Oleh Yusuf Blegur
CAPRESNYA ibarat barang rongsokan, cawapresnya bagaikan barang karbitan. Sebuah pasangan yang struktur identitasnya dibangun dari ornamen murni KKN dan ketiadaan kemaluan.
Sialnya NKRI, selalu dipimpin oleh orang-orang yang menjauhkan rakyat dari cita-cita kemerdekaan. Terlebih selama satu dekade ini, dimana konstitusi dan demokrasi dibajak hanya untuk merubah penjahat menjadi pejabat. Tampil seolah-olah terhormat dan bermartabat, namun sesungguhnya bermental dan berperilaku bejad.
Kapitalisme dan transaksional yang menghidupi politik, nyata-nyata berhasil mematikan nurani dan akal sehat. Nilai-nilai tergusur oleh syahwat kekuasaan. Elite dan sebagian besar rakyat lebih memilih mengejar harta dan jabatan ketimbang keberadaban. Serba permisif, terus membiarkan yang menyimpang menjadi kesepakatan dan pasrah mengabaikan aturan.
Negara sebesar Indonesia menjadi miris dan ironis, saat dikelola pemimpin berjiwa kerdil. Kekayaan alam yang berlimpah, dirampok pengelola negara yang korup, sebagian lainnya dihibahkan kepada negara dan bangsa asing melalui Undang-Undang yang direkayasa, juga tak luput atas nama investasi dan utang. Rakyat semakin dieksploitasi, diperas dan direndahkan kemanusiaannya.
Menjaga kesinambungan kekuasaan yang distortuf dan destruktif, rezim berusaha menjadi diktator berbalut demokratis. Tak peduli KKN yang begitu masif dan masa bodoh dengan kesengsaraan rakyat di sana-sini.
Pemerintahan terburuk dan dzolim sepanjang republik berdiri, merekayasa konstitusi dengan tangan besi. Pemilu dan pilpres menjadi pintu masuk menuju kekuasaan politik dinasti dan hegemoni oligarki.
Dari negara demokrasi menuju monarki, dari religi menuju liberalisasi dan sekulerisasi. Apapun istilahnya, faktanya negeri ini dikuasai rezim dinasti dan oligarki. Politik, hukum, ekonomi dan semua aspek-aspek kehidupan yang menguasai hajat hidup orang banyak, kini ditangani pemilik modal dan aparat.
Memperkaya segelintir orang dan kelompok sembari memiskinkan rakyat, menjadi watak pemerintahan yang mengedepankan pola-pola intimidasi, teror dan represif.
Pilpres 2024 yang harusnya menjadi momentum sekaligus tonggak sejarah kebangkitan bangsa dari gejala kehancuran, tetap tak luput dari anasir rezim hipokrit dan sakit. Seolah-olah menjaga kesinambungan pembangunan, sesungguhnya memelihara kekuasaan yang berkepanjangan.
Tiada kewarasan, tanpa kehormatan bahkan dengan cara-cara penuh kebiadaban, Pilpres 2024 dibangun dengan konstruksi kecurangan.
KPU dan MK telah menjadi alat taktis dan strategis kepentingan rezim kekuasaan yang bulus dan picik. Sebagian partai politik, birokrat dan politisi, menjadi ternak-ternak oligarki. Institusi-institusi negara dan orang-orang pilihan yang dirancang menjadi mulia, pada akhirnya hanya menjadi tempat dan kumpulan manusia haram jadah.
Pilpres 2024 yang diharapkan menjadi proses berlangsungnya kedaulatan rakyat yang prosedural dan konstitusional, kini dibayangi setan dan monster berwujud aparatur penyelenggara negara.
Kontestasi Pilpres 2024 yang idealnya menampilkan figur-figur pemimpin bersih dan tanpa cacat moral, serta merta diikuti oleh capres-cawapres yang tidak memiliki kelayakan baik dari segi kapasitas maupun integritas. Hanya ada satu pasangan yang memiliki rekam jejak, rekam karya dan rekam prestasi yang mengusung perubahan. Lainnya dipastikan bermasalah dan sangat tidak memiliki kepantasan, terlibat KKN dan kejahatan HAM.
Pasangan capres dan cawapres lain yang bermasalah itu, melenggang tanpa rasa malu, muka tembok dan menjadi simbol kebobrokan penyelenggaraan negara.
Lebih menghina dan merendahkan lagi terutama kepada para pendiri bangsa dan semangat cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia serta konstitusi. Ada capres dan cawapres yang tidak mengundurkan diri dari jabatan pemerintahan yang didudukinya. Namun jauh lebih menghina dan merendahkan lagi, ketika ada capres-cawapres yang seluruh citra dan faktanya, bagian dari kebusukan rezim yang gagal meski berusaha setengah mati dan setengah gila, dengan memaksakan KKN, serampangan dan membabi buta.
Salah satu capres-cawapres warisan rezim KKN yang mulus merekayasa konstitusi dan moral bernegara, adalah pasangan rongsokan dan karbitan. Rongsokan karena ambisi dan haus kekuasaan meski berulang-ulang mengikuti kontestasi capres namun tidak pernah mendapatkan mandat rakyat. Rakyat mungkin sudah tahu belangnya, dari yang mengaku-ngaku macan Asia itu.
Mungkin juga rakyat tidak pernah percaya, semacam sudah skeptis dan apriori begitu terhadap capres permanen yang identik dengan kejahatan HAM dan terkenal sebagai penjilat ulung itu.
Pasangan cawapresnya, tidak lebih sebagai “anak mami”, kasihan dia karena terlalu dipaksakan dan menjadi korban ambisi sekaligus syahwat kekuasaan bapak ibunya. Kasihan cawapres yang masih bau kencur politik, betapa berat beban hidupnya karena kedzoliman orang tuanya, sampai-sampai salah menyebut asam folat menjadi asam sulfat.
Ya begitu memprihatinkan seraya tertawa geli, ada pasangan rongsokan dan karbitan bisa mengikuti kontestasi capres-cawapres dalam Pilpres 2024. Tapi dengan bangga dan tanpa dosa, capres-cawapres ibarat pasangan kakek dan cucu ini, mengampanyekan kebaikan untuk rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Seperti maling teriak maling, bagaikan berkaca pada cermin retak.
Bgitulah adanya kontestasi Pilpres 2024 menyembul pasangan rongsokan dan karbitan. Astagfirullahaladzim, ingat umur tak selamanya permanen, jangan turuti kemauan duniawi.
Berani malu, berani asusila dan berani amoral terkadang diperlukan untuk tampil di negara yang sakit yang sebagian juga karena ulahnya.
Bekasi 6 Desember 2023.
Komentar