Oleh: Yusuf Blegur
KEBERHASILAN Anies menjadikan Jakarta sebagai kota yang lebih modern dan humanis, linear dengan pemenuhan aspirasi dan kepuasan warganya. Setelah terbentur-terbentur kemudian terbentuk, Anies berpeluang bertransformasi dari gubernur Jakarta menjadi presiden Indonesia. Tentunya, sesuai dengan kehendak rakyat dan mengakomodasi semua kepentingan entitas politik yang ada.
Purna bakti sebagai Gubernur DKI Jakarta tepatnya setelah tanggal 16 Oktober 2022, Anies telah mengambil banyak hikmah. Selain menunaikan amanah sekaligus tugas mulia baik dari Allah Subhanahu wa ta’ala maupun dari warga Jakarta. Anies di antaranya mampu mengejawantahkan arti dari konsep pembangunan Jakarta bertema maju kotanya, bahagia warganya.
Anies juga mampu menjadi figur dengan kepemimpinan “role model” yang mengedepankan karakter berintegritas dengan keunggulan figur yang berkarakter, jujur, cerdas dan berprestasi. Kemuliaan adab atau ahlakul kharimah dengan terus mempertahankan sikap sabar, terus menebar senyum dan hangat pada semua orang, menjadi identifikasi sosial Anies, yang semakin sulit dijumpai pada banyak sosok yang bersentuhan dengan dunia politik dan kepentingan publik.
Seperti apa yang menjadi esensi dan substansi pada kepemimpinan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, bahwasanya beliau diutus Allah sebagai Nabi dan Rasul tidak bukan dan tidak lain adalah untuk memperbaiki Ahlak. Maka pesan sekaligus semangat itupula yang menjadikan pondasi kepemimpinan Anies sejak menjadi rektor Universitas Paramadina, mendirikan program Indonesia Mengajar hingga dipercaya sebagai Menteri Pendidikan dan sebagai Gubernur Jakarta.
Anies sadar dan paham betul, mencapai tujuan dari cita-cita Indonesia merdeka yakni masyarakat adil dan makmur, tidak cukup diraih hanya dengan pembangunan fisik semata atau sekadar memenuhi kebutuhan materil. Meminjam istilah Bung Karno membangun jiwa dan badannya, atau pandangan Pak Harto dengan pembangunan manusia seutuhnya. Anies menangkap betul, betapa pentingnya menjunjung moralitas dan pembentukan ahlak dalam dimensi kemaslahatan umat.
Dunia politik yang tak terpisahkan dari paradigma dualisme, memberikan makna pada umumnya, politik sangat ditentukan oleh siapa lakonnya. Di tangan orang yang baik dan benar politik akan membawa kemaslahatan. Begitupun sebaliknya, di tangan orang yang jahat dan hipokrit maka politik akan mendatangkan kemudharatan dan malapetaka. Dunia dan sejarah peradaban manusia telah menjadi saksi bisu, betapa perjalanan kehidupan umat manusia sangat ditentukan oleh siapa pemimpinnya dan bagaimana ia menjalankan sistem politiknya. Negara dan agama terus berkelindan antara seiring sejalan dan berhadap-hadapan dalam mengurus kepentingan dan hajat hidup orang banyak.
Konsep negara agama terus mengalami pasang-surut hubungannya dengan konsep liberalisasi dan sekulerisasi yang menginduk pada kapitalisme dan komunisme. Relasi sosial politik itu tak pernah berhenti begitu dinamis hingga tak jarang menemui konflik, dimana konsep Ketuhanan menebar spiritual di satu sisi, sementara di sisi lain materialisme cenderung sarat nilai atheis. Kehidupan dunia meski dibalut dengan persfektif globalisme, tetap saja membuat eksistensi negara-negara di pelbagai belahan benua yang ada dengan keragaman pemimpinnya, tetap kuat menampilkan disharmoni dan peperangan.
Meskipun isu demokratisasi, HAM, lingkungan, ketahanan pangan, penanggulan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan dlsb., terus bergulir dan menjadi kesepakatan internasional, mutlak perlu kemauan dan keberanian membawa negara Indonesia pada posisioning sebagai kekuatan non blok.
Sebagaimana pernah tercatat dalam KAA di Bandung tahun 1955 yang historis dan heroik itu, Indonesia sepatutnya menjadi sebuah negara pancasila yang bernafaskan nasionalis religius dan religius nasionalis yang progressif. Tidak terkoyak oleh kapitalisme dan tidak tercabik oleh komunisme. Menjadi bangsa yang berdaulat dalam bidang politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Anies dengan model kepemimpinan yang merangkul dan telah dibuktikan selama mengurusi ibukota negara, telah memberi nuansa baru tentang bagaimana masyarakat yang heterogen bisa tercipta tanpa harus mengabaikan realitas sosial yang homogen. Tatanan nilai kemajemukan dan kebhinnekaan tetap dapat menjamin aspek pluralitas.
Eksistensi Pancasila, UUD 1945 dan NKRI bisa diwujudkan bukan hanya sebatas konsep negara, melainkan menjadi “way of life” sekaligus menjadi “passion” dari struktur dan kultur rakyat Indonesia. Begitupun kehadiran penyelengaraan pemerintahan dengan pemimpin yang cakap dan bijak, menjadi faktor penting dan utama masih adanya ruang bagi kemanusiaan dan terbukanya peluang negara kesejahteraan. Tidak serta-merta bangga dan puas atas kinerja dan pretasi dari semua pembangunan fisik saja.
Anies tahu betul bagaimana menerjemahkan dan menjawab tuntutan amanat penderitaan rakyat. Anies terus mengelola kepentingan publik dalam ranah keseimbangan antara kesadaran ideal spiritual dengan kesadaran rasional materil. Keberhasilan serta sukses pembangunan Jakarta yang modern dan humanis, layak bertransformasi pada Indonesia secara keseluruhan.
Kepemimpinan Anies dalam mengubah Jakarta menjadi lebih baik, memberikan sinyal kemampuannya untuk mendapat kepercayaan, tantangan sekaligus mandat dari rakyat Indonesia untuk ikut mengelola republik yang sedang gamang dan dalam keadaan yang sangat rapuh.
Jadi, menunggu aspirasi dan kehendak rakyat dalam Pilpres 2024 termasuk semua entitas politik yang ada. Indonesia tak bisa ditawar-tawar lagi membutuhkan keberlanjutan Anies Baswedan.
In syaa Allah.
Catatan dari pinggiran labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan
Komentar