Mengawal Tuntutan Mahasiswa


Oleh: Tamsil Linrung
(Ketua Kelompok DPD – MPR RI)

AGAKNYA sulit mencari titik temu antara mahasiswa dengan pemerintah. Di satu sisi mahasiswa mengancam bakal kembali turun ke jalan jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, sementara di sisi lain, pemerintah sepertinya sulit memenuhi tuntutan itu.

Tentang tuntutan stabilitas harga komoditas, misalnya. Jangankan menyetabilkan, mempertahankannya saja, pemerintah terkesan tak berkutik. Dua hari pasca tuntutan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) diteriakkan di jalan-jalan Ibukota, 13 April 2022, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif malah memberi sinyal kenaikan harga elpiji 3 kilogram, pertalite, solar, dan listrik.

Kenaikan empat komoditas itu dapat dipastikan bakal mendongkrak harga-harga kebutuhan dasar lain, dan berpeluang memantik inflasi. Ditambah kegagalan pemerintah menekan harga minyak goreng, lengkap sudah penderitaan masyarakat. Media melaporkan, harga minyak goreng kemasan malah memecah rekor tertinggi pada April 2022 ini, yakni Rp 57 ribu untuk kemasan dua liter.

Sayangnya, kebijakan yang ditempuh pemerintah tidak berjangka panjang. Melambungnya harga minyak goreng, diatasi dengan solusi Bantuan Lansung Tunai (BLT). Muncul pertanyaan, bagaimana jika nantinya harga gas 3 kilogram jadi naik? Apakah akan ada juga BLT gas melon? Bagaimana dengan BLT listrik dan BLT BBM?

BACA JUGA :  TNI AU Bentuk Tim PPKPU Jatuhnya Pesawat T-50i Golden Eagle

Versi Pemerintah, rencana kenaikan harga empat komoditas itu dipicu fluktuasi harga komoditas global yang membuat suplai energi tidak seimbang. Taruhlah kita percaya alasan klasik ini. Tapi, kalau saja ekonomi kita kuat, pemerintah bisa menjaga daya beli rakyat dengan cara subsidi. Masalahnya, APBN kita tekor. Sebagian pengeluaran dipakai untuk bayar bunga dan pokok cicilan utang yang kini menembus 7.000 triliun.

Ironisnya, negara begitu pongah. Ketimbang memikirkan langkah efesiensi, proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara malah dikebut digas menggebu-gebu, seolah-olah pundi-pundi negara menggunung, seolah-olah investor telah matang. Faktanya, satu per satu memberi sinyal mengundurkan diri.

Menyusul Softbank, dua konsorsium yang menjadi investor pembangunan megaproyek IKN Nusantara dikabarkan batal membenamkan dananya. Pemerintah lalu berharap rakyat patungan. Lho, mereka dicekik harga komoditas yang tinggi, malah diajak urung dana (crowdfunding). Yang lebih mengenaskan, IKN bahkan sempat disebut-sebut dijadikan alasan penundaan Pemilu.

Maka, kita patut bersyukur masih memiliki mahasiswa yang setia mengawal cita-cita bangsa, yang dapat meresapi dan menjembatani kegelisahan masyarakat kepada pemerintah. Kita juga layak bersyukur, gerakan mahasiswa nyatanya masih menjadi momok bagi pemerintah.

Buktinya, sehari sebelum demo 11 April 2022, Jokowi mencoba menetralisir keadaan. Isu penundaan pemilu yang tadinya begitu kencang, oleh presiden diminta dihentikan. Padahal, kritik lantang sejumlah tokoh masyarakat sipil, elite politik, atau pengamat yang kontra terhadap wacana penundaan pemilu, selama ini tak pernah digubris.

BACA JUGA :  Amandemen: Aman Demi Siapa?

Namun, sejarah membuktikan, omongan presiden tidak sepenuhnya bisa dipegang. Kadang berubah, dan lebih banyak tidak sesuai kenyataan. Sebutlah soal Perpres Nomor 107 tahun 2015 yang mengatur tidak akan ada pembiayaan langsung dari APBN dalam mega proyek kereta cepat. Nyatanya, Jokowi mengoreksi aturan tersebut dengan mengeluarkan Perpres Nomor 93 tahun 2021 mengatur bahwa proyek itu didukung oleh APBN. Atau, tentang komitmen Jokowi tidak membebani dana APBN dalam pembangunan IKN Nusantara. Belakangan, skema pembiayaan pembangunan IKN Nusantara hingga 2024 sempat disebut bakal lebih banyak membebani APBN, yakni sebesar 53,3 persen.

Atas fakta-fakta itu, permintaan presiden agar wacana penundaan pemilu distop, tidak serta merta dapat diartikan berhentinya agenda penundaan pemilu. Misi penundaan pemilu hanya bisa dikatakan telah berakhir apabila Pemilu 2024 benar-benar telah dilaksanakan. Bahwa jadwal Pelaksanaan Pemilu disepakti 14 Februari 2024, ya, itu benar. Namun Peraturan KPU yang mengatur tentang tahapan program dan jadwal belum disahkan. Potensi berubah masih ada, sehingga wacana Pemilu tetap harus dikawal.

Selayaknya kita mendukung aksi mahasiswa. Para Buruh, Guru Honorer, Emak-emak, dan seluruh lapisan masyarakat perlu ikut mengawal enam tuntutan mahasiswa, yakni stabilisasi harga komoditi, tolak penundaan pemilu, kaji ulang UU Ibukota Negara baru, usut mafia minyak goreng, selesaikan konflik agraria, dan tuntaskan janji kampanye Jokowi-Maruf. Ke-enam tuntutan ini relevan diperjuangkan bersama.

BACA JUGA :  Kemenkes: Vaksinasi Booster Tidak Bersifat Wajib

Demi perbaikan bangsa, mahasiswa jangan dibiarkan jalan sendiri. Mereka layak diberi ruang, dikawal, didukung, disemangati, sembari tetap diarahkan, agar kejadian yang tidak diinginkan tidak terulang kembali. Apa boleh buat, pemerintah harus dicubit agar mereka menyadari kekeliruannya mengelola negara, segera insyaf, lalu melakukan langkah-langkah perbaikan.

Media Eropa dan Amerika telah memberi peringatan. Kata Rocky Gerung, setidaknya ada lima media di dua benua itu memberi sinyal Indonesia menuju negara bangkrut. Salah satu pemicunya ditengarai akibat proyek mercusuar IKN yang dipandang bermasalah.

Sinyal itu layak kita khawatirkan bersama. Sinyal itu sekaligus menjadi penanda kebenaran tuntutan mahasiswa agar UU IKN dievaluasi. Untungnya, intelektual muda ini terlihat konsisten. Pasca demo besar 1104, eskalasi demonstrasi di daerah-daerah tidak meredup. Di bandung dan Solo, misalnya, tuntutan tetap digaungkan. BEM UI berencana kembali demo menolak penundaan Pemilu pada 21 April 2022. Semoga tidak anarkhi, semoga aparat dapat mengawal dengan baik.

Komentar