Nota N. Syamsuddin Ch. Haesy
SETELAH lebih dua dekade berjuang, 24 November 2022, akhirnya Dato’ Seri Anwar Ibrahim dilantik sebagai Perdana Menteri X Malaysia, seraya mengucapkan sumpah di depan Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al- Mustafa Billah Shah di Istana Negara.
Kisah perjuangan Anwar Ibrahim (AI) biarlah tersimpan dalam lembaran sejarah pribadinya dan sejarah perkembangan Malaysia, yang terus bertumbuh sebagai negara modern, berpenduduk muslim terbesar kedua setelah Indonesia di rantau Asia Tenggara.
Kepemimpinan AI sebagai PM X, tak hanya menghadapi cabaran (tantangan) politik domestik – sebagai konsekuensi logis pembentukan pemerintahan perpaduan (antara Pakatan Harapan yang dipimpinnya dengan UMNO – Barisan Nasional yang dipimpin Dato’ Seri Ahmad Zahid Hamidi).
AI juga menghadapi tantangan tamaddun (peradaban) di tengah proses perubahan zaman yang cepat, dari era aksara ke era digital: era AI (artificial intelligent) dan internet of think, atau Society 5.0.
Selain itu, AI juga menghadapi dinamika politik dan ekonomi dunia pasca pandemi nanomonster Covid-19, yakni instabilitas politik dunia (akibat perang Ukraina – Rusia, dan perang Israel – Palestina “Hamas” yang membara lagi dan memicu terjadinya Crime Against Humanity).
Dalam kepemimpinannya sebagai PMX, AI pun menghadapi perubahan orientasi geo politik dan geo ekonomi dari Amerika – Eropa ke Asia Pasifik dan gerakan Tiongkok yang sangat agresif di kawasan Asia dan berpengaruh besar pada rantau Asia Tenggara.
Sepandai-pandai Siasah
Sejak kembali ke panggung politik Malaysia selepas PRK (Pilihan Raya Kecil) Permatang Pauh (16/8/2008), menang besar di Port Dickson (13/10/2018), Debat Perdana dengan Dato’ Seri Najib Razak (12/5/2022) dan kemenangannya di Tambun (19/11/2022), AI menyimpan dalam-dalam gagasan perubahan dramatik (transformasi) Malaysia, yang masih dikemas dalam istilah reformasi.
Pada Debat Perdana dengan Najib, AI terkesan menyadari, jalan perubahan reformasi sebagai jalan perubahan melelahkan. Setidaknya melintasi Pilihan Raya Umum (PRU) 12, PRU 13, dan menemukan momentum pada PRU 14 dengan segala dramatika politik (mundurnya Tun Mahathir dan jatuhnya Tan Sri Muhyiddin) yang menyeret Malaysia pada instabilitas ketika rakyat masih menghadapi krisis.
Situasi demikian, menggusarkan para Sultan, sebagaimana mengemuka pada pernyataan Sultan Perak Nazrin dan Sultan Selangor Sharafuddin Idris Shah. Sebagai pemimpin pembangkang (PH) – bersama Lim Guan Eng dan Mat Sabu, AI merespon inisiatif PMIX DS ismail Sabri (DSIS) dan menanda-tangani Memorandum Persefahaman (MoU) Transformasi dan Kestabilan Politik (13/9/2021).
Sikap dan aksi DSIS, AI, Lim Guan Eng, dan Mat Sabu mencatat sejarah politik matang Malaysia ketika ‘titian perdamaian’ antara pemerintah dan pembangkang meredakan cacamarba (kemelut – ingar bingar) politik Malaysia. Tapi, PRU 15 (18/11/22) menerbitkan lagi kegusaran baru, karena rakyat ‘menghukum’ para politisi dan partai politik, sehingga terjadi ‘parlimen tergantung’ – karena tiada partai politik yang mencapai mayoritas suara untuk membentuk pemerintahan.
Beranjak dari pilihan perubahan transformatif, AI sebagai Ketua Pembangkang di Dewan Rakyat, memainkan ‘sepandai-pandai siasat,’ dan berhasil menggandeng UMNO untuk membentuk Kerajaan Perpaduan. Di Indonesia, siasat ini dalam skala lebih besar pernah ditempuh oleh bekas Perdana Menteri Republik Indonesia, Mohammad Natsir dengan Mosi Integral (1950) yang menyatukan Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mohammad Natsir adalah pemimpin panutan AI.
