Anies dan Kapal Besar Indonesia


Bang Sèm Haèsy

ANIES Rasyid Baswedan (Anies), 16 Oktober 2022 tuntas mengakhiri tugas dan pengabdiannya sebagai Gubernur Jakarta. Setelah itu, ia akan melanjutkan kerja dengan tugasnya yang lain. Partai NasDem (mitra koalisinya kelak), dan kita (sebagian besar rakyat) menugaskan dia sebagai bakal kandidat Presiden Republik Indonesia 2024-2029.

NasDem sebagai partai politik, dipimpin Ketua Umum Surya Paloh (SP) mempunyai ketajaman berfikir, kecerdasan bersikap, dan kecepatan bertindak, dengan ketepatan membaca tanda-tanda pusaran arus besar perubahan dalam politik kebangsaan Indonesia ke depan di tengah percaturan dunia.

Inisiatif partai NasDem memilih kader-kader pemimpin nasional, mesti diapresiasi. Tak hanya karena dari Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) yang digelarnya Juni 2022 lalu, menyebut tiga anak bangsa terbaik: Anies Rasyid Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Muhammad Andika Prakasa. Lebih dari itu, karena partai NasDem dan SP menunjukan konsistensi dalam menggerakkan kesadaran untuk kembali ke garis perjuangan para pendiri bangsa.

Elan yang menggetarkan partai NasDem, sangat saya yakini sebagai daya picu dan daya pacu yang mestinya menyadarkan para petinggi bangsa ini untuk paham, bahwa pergerakan negara dan bangsa ini sudah melenceng dari garis azimuth ke tujuannya. Bahkan terkesan akan melenceng lebih jauh dan masuk ke dalam pusaran labirin Abad ke 21.

SP dengan intuitive reason-nya yang menonjol, setidaknya yang tercermin dalam pidato pengantarnya saat deklarasi Anies sebagai Calon Presiden 2024-2029 dari partai NasDem, membaca tanda-tanda akan tiba mendung pekat disertai badai besar bagi bangsa ini, bila tak sadar. SP dan Partai NasDem, seolah sedang mendendang lagu Lancang Kuning: “Lancang Kuning berlayar malam / Haluan menuju ke laut dalam / Kalau nahkoda kuranglah paham / Alamat kapal akan tenggelam.”

Yojana Kebangsaan

Realitas kehidupan global yang mempengaruhi kehidupan nasional, bahkan lokal, ibarat laut dalam yang dilayar tengah malam. Kala kita beramsal negara ini ibarat kapal Lancang Kuning, maka tak bisa tidak, kapal tersebut harus dipimpin oleh nahkoda yang paham. Artinya pemimpin yang paham tantangan apa yang sedang akan dihadapi, peluang-peluang apa saja yang tersedia, sekaligus paham kelemahan asasi yang melekat di dalam diri bangsa ini, sehingga paham bagaimana menemukan dan memberikan solusi yang mampu mengelola potensi menjadi kekuatan bangsa dalam menghadapi masa depan.

BACA JUGA :  Hari ini Anies Absen, Muhaimin Kampanye di Jakarta Utara

Adalah fakta, realitas, dan fenomena yang berkembang selama ini — setidaknya lebih dua dasawarsa mutakhir — kita selalu dihadapkan oleh berbagai tantangan yang disebabkan oleh penghianatan terhadap semesta. Mulai dari bencana alam dan bencana sosial, ketidak-mampuan membalik kemiskinan, terjebak fantasi bonus demografi, terseret arus singularitas tak terkendali dalam pusaran arus global, ketidak-mampuan mengendalikan oligarki, dehumanitas, anti kebenaran dan keadilan, sampai kegamangan dan ketidakpastian menghadapi era post truth yang menawarkan demokrasi palsu dan otoriterianisma berjubah liberalisma.

Spirit kebangsaan yang masih dibebat narrow nationalism, meramu kapitalisme global dan sosialisme mondial, sambil tak paham esensi pluralitas berujung unitas (bhinneka tunggal ika), reduksi nilai-nilai Pancasila dalam serpihan-serpihan yang terpisah antara sila yang satu dengan sila yang lain, sehingga memcu ekstrimitas kaum yang jengkel, tak sungguh terpahami dengan baik. Akibatnya gelombang reformasi bergerak menuju deformasi tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Semua itu terjadi, karena proses perubahan lebih banyak didekati dengan teori dan siasat usang yang berlumuran paradoks pikiran dengan tindakan.

Yojana atau visi kebangsaan yang tidak sepenuhnya dirumuskan berdasarkan aspirasi rakyat secara kongkrit, akhirnya menyeret kita masuk ke dalam jebakan fantasi tentang negara kemakmuran dan negara kepulauan yang dilimpahi berkah kekayaan sumberdaya alam. Setiap saat kita memproduksi akademisi dan kaum terdidik, termasuk guru besar, namun miskin intelektual. Lapangan politik kita hanya melahirkan politisi dan bukan negarawan, sehingga surplus petinggi dan tetap miskin pemimpin. Seringkali kita tak sadar, lebih sering memproduksi alasan ketika rakyat dan negara sedang memerlukan cara menyelesaikan masalah.

