TILIK.ID — Pengamat politik Eep Saifuloh Fatah mengajak rakyat Indonesia menghentikan pelanggaran yang dilakukan Jokowi selaku presiden. Dan karena pelanggaran itu, Joko Widodo harus dilengserkan.
Jika pelanggaran itu diiarkan, maka akan menjadi template bagi presiden lain. Oleh sebab itu, presiden Jokowi yang melanggar konstitusi harus dilawan.
Pendiri Pollmark itu mengatakan hal terebut saat menjadi narasumber di hadapan puluhan relawan yang disiarkan Live di Metro TV pada Sabtu (9/3/2024).
Pada acara itu hadir pula pengamat politik Prof Ikrar Nusa Bakti. Capres 01 Anies Baswedan dan Capres 03 Ganjar Pranowo juga menyampaikan pandangannya secara daring.
Menurut Eep, Pemilu 2024 adalah pemilu paling brutal, pemilu paling brengsek yang pernah terjadi sepanjang sejarah reformasi. Aktornya ialah presiden, penyelenggara pemilu, dengan keuntungan untuk keluarga.
“Ini Pemilu paling buruk sepanjang sejarah, yang saya paham ini adalah Pemilu yang paling brutal, Ini Pemilu yang paling brengsek dari semua Pemilu yang pernah kita miliki selama reformasi,” katanya.
Mengapa Jokowi harus dilengserkan? Menurut Eep, pada Pemilu tahun 2024 ini kita punya tiga lampu sorot. Lampu sorot pertama itu adalah menyorot kepada presiden Jokowi. Lampu sorot kedua adalah penyelenggara Pemilu, dan lampu sorot ketiga adalah kontestan Pilpres 2024.
Khusus lampu sorot pertama, yaitu Presiden Jokowi, kata Eep, yang kita temukan adalah presiden yang melanggar konstitusi, presiden yang melanggar sejumlah undang-undang.
“Menurut saya, pada Pemilu 2024 presiden telah melakukan pelanggaran konstitusi. Hal ini tidak boleh dibiarkan,” ujar Eep.
Dikatakan, adalah dosa sejarah bagi setiap orang Indonesia membiarkan pelanggaran konstitusi dan undang-undang oleh presiden. Pelanggaran tidak boleh dilakukan.
“Apapun hasilnya bahwa perjuangan untuk menuntut agar ini diadili, ini diperkarakan sampai tuntas. Kalau kemudian ujungnya ada pihak yang kalah secara politis, itu adalah hal lain. Jadi perjuangan kita belum sama sekali selesai,” ujarnya.
Presiden, yang dalam istilah sehari-hari melakukan cawe-cawe yang bablas, sebetulnya sumbernya adalah pelanggaran konstitusi dan sejumlah undang undang. Ini tidak bisa dibiarkan.
“Sebagai warga negara, posisi saya tidak berubah sejak akhir tahun lalu, bahwa Presiden Jokowi harus dimakzulkan. Ini kesimpulan pertama yang sangat penting sebagai bagian dari Pemilu tahun 2024,” jelas Eep.
Jika tidak dilengserkan, menurut dia, maka semua presiden dengan sangat mudah mencontoh ini sebagai template. Apalagi menjadi presiden di Indonesia itu enak.
Konstitusi sudah menjamin kekuasaan presiden yang begitu besar, yang bersangkutan mengendalikan semua resources hampir tanpa batas, punya daya kendali terhadap aparatur yang bisa dimanfaatkan kapan pun secara optimal dengan dampak yang luar biasa.
“Dan ternyata dibiarkan melakukan pelanggaran konstitusi dan undang-undang. Seperti saya katakan tadi bahwa ini akan dijadikan contoh atau template oleh presiden presiden yang lain,” beber Eep.
Dikatakan, situasi saat ini tidak hanya akan kembali ke masa sebelum reformasi 1998. Bahkan dalam beberapa hal jauh lebih mundur dibanding capaian-capaian kediktatoran jaman Soeharto. Termasuk misalnya dalam pengumpulan resources, kenikmatan, keuntungan kepada satu keluarga yang dibackup oleh berbagai instrumen yang amat dahsyat. Mulai dari putusan MK No. 90 tahun 2023.
“Kelak suatu ketika kalau ini tidak dilawan mungkin gubernur DKI Jakarta yang dipilih oleh presiden adalah keluarga itu juga,” kata Eep.
Kemudian, ada Dewan Pengelola Aglomerasi, yaitu kawasan Ekonomi Bisnis dan Industri yang menyatukan Jabodetabek yang dipimpin oleh Dewan Pengelola Aglomerasi yang ketuanya adalah ex officio wakil presiden.
“Kalau ini pun tidak dilawan (dibiarkan) makaa yang menentukan adalah keluarga itu juga,” singgung Eep.
Maka, lanjut dia, hal ini tidak boleh dibiarkan. Dengan segala resikonya sebagai warga negara kita harus bersikap, bahwa presiden telah melanggar konstitusi dan sejumlah undang undang, dan karena itu harus dimakzulkan.
Dampak langsung dari pelanggaran konstitusi dan sejumlah undang-undang itu adalah cacat dalam proses dan hasil Pemilu 2024 pada berbagai lini, termasuk kepada penyelenggara Pemilu 2024 seperti KPU.
“Menurut hemat saya, KPU, Panwas, dan semua yang terlibat dalam tanggung jawab dalam penyelenggaraan dan pengawasan Pemilu, harusnya bersikap selayaknya dengan tanggung jawab yang selayaknya,” ujar Eep. |••
Komentar