Kesadaran Kolektif Modal Utama Membangun Kualitas Demokrasi di Era Post Truth


Oleh M Arief H

ISTILAH post truth atau pasca kebenaran digunakan secara luas untuk mendefinisikan cara masyarakat modern mengonsumsi dan menyikapi informasi.

Post truth dinobatkan oleh Oxford sebagai Word of The Year pada 2016, karena penggunaannya yang begitu masif selama pemilihan presiden di Amerika Serikat dan referendum untuk keluar dari Uni Eropa yang diadakan di Inggris.

Tak terkecuali di Indonesia, pada Pemilu 2019 silam fenomena post truth menjadi realitas yang terelakkan, sehingga berdampak serius pada ruang sosial yang jika dibiarkan berpotensi mengarah pada kondusifitas dan stabilitas nasional.

Disinformasi di era post truth merupakan ancaman serius bagi terbangunnya demokrasi elektoral yang sehat. Legitimasi atas sebuah kebenaran tidak berdasarkan pada fakta yang dapat diverifikasi, tetapi pada keyakinan personal dan affect atau sesuatu yang menyentuh emosi dan rasa.

Maraknya Disinformasi yang diwarnai hate speech di ruang media berimplikasi serius dan menyebabkan polarisasi politik semakin tajam dan kohesi sosial menjadi terancam.

Dalam menghadapi Pemilu 2024, dibutuhkan kesadaran kolektif serta peran aktif dari seluruh elemen untuk selalu mengglorifikasi national values, menjadi influencer bagi persatuan dan persaudaraan sehingga terciptanya tatanan sosial dan kontestasi politik lima tahunan yang harmonis dan demokratis.

BACA JUGA :  Surya Paloh, Anies-Imin dan Last Battle

Komentar