AI Penemu Istilah Masyarakat Madani
Dalam kapasitas dan posisinya sebagai PMX, AI lantas mendeklarasikan Malaysia Madani (19/1/2023), 80 hari setelah memerintah. Ketika AI mendeklarasikan Malaysia Madani, saya teringat Simposium Nasional – Forum Ilmiah di Masjid Istiqlal – Jakarta (16/9/1995). Kala itu, Anwar Ibrahim hadir sebagai Menteri Keuangan Malaysia dan merupakan ‘orang pertama’ (penemu) yang memperkenalkan istilah ‘masyarakat madani’ sebagai terjemahan ‘civil society.’
AI merujuk pada istilah dari bahasa Arab, mujtama’ madani yang diperkenalkan Naquib Attas, sejarawan dan peradaban Islam dari Malaysia, pendiri ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization) – Universiti Islam Internasional Malaysia, yang disokongnya. Kala itu, cendekiawan muslim Dawam Rahardjo, setuju dan menyatakan pendapat AI tentang ‘masyarakat madani’ sebagai terjemahan dan definisi ‘civil society’ adalah tepat. Kemudian berlaku sehingga kini.
Dikemukakan oleh AI pada ketika itu, masyarakat madani merupakan perwujudan dari semangat Islam dalam budaya bangsa, dan persatuan antar agama dan bangsa. Suatu sistem sosial yang sehat, berdasarkan prinsip-prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan stabilitas masyarakat. Inilah muara perubahan peradaban.
Sejumlah cendekiawan muslim Indonesia (Nurchalis Madjid dan M. Syafi’i Ma’arif), sahabat-sahabat AI, melengkapi pemahaman, bahwa ‘masyarakat madani’ adalah masyarakat yang terbuka (kosmopolit), egaliter, dan toleran atas dasar nilai-nilai etika-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah Swt. Masyarakat madani bertujuan untuk membentuk dan membangun masyarakat yang beradab sesuai dengan ajaran Islam dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah. Pada awalnya merujuk pada masyarakat Islam yang telah dibangun oleh Nabi Muhammad di Madinah Munawarah yang berkembang hingga fase Cordova (Mardova).
Cendekiawan muslim Iran, Ali Syariati memahami pendapat AI tersebut sebagai komunitas (negara – bangsa) dengan tujuan yang sama dari para anggotanya, saling bekerja sama, bergerak menuju tujuan bersama, berdasarkan kepemimpinan bersama.
Merujuk pada pandangan demikian, dalam pragmatisma politik, masyarakat madani dipahami sebagai suatu masyarakat demokratis dan inklusif dan kontemporer, sehingga nilai-nilai agama dan budaya bangsa bergerak bersamaan (dalam satu tarikan nafas) dengan perkembangan zaman (sains, teknologi, daya cipta: kreativitas, inovasi, invensi, ekosistem), serta keseimbangan antara keterampilan dan kearifan (berkembang sebagai kecerdasan budaya – tamaddun) sebagai prasyarat kebahagiaan umat manusia.
Sintesis Gaya Malaysia
Atas dasar pemikiran demikian, saya memahami Malaysia Madani sebagai negara bangsa termaju dan terdepan sebagai pusat unggulan peradaban modern dan memainkan peran strategis global dalam mencapai persatuan umat, persamaan derajat manusia, kemerdekaan sejati berlandasan kemakmuran yang adil dan berdimensi kemanusiaan. Kemauan, kemenangan, kekuatan politik, dan kekuasaan akhirnya menjadi cara melayani rakyat. Demokrasi, dengan demikian menjadi cara mencapai harmoni kebangsaan. Bukan untuk memberangsang politik cacamarba.
Secara eksplisit, dalam penyelenggaraan pemerintahan Malaysia, AI menegaskan, bahwa Madani merupakan sintesis gaya Malaysia, yang menggabungkan praktik-praktik yang ada dengan metode-metode baru yang dirancang untuk menghadapi permasalahan dan ketidakpastian baru.
Malaysia Madani ditopang oleh enam nilai inti yang dipecah menjadi kerangka kebijakan dan filosofi yang saling terkait dan terintegrasi, yang masing-masing saling memperkuat. Landasan konsepnya adalah kesediaan menerima perubahan, dengan mempertimbangkan saran seluruh lapisan masyarakat dengan keinginan pemulihan melalui reformasi substantif demi Malaysia yang lebih maju dan sejahtera.
