Mengungakap Keanehan Kemenangan Sementara Prabowo-Gibran


Oleh: Tarmidzi Yusuf
(Kolumnis)

TULISAN ini terinspirasi dari seorang tokoh nasional. Ia sampaikan dalam sebuah pertemuan baru-baru ini. Inspirasi yang Penulis kembangkan menjadi opini. Layak untuk diketahui publik sisi lain keanehan kemenangan sementara pasangan calon 02, Prabowo-Gibran.

Prabowo-Gibran menang sementara Pilpres 2024 versi quick count dan real count KPU bikin Timses dan pendukung 02 terkaget-kaget. Per 2 Maret 2024 real count KPU, 02 unggul 58,83 persen. Data yang masuk sudah 77,98 persen.

Timses dan pendukung 02 terkaget-kaget. Mereka tidak menyangka ‘menang’ besar. Target menang 51 persen malah dapat 58 persen. Suara ‘siluman’ yang membuat mereka 02 kaget. Ada apa gerangan di balik ‘menang’ besar 02 tanpa selebrasi rakyat.

Kabarnya, pesta kemenangan itu ada di institusi negara. Baik di pusat maupun di daerah. Hingga ke aparat desa, RW dan RT. Setidaknya mereka berucap, “tugas kami berhasil” setelah intimidasi berbuah kompensasi tertentu.

‘Pesta’ kemenangan hanya ada di Jakarta pada 14 Februari 2024 di Istora, Senayan, Jakarta. Tampak sekali by desain. Pesta kemenangan yang sudah dirancang sebelum hari pencoblosan. Pesta para elite 02 dan Istana.

BACA JUGA :  Avi dan Gadis, Gapailah Mimpimu, Hadapi Tantanganmu

Menariknya yang bikin aneh. Tak ada selebrasi kemenangan di beberapa kota di Indonesia. Berbeda jauh dengan kemenangan SBY-Boediono di Pilpres 2009. SBY-Boediono menang 1 putaran. Menang mutlak 60,80 persen. Disambut gegap gempita pesta rakyat di seluruh Indonesia. Tak hanya di Jakarta seperti kemenangan Prabowo-Gibran yang dinilai aneh itu.

Ini yang bikin aneh lagi. Fakta bukan opini. Suara Prabowo-Gibran versi quick count dan suara sementara versi real count KPU 58,83 persen. Suara Prabowo-Gibran melambung tinggi tapi suara Partai Gerindra tidak naik.

Berbeda jauh dengan menang 1 putaran SBY-Boediono di Pilpres 2009. Suara Partai Demokrat naik 3 kali lipat. Hasil Pemilu 2004, Partai Demokrat berhasil mengantongi 7,45 persen suara. Pada Pemilu 2009, suara Partai Demokrat naik 3 kali lipat menjadi 20,85 persen. Partai Demokrat keluar sebagai pemenang Pileg 2009.

Menang besar Partai Demokrat di Pileg 2009 tidak diikuti oleh Partai Gerindra di Pileg 2024. Padahal, Prabowo-Gibran menang mutlak. Suara Partai Gerindra di Pileg 2019 cuma 11,81 persen.

BACA JUGA :  Perpres Penggerus Modal Sosial

Sementara di Pileg 2024 suara Partai Gerindra hanya 11,64 persen. Anehnya suara Partai Golkar melonjak tajam melebihi Partai Gerindra. Logikanya, Partai Gerindra yang paling menikmati efek ekor jas dari kemenangan Prabowo-Gibran seperti yang dialami Partai Demokrat di Pileg 2009.

Mencuat isu Jokowi bergabung dengan Partai Golkar dibalik melonjakya suara Partai Golkar. Santer terdengar skenario Jokowi akan menjadi Ketua Umum Partai Golkar pasca gagal menaklukan Megawati Soekarnoputri dan PDIP.

Suara Prabowo-Gibran melonjak tajam sementara suara Partai Gerindra di Pileg 2024 tidak jauh berbeda dengan hasil Pileg 2019. Hal inilah yang menyebabkan opini di Publik bahwa banyak suara siluman yang masuk ke pasangan calon Prabowo-Gibran.

Berdasarkan opini tersebut wajar bila calon presiden dari 03, Ganjar Pranowo menggulirkan isu Hak Angket DPR untuk menyelidiki suara siluman yang masuk ke pasangan calon 02, Prabowo-Gibran. Suara siluman melalui serangan bansos dan keterlibatan aparat negara Tsecara terstruktur, sistematis dan masif untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

Selain itu ada keanehan lain dibalik menang besar Prabowo-Gibran yang dinilai curang itu. Elektabilitas Prabowo Subianto sebelum berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, anak haram konstitusi mentok di angka 35 persen.

BACA JUGA :  212: Selamat Tinggal Prabowo-Sandi

Elektabilitas Prabowo Subianto mulai melonjak tajam menjadi di atas 40 persen setelah menggandeng anak haram konstitusi, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Bahkan menjelang hari pencoblosan lembaga survei ramai menempatkan elektabilitas Prabowo-Gibran di level 51 sampai 53 persen.

Prabowo-Gibran menang sementara tanpa selebrasi rakyat pertanda jalan Prabowo-Gibran tak bakal mulus. Hak Angket DPR, MK dan gerakan rakyat bersatu akan menjadi gelombang besar yang bakal menghadang Prabowo-Gibran. Diskualifikasi atau pemilu ulang.

Bandung,
21 Sya’ban 1445/2 Maret 2024

Komentar