Ini yang Ane Suka dari Anies Baswedan


Oleh: Tarmidzi Yusuf
(Pegiat Dakwah dan Sosial)

ANE jadi teringat teman ketika bekerja di sebuah NGO di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan 22 tahun silam. Tidak jauh dari kantor DPP PDIP sebelum DPP PDIP pindah kembali ke Jl. Diponegoro. Sebelahan dengan kantor DPP PPP, Menteng Jakarta Pusat.

Teman ane tersebut, paten kali kata orang Medan. Mengkritik tapi yang dikritik tidak merasa dikritik. Malah bikin tertawa dan tersipu orang yang dikritik. Kritiknya ringan tapi kena. Tidak membuat tersungging apalagi tersinggung. Kritik yang lembut dan santun.

Seni mengkritiknya elegan. Bahasa yang halus dan sedikit humor. Seni mengkritik tanpa menjatuhkan kehormatan yang dikritik. Kritik dengan memberikan solusi tanpa merasa sedang mengkritik. Seni mengkritik yang tidak dimiliki semua orang.

Ingat teman tadi jadi ingat Anies Rasyid Baswedan. Cara teman tadi dalam mengkritik mirip Anies Rasyid Baswedan. Serius, lembut, santun dan sarat dengan narasi kiasan sebagai cermin orang berilmu.

Kita kilas balik sejenak. Sejak jadi Rektor Universitas Paramadina, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan hingga Anies Baswedan mendapat amanah sebagai Gubernur DKI Jakarta.

BACA JUGA :  Korwil Sumatera Ingin Warga Jambi Merasakan Kemajuan seperti Jakarta

Pernahkah kita mendengar pertarungan pemikiran secara terbuka ketika Anies Baswedan menjadi Rektor Universitas Paramadina misalnya?. Atau mengungkapkan perasaan kecewa ketika diberhentikan oleh Jokowi sebagai Mendikbud? Tak pernah dengar pun. Adem ayem aja tuh sebagai ciri khas pribadi Anies Baswedan.

Ketika bertugas di Jakarta, kita belum pernah mendengar perdebatan secara terbuka atau perbedaan kebijakan antara Anies Baswedan baik dengan Pemerintah Pusat, khususnya Presiden Jokowi maupun dengan jajaran Pemerintah provinsi DKI Jakarta.

Bahkan Anies Baswedan pernah diancam secara terbuka oleh seorang menteri senior kabinet Jokowi, ketika Anies Baswedan menutup pulau reklamasi. Sang menteri senior mengungkapkan kemarahannya dan bernada mengancam seperti diliput media.

Hebatnya Anies Baswedan tidak membalas sepatah kata pun ancaman menteri senior tersebut. Anies Baswedan lebih memilih diam. Tidak berkonfrontasi layaknya pendahulu Anies Baswedan di Jakarta.

Cerita lain soal mahal dan langkanya minyak goreng. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merencanakan menggelar operasi pasar minyak goreng. Batal gara-gara terbitnya edaran larangan operasi pasar dari Kementerian Perdagangan.

BACA JUGA :  Membangun Peradaban Indonesia dari Pulau Sebira

Anies Baswedan tersenyum saat niat baiknya menggelar operasi pasar minyak goreng dilarang Kementerian Perdagangan. Anies Baswedan menjawab dengan gagasan besar. Rencana bikin pabrik minyak goreng bekerjasama dengan BUMD milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Kritik cerdas yang menuai pujian publik. Solusi yang menyenangkan semua pihak. Bayangkan bila Anies Baswedan jadi presiden saat ini. Gonjang-ganjing begini langsung tuntas.

Kelembutan dan kesantunan dalam mengkritik akan memudahkan dalam mengajak orang untuk kembali ke jalan yang benar.

(فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى ( ٤٤

Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” (QS. Thaha: 44)

Kritik memang ibarat pedang, bisa bermanfaat bisa pula menjadi malapetaka. Tergantung cara menyikapinya.

Kita bisa belajar banyak dari kesantunan Anies Baswedan dalam menyikapi kritik. Diam itu emas, sekalipun sedang dikritik bahkan dibully habis-habisan. Solusinya menenteramkan semua orang. Bikin nyaman lawan dan kawan.

Garut, 27 Sya’ban 1443/30 Maret 2022

Komentar