Jumhur Hidayat Cs Demo Kedubes RRC: Kemlu RI Jangan Jadi Antek Beijing

TILIK.ID — Meski sudah dipenjarakan, aktvis Jumhur Hidayat tak lantas diam
melihat komdisi bangsanya. Mantan Ketua BNP2TKI ini kembali turun ke jalan memimpin demo di Kedutaan Besar China di Jakarta, Rabu (8/12/2021).

Bersama puluhan massa dengan mengatasnamakan Front Anti Dominasi Asing, Jumhur mendesak Pemerintah Republik Rakyat China (RRC) menghentikan provokasi-provokasi terhadap kedaulatan NKRI di wilayah Natuna Utara.

Aksi massa ini menanggapi tuntutan RRC yang meminta menghentikan kegiatan pegeboran minyak dan gas alam di wilayah perairan Natuna.

“Hentikan segala bentuk intervensi baik langsung maupun tidak langsung kepada pemerintah RI karena kami rakyat Indonesia tidak bodoh dan buta,” katanya saat aksi di Kantor Kedutaan Besar RRC, Rabu (8/12/2021).

Puluhan massa yang berkumpul di depan pintu gerbang Kantor Kedubes RRC tersebut membentangkan spanduk bertuliskan “Kemlu RI Jangan Jadi Antek Beijing, Protes Dong ke RRC!” dan pamflet-pamflet protes atas diamnya pemerintah Indonesia.

Dalam pernyataan sikapnya, Jumhur menyampaikan bahwa sejak pemerintahan Joko Widodo berkuasa, hubungan RI-RRC terus menguat. Ini seperti ada rindu yang terpendam lebih dari 10 tahun. Sebab saat Pemerintahan Megawati kedekatan yang mulai dibangun saat itu tidak berlanjut akibat terjadinya pergantian kekuasaan kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

BACA JUGA :  Ini Kiat Mudah dari Dokter UI untuk Tingkatkan Saturasi Oksigen
Aksi demo Kedubes RRC di Jakarta, Rabu (8/12/2021).

Gejala ini terus dirasakan karena berbagai kerjasa antara RI dan RRC semakin terasa asimetris dengan mengubah berbagai aturan penting demi melayani RRC.

“Dan menurut hemat kami kerjasama tersebut lebih banyak merugikan RI,” kata Jumhur.

Di antara layanan yang diberikan demi kerjasama dengan RRC adalah paket perjanjian kerjasama dengan RRC atau investor dari RRC yang mengharuskan Pemerintah melakukan berbagai kebijakan untuk mempermudah masuknya tenaga kerja asing, melegalkan diskriminasi dalam pengupahan, pembelian komponen dan barang modal untuk dari RRC, perlakuan bebas pajak, pembangunan infrastruktur dengan skema OBOR (one belt one road), padahal belum diperlukan Indonesia.

“Layanan lain kepada RRC adalah pembentukan UU Omnibus Law yang gamblang telah dinyatakan MK (Mahkamah Konstitusi) sebagai inkonstitusional,” kata Jumhur.

Dan dari berbagai hubungan kerjasama asimetris tersebut, publik dikejutkan dengan intervensi langsung atas kedaualatan NKRI di wilayah Laut Natuna Utara dengan melarang aktivitas pengeboran Migas. (lms)

Komentar