TILIK.ID — Rancangan UU (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menghilangkan sistem pengajaran madrasah. Penghapusan itu menuai reaksi keras dan penolakan dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Persatuan Guru Madrasah (PGM) Indonesia Jawa Barat.
Ketua PGM Indonesia Jawa Barat, Hasbullah merespon keras terhadap hal tersebut. Dia pun mengintruksikan kepada seluruh elemen madrasah terutama di Jawa Barat, untuk melakukan gerakan penolakan wacana tersebut dengan tag line “Madrasah Bergerak”.
Menurut Hasbullah, hal tersebut dilakukan karena terlihat pihak-pihak yang secara sistematis berusaha menghapuskan sistem madrasah hilang dari sistem pendidikan nasional secara terstruktur. Padahal, sistem pendidikan madrasah memiliki argumentasi yang kuat untuk diwajibkan masuk ke dalam UU Sisdiknas.
“Pertama, sistem pendidikan madrasah dan pesantren telah terlebih dahulu eksis dan mengakar di Nusantara sebelum sistem sekolah yang dibawa oleh penjajah belanda masuk ke Nusantara,” katanya, Selasa (29/3/22).
Kedua, lanjut Hasbullah, sistem pendidikan madrasah adalah sistem yang mampu bertahan walaupun tanpa keberpihakan pemerintah dalam mengembangkan dan mempertahankannya.
“Ketiga, sistem pendidikan madrasah sudah terbukti mampu melahirkan generasi bangsa yang beriman dan bertakqwa sebagaimana mana tujuan dari pendidikan di Indonesia,” ujarnya.
Keempat, sudah banyak alumni madrasah yang tampil sebagai pendiri bangsa, penyelamat bangsa dan juga tokoh bangsa. sistem pendidikan madrasah adalah sistem pendidikan yang lahir dan dikembangkan oleh masyarakat sehingga 80 persen mayoritas swasta dan hanya kisaran 20 persen yang negeri.
Sejak Indonesia ini berdiri, masih kata Hasbullah, madrasah selalu mendapatkan diskriminasi dari pemerintah, namun tetap mampu bertahan karena melekat dan mengakar di masyarakat.
Pria yang akrab disapa Kang Has ini menambahkan, wacana penghapusan sistem madrasah ini sudah sering dimunculkan di tingkat pusat, dengan berbagai cara. Namun bagi guru madrasah, ini menjadi momentum besar agar madrasah berjuang dengan segenap kekuatan yang ada untuk mendapakan pengakuan dari negara sebagai lembaga pendidikan yang teruji bertahan dan eksis di Indonesia.
“Seharusnya pemerintah pusat, di segala lini, berterima kasih kepada madrasah dan guru-guru madrasah yang selama ini mendapatkan diskriminasi dari sistem pendidikan yang dimonopoli oleh sistem warisan penjajah,” kata Hasbullah.
Karena itu, Hasbullah mengajak kalangan Madrasah bergerak untuk menunjukkan segala potensi yang dimiliki, agar jangan sampai kehilangan momentum diakuinya sistem madrasah sebagai sistem utama yang lahir dari masyarakat dan harus diakui negara secara konstitusional.
Perlakuan diskrimiasi yang dirasakan oleh kalangan Madrasah, menurut Hasbullah, selama ini sangat banyak. Dimulai dari tidak adilnya alokasi Anggaran pendidikan sebesar 20 persen amanat undang-undang yang tidak dirasakan maksimal kalangan madrasah.
“Selain diskriminasi di tingkat pusat, kemudian pemerintah daerah juga tidak memberikan perhatian yang setara antara sistem pendidikan madrasah dengan sekolah. Padahal madrasah juga bagian dari sistem pendidikan yang harus mendapatkan perhatian daerah,” tandasnya. (man)
Komentar