BACA JUGA :  La Ode Basir: Kecurangan Pemilu Dimulai dari DPT

Indonesia yang kita cintai memang kaya dengan sumberdaya alam, kaya juga modal insan, namun dalam satu tarikan nafas, kita juga kaya masalah. Masalah yang tertimbun-timbun sejak masa lampau, karena selalu terabaikan dan tak terselesaikan. Masalah-masalah tersebut menambat kita di hari kemarin, dan dan menghambat kita hari ini. Padahal hidup dan waktu terus bergerak ke masa depan dengan berbagai cabaran baru.

Dunia di Abad XXI menantang kita untuk harus menaklukan pandemi dan penyakit, mengenali dengan terang kondisi planet dan mengelola globalisma secara efektif, mengembangkan potensi manusia, menghadapi risiko eksistensi, memelihara gaya hidup berkelanjutan (sustainable life style), melayari transhumanisme untuk terus menjaga keterampilan dengan kearifan, dan merancang peradaban baru.

Konsolidasi Demokrasi

Beranjak dari pandangan demikian, membaca gagasan, sikap, dan aksi Partai NasDem dan SP, yang menimbang Anies Rasyid Baswedan sebagai calon nahkoda bangsa, kita sebagai rakyat juga perlu menimbang Anies dari luar arena pragmatisme politik praktis, dengan pertimbangan-pertimbangan yang lebih jernih.

Anies sampai sejauh ini, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang melekat pada dirinya, selama lima tahun terakhir telah menunjukkan kapasitas, kapabilitas, dan akseptabilitasnya secara nasional dan global. Keberadaannya sebagai pemimpin, sejak satu dasawarsa lalu, sudah menjadi ikon keberlanjutan dan perubahan Indonesia, yang dipandang mampu dan relevan dengan persoalan-persoalan dunia. Tak terkecuali kemampuannya menghadapi situasi krisis pandemi Covid-19 yang membawa serta krisis kesehatan, krisis ekonomi, dan bahkan krisis politik.

Sosok Anies merupakan bagian penting dari barisan pemimpin baru dunia dengan gagasan-gagasan dan aksi penyelesaian berbagai masalah terkait dengan krisis ekologi (termasuk udara dan air), kepedulian dan pemikirannnya yang kuat merespon krisis pangan dan krisis energi yang tak terpisahkan dengan krisis ekonomi – moneter, cukup diperhitungkan dalamnforum global.

Di dalam negeri, dalam kapasitasnya yang terbatas Anies juga berkontribusi pada pengembangan strategi pendidikan berbasis masyarakat. Dalam konteks demokrasi, inklusivitas dan kegigihannya memperjuangkan keadilan sebagai cara mencapai kebahagiaan kolektif masyarakat, Anies dipandang sebagai satu dari sedikit pemimpin Indonesia yang mampu mengartikulasikan pandangan Indonesia dalam percakapan pemimpin generasi baru dunia.

BACA JUGA :  Aliansi Mahasiswa Geruduk Istana Negara, Teriak Jokowi Fasis, Anti Demokrasi

Wawasannya yang luas tentang rakyat, pemerintahan, negara, dan bangsa mampu diucapkannya dengan nalar, nurani, dan rasa yang langsung menukik masuk ke dalam buhul persoalan asasi masyarakat global. Yakni, bagaimana bersatu meperjuangkan gagasan kesejahteraan global.

Effort — termasuk daya cipta kritis — yang dilakukannya dalam menghadirkan pemikiran dan rencana aksi membangun ekuitas dan ekualitas dalam skala lokal, nasional, regional dan global juga terasakan. Bahkan sudah dilakukannya sejak masih menjalankan tugas sebagai Rektor Universitas Paramadina.

Demokrasi Indonesia yang masih memerlukan proses konsolidasi dan perlu berfikir ulang tentang hakekat demokrasi sebagai cara mewujudkan politik kebangsaan — bukan sekadar kalah menang — untuk mencapai Indonesia Raya dan Jaya yang bersatu, berdaulat, (menuju) mandiri, dan unggul dalam peradaban, relevan bagi model dan postur kepemimpinan yang selama ini ditampakkan Anies.

Alhasil, gagasan dan aksi yang dilakukan partai NasDem SP mendahului yang lain mendeklarasikan Anies Rasyid Baswedan sebagai kandidat nahkoda bagi bangsa ini, untuk mereka yang berpolitik dengan akal budi perlu beroleh dukungan.

Setarikan nafas, tentu perlu menyiapkan mereka yang akan bersama-sama nahkoda memainkan peran strategis, sebagai mualim – navigator, juru mudi, kelasi, dan lain-lain. Kita punya banyak pemimpin-pemimpin muda berbakat dan visioner yang dapat menjadi the dream team sekaligus the best team.

Negara Kesatuan Republik Indonesia harus berjaya dan kapal besar Indonesia harus melintasi musim angin dan badai, dipandu pemimpin yang fasih, tangkas, segar, mengayomi, sabar, menciptakan suasana damai, stabil, sekaligus dinamis. Jadikan Pemilihan Umum termasuk Pemilihan Presiden/Wakil Presiden 2024 sebagai ajang membangun Indonesia sebagai suar baru di Asia Pasifik dan dunia. |

Komentar