Pernyataan Politis Ketum KNPI Haris Pertama Tidak Memenuhi Unsur Pidana

TILIK.ID — Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Haris Pertama mengeritik Menko Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto. Salah sarunya menyebut Ketum DPP Golkar itu hanya capres odong-odong.

Kritik Haris yang disampaikannnya dalam pidato politiknya di Jogyakarta pada Sabtu lalu itu mendapat reaksi dari sejumlah kader Partai Golkar, termasuk dari internal KNPI yang dualisme.

Reaksi itu mewacanakan untuk mempidanakan Haris Pertama ke polisi dan pelanggaran UU ITE.

Namun tidak sedikit pula yang membela Haris Pertama. Salah satunya dari Dewan Pembina Pondok Konstitusi Ali Yusran Gea atau yang karib disapa AY Gea.

Gea menyebut, pernyataan politis Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama itu tidak pantas direspons secara hukum. Pernyataan tidak memenuhi unsur pidana karena hanya kritik biasa.

“Jangan pernyataan politis dipolitisasi menjadi pemidanaan. Sama halnya itu kekuasaan menggunakan hukum untuk membungkam demokrasi. Kritik itu suplemen bagi negara hukum,” kata AY Gea di Medan, Sabtu (30/7/2022).

Mantan Ketua Bidang Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPD Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara itu menyebutkan, bahwa langkah pemidanaan terhadap Ketua Umum DPP KNPI Haris pertama sarat politis.

BACA JUGA :  BERANI akan Jadikan Pasar Sentral Rumbia Bersih dan Nyaman

“Sifatnya politis, kita minta kepada kepolisian yang menerima laporan itu untuk selektif dan berhati-hati untuk meneruskan dan memproses laporan itu,” ujarnya.

Ali Yusran Gea meminta jangan pakai hukum untuk membungkam demokrasi. Sebab itu hak konstitusional warga negara.

Pakar Hukum Tata Negara ini meminta semua pihak untuk menghormati hak asasi Haris Pertama dalam menyampaikan kritik, terutama kepada pejabat publik.

“Negara hukum itu harus menghormati demokrasi, harus menghormati hak asasi seseorang. Nggak masalah itu karena yang dikritik adalah pejabat,” tegas Ketua DPD Perkumpulan Penasehat dan Konsultan Hukum Indonesia (Perhakhi) Sumatera Utara ini.

Dia menyebutkan apabila kritik untuk membangun harusnya diterima untuk dilakukan perbaikan. Kritik untuk membangun, kritik untuk mencari kebenaran materil. Apanya yang salah?

Soal penyebutan capres odong-odong yang dianggap sebagian pihak telah menghina pribadi Airlangga Hartanto, AY Gea menilai bahwa hal itu masih dibatas kewajaran.

“Kalau orang tidak bisa lagi mengkritik seseorang dengan (perumpamaan) yang masih patut dan masih beretika ya bisa semua orang dipenjara,” cetus AY Gea.

BACA JUGA :  Forum RT/RW Siap Putihkan Jakarta dan JIS, Juga Kawal Suara Anies di TPS-TPS

Gea melanjutkan, jangan menggunakan Undang Undang ITE itu untuk membungkam kebebasan seseorang, untuk menyatakan kebenaran.

Dikatakan juga, pejabat publik perlu mendapat kritik, apalagi dipandang melenceng dari tugas dan jabatannya.

“Mau presiden, menteri, gubernur, bupati kan harus dikritik. Nggak ada masalah, kalau memang ada dugaan perbuatannya yang menyalahi,” katanya.

Lebih lanjut AY Gea menyoroti posisi Airlangga Hartanto yang seharusnya tampil sebagai panutan di antara kalangan pemuda, bukan membiarkan persoalan organisasi kepemudaan terus terpecah.

“Seharusnya Menko (Airlangga Hartanto) itu menjadi guru. Dia harus bersikap independen, dia harus bersikap sebagai penasehat. Dia harus bisa membuat sejuk KNPI,” pinta Ali Yusran Gea.

Lagi-lagi, Ali menyebut bahwa sangat keliru apabila pernyataan politik Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama itu dianggap sebagian pihak menyerang pribadi Arilangga Hartanto.

“Ini laporannya laporan politis, bukan laporan hukum. Ya kalau memang itu (hate speech) kan harus prinsipal yang melapor. Undang undang ITE ini kan sifatnya private, harusnya pribadi yang dirugikan,” tandasnya.

BACA JUGA :  Melodrama ARB dan Golkar

“Menko itu milik publik. Jabatan Menko (Perekonomian) itu milik publik, siapapun boleh mengkritik sepanjang tidak memaki, menghina pribadi Airlangga (Hartanto) nya. Ini kan tidak sama sekali,” tambahnya.

AY Gea meminta semua pihak agar tetap menghormati hak setiap orang untuk menyampaikan kritik serta tidak membungkam kebebasan berpendapat melalui UU ITE.

“Tidak bisa begitu, jadi kalau semua aktivis dan pemuda yang cinta akan kebenaran diamputasi haknya melalui Undang Undang ITE ya kacau. Negara apa ini, negara diktator apa ini,” ujarnya.(lia)

Komentar