Madani dalam konteks Malaysia Madani, juga dipahamkan sebagai kebijakan nasional yang tidak hanya bertumpu pada keberlanjutan ekonomi dan pembangunan fisik saja, namun juga mencakup ‘humanitarianisme’ – pemerintahan yang manusiawi yang memenuhi berbagai tuntutan keadilan. Landasan nilainya adalah kesadaran yang dikelola secara antusias untuk menghidupkan simpati, empati, apresiasi, respen dan cinta (kasih sayang) antar sesama, yang ditampakkan dengan pekerti akhlak karimah dan sopan santun. Termasuk etika politik, etika ekonomi, etika sosial, dan keadaban budaya.
Dalam konteks mengembangkan demokrasi Ekonomi, lewat Malaysia Madani, AI memperkenalkan arah baru negaranya yaitu Ekonomi Madani berupa pemberdayaan rakyat Malaysia. Tumpuannya adalah restrukturisasi perekonomian Malaysia sebagai pemimpin perekonomian Asia dan peningkatan kualitas hidup seluruh rakyat Malaysia.
Tujuan perekonomian Madani adalah Menempatkan Malaysia pada posisi 30 negara dengan perekonomian terbesar di dunia; Mencapai Indeks Daya Saing Global pada posisi 12 besar dunia; Indeks Pembangunan Manusia masuk 25 besar dunia; Indeks Persepsi Korupsi Keempat dalam 25 besar dunia; Mengincar persentase pendapatan tenaga kerja mencapai 45 persen dari total pendapatan; Tercapainya keberlanjutan fiskal dengan defisit fiskal mencapai 3 persen atau lebih rendah; Memastikan tingkat partisipasi perempuan di sektor angkatan kerja mencapai 60 persen. Perekonomian Madani juga merupakan upaya untuk menempatkan seluruh inisiatif pemerintah dalam kerangka yang komprehensif.
Kecerdasan Budaya dan Kearifan Lokal
Tidak mudah bagi AI sebagai PMX menggerakkan Malaysia Madani. Terutama, karena gagasan Malaysia Madani dengan serta merta harus mengubah minda kebangsaan dari narrow nationalism menjadi global nationalism; Mengubah dan menyempurnakan penegakan hukum menjadi penegakan keadilan, pembangunan budaya menjadi pembangunan peradaban (tamaddun), kasih sayang antar sesama menjadi kemanusiaan; Mengubah dan menyempurnakan seluruh orientasi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan rakyat menjadi gerakan serempak mewujudkan kesejahteraan semesta (universe prosperity), sebagai penyeimbang kapitalisma global dan sosialisma mondial.
Maknanya adalah aksi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan rakyat secara menyeluruh, mesti membentuk masa depan Malaysia dengan segala potensi yang ada dengan memperhitungkan segala bentuk perubahan yang mengubah dunia. Sekaligus mengarungi Malaysia di era post-normal yang rumit melalui penyesuaian bahasa, konsep, serta kecerdasan budaya dan kearifan lokal.
Kerja cerdas dan kemauan keras mengubah Malaysia menjadi negara yang lebih sejahtera dan maju mesti menghidupkan kolaborasi dan sinergi seluruh elemen negara-bangsa membangun kepercayaan kuat antara pemerintah dan rakyat, melalui kebijakan tata kelola yang baik (wajar – adil, transparan, akuntabel, bertanggung jawab, dan mandiri).
Dalam konteks demikian enam rukun (teras) Malaysia Madani (Kemampanan, Kesejahteraan, Daya Cipta, Hormat, Keyakinan, dan Ihsan) mesti disiapkan untuk berinteraksi dengan tantangan Abd XXI, sebagaimana dilansir tokoh perubahan Universitas Oxford, James Martin (2007). Yakni: Menyelamatkan Bumi (Ekologi), Membalikkan kemiskinan, Mengendalikan demografi, Mencapai gaya hidup berkelanjutan (sustainable life style), Menghadapi globalisme secara efektif, Melindungi Biosfer (alam semula jadi), Mengembangkan daya cipta dan budaya kreatif bertumpu sains dan teknologi, Menaklukan penyakit (endemi dan pandemi), Memperluas potensi modal insan, Singularitas – mengendalikan laju reaksi berantai kecerdasan komputer – gadget yang mempengaruhi manusia, Menghadapi risiko eksistensial yang disebabkan oleh pelepasan patogen yang dimodifikasi secara genetik, Menjelajahi transhumanisma – meningkatkan kemampuan dan daya akal budi yang terhubung sampai ke nano teknologi, Mencegah perang yang meluas, Menolak terorisma, dan Merancang Peradaban Baru (lanjutan).
