Stadion Utama GBK Seperti Tidak Bersahabat bagi Tim Indonesia

TILIK.ID — Ada pendapat yang sejak lama diakui banyak pihak tentang Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) yang tampak angker namun tidak besahabat dengan timnas sepakbola Indonesia.

Dilihat dari faktanya, memang benar Indonesia sudah lima kali kandas di final yang justru terjadi di stadion bersejarah tersebut sejak juara SEA Games 1987.

Terakhir, Timnas Indonesia U-23 gagal juara di Piala AFF U-23 2025. Garuda Muda kalah 0-1 melawan Vietnam U-23 pada laga final yang berlangsung di GBK, Selasa (29/7/2025) malam WIB.

Kembali kalah ini membuat Indonesia urung berpesta di GBK. Indonesia gagal lagi di final di GBK pada SEA Games 1997. Tim Merah-Putih saat itu kalah lewat adu penalti setelah imbang 1-1 sampai tambahan waktu.

GBK kembali tidak bersahabat pada Piala AFF 2002, yang saat itu masih bernama Piala Tiger. Indonesia dikalahkan Thailand lewat adu penalti setelah duel imbang 2-2.

Derita Indonesia di GBK berlanjut pada final Piala AFF 2010. Sempat kalah 0-3 pada leg pertama di markas Malaysia, Indonesia kemudian membalas menang 2-1 di GBK pada leg kedua. Namun hal itu belum cukup karena kalah agregat 2-4.

Indonesia kembali kalah di final SEA Games 2011 yang bergulir di GBK. Sempat bermain 1-1 dengan Malaysia sampai extra time, Indonesia kemudian kalah lewat adu penalti.

Kekalahan Indonesia pada laga final yang bergulir di GBK terjadi pada ajang SEA Games 1997, AFF (Piala Tiger) 2002, AFF 2010, SEA Games 2011, AFF U-23 2025.

Mengapa timnas sepakbola Indonesia selalu gagal saat final di Stadion Utama GBK, padahal setiap final fans fanatik timnas begitu membeludak.

Stadion GBK dibangun pada tahun 1958 sebagai bagian dari persiapan Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV tahun 1962.

Semula, stadion ini bernama Stadion Utama, dan memiliki kapasitas 100.000 penonton, menjadikannya salah satu yang terbesar di dunia pada masanya menurut Scribd.

Presiden Soekarno berperan penting dalam ide pembangunan GBK, yang bertujuan untuk menyelenggarakan Asian Games IV. Dana pembangunannya berasal dari Uni Soviet dengan skema pinjaman lunak, termasuk mengirimkan tenaga ahli untuk membantu konstruksinya.

GBK dibangun di kawasan Senayan, yang saat itu merupakan daerah dengan lahan rawa dan perkampungan.

Nama stadion sempat diubah menjadi Stadion Senayan pada masa Orde Baru, namun kemudian dikembalikan menjadi Gelora Bung Karno pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid.

GBK telah beberapa kali mengalami renovasi, termasuk untuk persiapan Asian Games ke-18 pada tahun 2018.

GBK juga berfungsi sebagai tempat rekreasi, sosial budaya, dan bahkan ekologi untuk kota Jakarta.

Stadion Utama GBK memiliki kapasitas sekitar 77.193 penonton dengan kursi tunggal flip up, sesuai standar keamanan FIFA.

Stadion ini juga dilengkapi dengan fasilitas modern seperti sistem drainase canggih, panel surya, dan akses ramah difabel.

Sayangnya, stadion besar dan tertua, bahkan angker bagi tim tamu begitu menguntungkan timnas sepakbola Indonesia. |••