Oleh: Yusuf Blegur
JAMAN membawa manusia memasuki kehidupan yang disebut modern, namun sesungguhnya sebagian besar hanya menampilkan watak jahiliyah dan lebih barbar dari kaum primitif. Teknologi memang membawa manusia pada aktifitas yang serba lebih mudah, lebih cepat dan lebih terjangkau.
Setiap pergerakan dirancang guna menghasilkan capaian yang maksimal dengan cara-cara yang efisien dan efektif. Penggunan teknologi di segala bidang memicu produktifitas yang membuat manusia mampu memenuhi bukan saja “basic human need”. Lebih dari itu, berdampak juga pada keinginan menikmati kepuasan dan pemenuhan hawa nafsu manusia yang tak akan pernah tercukupi.
Di belahan dunia manapun termasuk di negeri ini, kecenderungan dualisme akan terus mengiringi interaksi sosial manusia. Tidak sekedar pola hubungan dengan sesamanya, peradaban manusia cenderung mengalami fluktuasi kemanusiaannya pada tataran kualitas dan kuantitas. Termasuk korelasinya pada dinamika hubungan dengan alam dan keyakinan pada nilai-nilai spiritual termasuk pengakuan dan pengabaian eksistensi Ketuhanan.
Pada distorsi yang akut, perangai manusia bisa menempatkan dirinya sebagai mahluk yang paling buas dan mematikan. Ketika jiwanya sudah dirasuki kebencian dan sikap permusuhan, maka sejatinya manusia telah menjadi binatang yang paling berbahaya terhadap mahluk hidup lainnya di muka bumi. Perang, kejahatan HAM, korupsi, manipulasi demokrasi, kerusakan lingkungan dsb. Menjadi realitas tidak sedikit di bumi, hewan yang berwujud manusia.
Ambisi yang berlebihan pada harta, wanita dan jabatan, membuat kebanyakan orang telah kehilangan kesadaran kemanusiaannya sendiri. Seketika yang tampil bukan saja sikap ego dan ingin menang sendiri. Kerakusan dan keserakahan membentuk mentalitas predator mewujud kanibal yang membunuh dan memakan daging saudaranya sendiri.
Tetesan keringat, cucuran air mata dan tumpahan darah serta kehilangan nyawa pada banyak orang menjadi sah demi mempertahankan kelangsungan hidup dirinya, komunitas atau kelompoknya sendiri. Wujudnya bagai kebodohan seperti hewan ternak, keganasannya seperti binatang buas jenis karnivora. Bertabiat tamak dengan pola hegemoni dan dominasi yang memaksakan dirinya paling unggul dan menguasai orang lain.
Wajah kekuasaan baik di dunia maupun di negeri ini, sudah dapat dipastikan sebagai pemburu paling ramah terhadap “pooling kapital” dan beringas terhadap keyakinan religius, terutama Islam. Selain sebagai agama tauhid yang berisi ajaran membentuk sikap ketaatan dan trasendental kepada Sang Khalik.
Islam juga memelihara kekuatan suci yang dapat mengendalikan sifat kebinatangan manusia. Meskipun hal demikian itu tak mudah mengingat faktanya, Islam karena kebenaran dan kemuliannya telah menjadi musuh dunia. Populasi manusia semakin begitu berjarak dengan kekuatan yang hakiki, semakin tak manusiawi dan bertingkah layaknya binatang. Kebinatangan yang liar di pangung-pangung politik nasional dan internasional. Globalisasi menyatukannya, menjadi sebuah panggung politik kebinatangan manusia.
Munjul-Cibubur, 26 Juli 2022.
Komentar