Saya membayangkan, dalam usia 76 tahun, AI masih energik menggerakkan perubahan dramatik melalui Malaysia Madani. Satu tahun kepemimpinan sebagai PMX baru merupakan langkah awal mendudukkan trust improment untuk memperoleh dukungan seluruh pemangku kepentingan (stake-holders). Nampak terlihat dari bagaimana AI membangun komunikasi aktif dan terbuka (internal dan eksternal), transparansi kerja, dan penguatan tim (empowering staff) untuk menciptakan quick wins.
Paradigma Minda Kerajaan Perpaduan
AI juga nampak membangun landasan yang kokoh dan penajaman fokus program kerja untuk menopang pertumbuhan berkelanjutan dan agresif, seperti terbaca dalam Belanjawan 2023. Sekaligus menyiapkan rancangan mewujudkan kinerja unggul yang berkelanjutan, sebagaimana terbaca dalam Belanjawan 2024.
Wake up call dibunyikan AI, antara lain merespon berbagai hujah kritis pembangkang di Dewan Rakyat. Baik terkait dengan government action (termasuk budget and financial results) melalui berbagai program aksi pemerintahan dan pembangunan yang mampu meningkatkan kinerja dan berbagai perbaikan kualitas seluruh komponen penyelenggara pemerintahan dan negara.
Di lingkup internal pemerintahannya, AI mulai dengan ‘first who than what’ walaupun harus mengalah pada realitas politik. Yang jelas, setahun pemerintahannya, AI berupaya membentuk tim yang solid dengan staf yang kapabel dengan kompetensi yang kuat di lingkup birokrasi. Dalam satu tarikan nafas, memperbaiki pola dan formula tata kelola sumber manusia birokrasi dengan konsep ‘talent management.’
AI masih punya masa 48 purnama untuk mewujudkan Malaysia Madani dengan segala cabarannya. Sebagai insan yang optimistis dan teruji dengan berbagai cabaran berat, boleh diyakini, AI mampu mewujudkan gagasan dan impiannya. Termasuk dalam mengajak seluruh kalangan melukiskan dan menarasikan imajinasi baru Malaysia.
Setelah mencermati aksi dan kinerjanya selama satu tahun pertama pemerintahannya, saya percaya AI mampu mengubah paradigma minda politik Kerajaan Perpaduan yang dipimpinnya dari ‘program centric’ ke ‘ peoples centric.’ Jernih dan fokus dalam melihat dan mengenali rakyat, mengerti dan mafhum mukhalafah atas keperluan mendasar dan prioritas rakyat, sehingga mampu menghadirkan program dan produk kebijakan pemerintahan (government policy) yang sesuai dengan berbagai kekuatan pendorong (demokrasi, budaya, tradisi, nilai agama, nasionalisma, dan kemampuan mengelola budget). Ditopang oleh operasi penyelenggaraan pemerintahan yang integral dan progresif, sehingga berbuah kepuasan dan loyalitas rakyat. Muaranya adalah pertumbuhan, pemerataan, dan keadilan berkelanjutan.
Pencapaian akhir kinerja AI sebagai PMX dengan Malaysia Madani adalah mewujudkan ikrar keramat PM I Malaysia, Almarhum Tunku Abdul Rahman Putra Al-Hajj (Pemasyuran Malaysia, 16/9/1963): “Bahwa Malaysia atas izin dan kehendak Allah Rabbil’ Alamin, akan kekal menjadi sebuah Negara demokrasi yang merdeka lagi berdaulat serta berasaskan kebebasan dan keadilan dan senantiasa mempetahankan serta memelihara keamanan dan kesentosaan rakyatnya, dan mengekalkan keamanan antara segala bangsa.”
buah delima mekar merekah
dirawat mak tani bermandi cahya mentari
dua belas purnama ayunkan langkah
Malaysia Madani jelma jauhari
***
N. Syamsuddin Ch. Haesy, pemerhati politik dan budaya Malaysia, salah seorang pendiri ISWAMI (Ikatan Setikawan Wartawan Malaysia Indonesia)
Komentar