TILIK.ID — Elemen masyarakat, buruh, mahasiswa dan emak-emak berencana menggelar demo besar pada 21 Mei memperingati momentum reformasi.
Seperti demo-demo sebelumnya, isu yang diangkat ataupun diperjuangkan di antaranya isu pemakzulan presiden. Isu ini banyak diperjuangkan, termasuk pada demo 21 Mei mendatang.
Terkait itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Rahmad Handoyo mengingatkan sejumlah elemen masyarakat yang akan unjuk rasa tidak mengatasnamakan seluruh rakyat Indonesia untuk mengangkat isu pemakzulan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebab, pemberhentian Presiden sudah diatur dalam ranah konstitusi, yaitu apabila Presiden/Wakil Presiden yang melanggar konstitusi itu ada tata cara secara konstitusi.
“Jika tidak menggunakan cara konstitusi, lantas mewakili siapa? Untuk itu, saya berharap untuk berpikir sejuk, berpikir dingin, dan berpikir bijak,” kata Rahmad di Jakarta, Kamis (12/5/2022).
Dikatakan, konstitusi telah mengatur bagaimana pemberhentian Presiden/Wakil Presiden melalui tata cara dan berbagai prasyarat yang sudah diatur, melalui parlemen termasuk sampai ke Mahkamah Konstitusi (MK). Oleh karena itu, semua warga negara harus taat dan tunduk terhadap konstitusi.
Memang, katanya, kebebasan berkumpul dan berserikat memang dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945 sehingga demonstrasi merupakan hal yang wajar.
Jika ada kekecewaan atau kritik kepada pemerintah, silakan disampaikan pendapatnya.
Namun, lanjut dia, apabila demonstrasi menyuarakan terkait dengan pemakzulan Presiden, hal itu di luar aturan konstitusi negara karena semua sudah ada mekanismenya.
Dalam UUD NRI Tahun 1945 ketentuan mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3), Pasal 7A, Pasal 7B, dan Pasal 24C ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pasal 80—84 mengatur terkait dengan mekanisme pemakzulan. (hes)
Komentar