Mahfud MD: Pakai Dana Besar dengan Itikad Baik dan Sesuai UU Tidak Melanggar Hukum

TILIK.ID — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Perppu No 1 Tahun 2020 sempat meninbulkan kritikann karena dicurigai untuk melakukan korupsi.

Kecurigaan itu bettambah setelah DPR RI menyerujui menjadi UU No 2 Tahun 2020 temtang penanggulangan dan penanganan pandemi Covid-19. Dalam salah satu pasal, UU itu dinilai akan dimanfaatkan untuk menggarong uang negara dengan menggunakan hukum.

Pasal itu berbunyi (ayat-2) bahwa pejabat dianggap tidak melanggar hukum jika menggunakan anggaran dengan besaran apa pun ‘selama dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Padahal, menurut Mahfud MD, alasan pemerintah dalam mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2020 tersebut adalah untuk menangani pandemi Covid-19 secara konsisten terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

“Menurut hukum keuangan, Pemerintah bisa dianggap melanggar UU jika belanja APBN mengalami defisit anggaran lebih dari tiga persen dari PDB. Nah, waktu itu untuk menanggulangi Covid-19, diperkirakan akan terjadi defisit lebih dari tiga persen, sehingga untuk melakukan tindakan cepat, Pemerintah membuat Perppu,” kata Mahfud.

BACA JUGA :  Geisz: Percuma Laporkan Abu Janda, yang Fitnah Anies Tak akan Diproses

Belakangan, Perppu yang sudah menjadi UU itu diajuklan ke MK untuk dilakukan uji materi dan hasilnya MK memperkuat frasa yang ada di Pasal 27 ayat (2) bahwa pejabat dianggap tidak melanggar hukum jika menggunakan anggaran dengan besaran apa pun ‘selama dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.’

Oleh MK, ujar Mahfud MD, frasa tersebut dikuatkan ke Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) sebagai ‘conditionally constitutional.’.

Dengan demikian, putusan pemerintah memiliki dasar hukum yang jelas dan mengedepankan kepentingan bersama, yakni untuk menangani pandemi Covid-19.

Melalui penjelasan tersebut, Mahfud memberi jawaban berbasis data atas banyaknya kritik dari masyarakat.

“Di negara demokrasi itu, menjawab kritik dan mengadu logika adalah bagian dari mujadalah, mencari kebenaran. Silahkan kritik, dan izinkan yang dikritik menjawab dan mengkritik balik,” kata Mahfud dalam siaran tertulisnya, Ahad (14/11/2021).

Mahfud mengatakan Pemerintah Indonesia sama sekali tidak anti kritik, tetapi menjawab kritik dengan data.

“Jika pemerintah menjawab kritik untuk membandingkan pendapat dan data, jangan dicap (sebagai, red.) anti kritik,” katanya. (mbs)

BACA JUGA :  Gagal Dicovidkan, Akankah HRS Dipidanakan?

Komentar