa itu pula kita bisa belajar mana yang baik dan cocok untuk dijadikan model berbangsa dan bernegara di negara Indonesia yang kaya raya ini.

Sudah ada 4 masa yang kita jalani dalam berbangsa dan bernegara ini. Pertama masa pra kemerdekaan, dari masa itu kita bisa belajar bagaimana menggalang persatuan antar berbagai elemen bangsa untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Sumpah Pemuda yang melahirkan keyakinan Indonesia satu satunya sebagai bahasa, bangsa dan tanah air di baliknya ada pengorbanan yang luar biasa dari mereka.

Pengorbanan untuk meletakkan ego pada tingkat yang serendah rendahnya hingga merasa bersama sebagai anak bangsa, empati antar sesama dan pada akhirnya mereka bisa bersinergi dan berkolaborasi untuk merebut kemerdekaan. Pada puncaknya, kemerdekaan Indonesia bisa diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.

BACA JUGA :  Kadrun, Kadrun, Berilah Penguasa Uang

Kedua, masa paska kemerdekaan sampai masa kepemimpinan orde lama. Pada masa ini bangsa ini tidak sepenuhnya mendapatkan kemerdekaan, terbukti kelompok penjajah masih berusaha kembali lagi untuk menguasai Indonesia dengan berbagai dalih. Di bawah duet kepemimpinan Soekarno – Hatta, Indonesia bisa melewati itu semua, meski didalam internal pemerintahan juga mengalami gejolak dan rong rongan. Sampai pada akhirnya jatuhnya Orde Lama di bawah kepemimpinan Soekarno. Dari masa itu kita bisa belajar bagaimana mengelola perbedaan dan ancaman luar serta rongrongan dari dalam, terutama sikap khianat partai komunis.

Hal baik yang bisa kita ambil adalah semangat mempertahankan kemerdekaan yang sudah menjadi komitmen untuk dijalankan, sehingga masing – masing bisa saling menguatkan, meski ada juga hal tidak baik yang bisa jadi pelajaran agar tidak terulang, yaitu keberpihakan pada satu kelompok yang dianggap khianat dengan tujuan agar tidak terjadi perpecahan, namun pada akhirnya sikap khianat akan tetap khianat.

Ketiga, masa orde baru. Pada masa ini kita bisa belajar tentang bagaimana menjadikan negara yang kuat dan stabil meski pada akhirnya juga terjerumus pada pengelolaan negara yang otoriter dan menjadikan TNI dan Polri sebagai alat kekuasaan. Negara mengalami kemunduran dalam berdemokrasi, negara terjebak kepada otoritarianisme dan memberi perlakuan khusus kepada cukong dan oligarch. Keadaan seperti menjadikan keresahan di kalangan masyarakat terutama para intelektual dan masyarakat terdidik lainnya.

BACA JUGA :  Ike Muti dan Para Buzzer Habitat Gorong-Gorong

Dari masa ini kita bisa belajar tentang kolaborasi dan sinergi serta menempatkan fungsi secara tepat keberadaan TNI dan Polri agar benar benar menjadi alat kita bernegara dan mencapai tujuannya. Kita juga bisa belajar bagaimana membangun Demokrasi yang baik dengan saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada.

Ke empat, masa reformasi, pada masa ini semangat untuk memberantas korupsi kolusi dan nepotisme yang menjadi penyakit masa orde baru menjadi semangat kita membangun negara yang baik terbebas dari itu semua. Ada kebebasan berpendapat yang dihargai, sehingga pada masa ini kita mengalami masa euforia yang menyebabkan kita lengah.

Pada masa ini, penyakit masa lalu yang merongrong bangsa ini hadir menjelma bermutasi menjadi wajah baru, partai Komunis Indonesia bangkit menyusup kedalam pemikiran bangsa melalui partai politik dan melalui cara berpikir baru yang digandrungi anak anak sekarang, penumpang gelap reformasi tumbuh subur dan mendapatkan tempat atas nama kebebasan, terlebih para pengkhianat yang juga menjadikan pengkhianatan ini menjadi profesinya dengan menggunakan uang negara, reformasi dibajak ditengah jalan oleh parpol yang merampas kedaulatan rakyat, bangsa ini kehilangan empati dan kebersamaan, kehilangan kemampuan berpikir rasional dan objektif.

BACA JUGA :  Azis Syamsuddin Mundur dari Wakil Ketua DPR RI

Persatuan terkoyak, keadilan sudah pada titik nadir, kolusi, korupsi dan nepotisme semakin telanjang. Dari masa ini kita bisa belajar bagaimana menjalankan amanat reformasi agar tidak terjerumus pada pemecah belahan bangsa dan merawat keadilan dan keberpihakan pada rakyat agar demokrasi berjalan dengan baik dan benar.

Memasuki era gerbang pergantian kepemimpinan nasional, tentu kita tak ingin pelajaran masa lalu yang kelam terus merongrong upaya kita membangun Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang adil makmur dan berpihak kepada rakyat agar sejahtera. Haruskah kita pesimis? Tidak. Dari Ibu Kota Indonesia, DKI Jakarta kita mendapatkan energi optimisme membangun Indonesia.  Anies Baswedan, Gubernur DKI memberi harapan untuk Indonesia lebih baik.

Anies bekerja tanpa keramaian, sepi dari publikasi, tapi dengan senyum dan kesabaran Anies berusaha konsisten membayar semua janjinya kepada rakyat Jakarta. Mas Anies adalah harapan Indonesia masa kini dan masa depan. Cukuplah Mas Anies saja mengantarkan Indonesia memasuki masa depan dengan bonus demografinya. Anies tak ingkar janji, Anies memenuhi janji janji politiknya. Jakarta menjadi contoh baik bagaimana Anies mengelola sumber daya yang ada. Semoga Mas Anies tetap baik baik saja. Indonesia menunggumu.

Surabaya, 31 Januari 2022

Komentar