Survei Kinerja Jokowi Tertinggi, Anthony Budiawan: Mengusik Akal Sehat

TILIK.ID — Survei yang menyebut ‘kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi-Maruf meningkat’ dinilai mengusik akal sehat. Penilaian itu dikemukakan Anthony Budiawan.

Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) itu menyebut survei tersebut bikin kening berkerut, dan mengusik intelektualisme rakyat.

“Bagaimana bisa, masalah begitu banyak tapi survei bilang popularitas Jokowi tertinggi sejak 2015, mencapai 73,9 persen per Januari 2022, naik dari 66,4 persen per Oktober 2021,” kata Anthony dalam opininya yang dikutip, Jumat (25/2/2022).

Padahal, kata dia, kondisi ekonomi sedang morat-marit, harga bahan pangan melambung, harga kedelai dan minyak goreng naik tajam. Perajin tahu tempe banyak yang tidak bisa produksi.

Pembelian minyak goreng dijatah, mengundang antrian panjang hingga ada yang pingsan. Setidaknya itu dapat dilihat dari video yang beredar viral di masyarakat.

“Bahkan menurut berita, pembelian tersebut juga harus lampirkan KK dan kartu vaksin. Semua ini menuai gerutu masyarakat, menunjukkan tidak puas dengan kebijakan ini,” tambahnya.

Kemudian, tambah Anthony, tukang daging katanya juga mau mogok dagang 5 hari, karena harga daging juga naik tajam.

BACA JUGA :  Ahmad Yani: Umat Islam Tak Punya Kekuatan Politik akan Jadi Mangsa

“Ribuan sopir truk demo menutup jalan pantura, protes aturan ODOL, _Over Dimension and Over Loading_, bikin jalanan macet total,” ujarnya juga.

Anthony Budiawan juga menyinggung kesulitan buruh yang sampai saat ini terus melakukan protes menuntut pembatalan aturan JHT, yang baru bisa diterima pada usia 56 tahun.

“BPJS Kesehatan masih menuai protes, karena dikaitkan dengan syarat bikin SIM, STNK, dan lainnya,” ungkap Anthony Budiawan.

Selain itu, menurut Anthony, harga BBM juga sudah naik, tidak lama lagi mungkin akan disusul tarif listrik. Dan lain-lain, dan lain-lain.

Dengan masalah yang terus meningkat, katanya lagi, bagaimana mungkin survei terhadap popularitas Jokowi bisa naik terus?

“Survei kalau tidak berbasis realita, atau manipulatif, bisa sangat bahaya. Survei seperti ini malah bisa mencelakakan posisi Jokowi,” katanya.

Dalam hal ini, kata Anthony, Presiden mengira kebijakan publik yang diambil selama ini sudah benar, karena popularitas naik. Sehingga akan melanjutkan kebijakan tersebut, yang ternyata menuai protes masyarakat. Ini jelas bisa mencelakakan.

BACA JUGA :  Aliansi Rakyat Menggugat: Luhut, Hentikan PCR, Hentikan Kepalsuan

“Popularitas naik dalam kondisi ekonomi morat-marit sulit bisa diterima akal sehat,” ungkapnya.

Kalau popularitas Jokowi mencapai 73,9 persen, artinya ada kenaikan sekitar 18 persen berasal dari non-pemilih Jokowi pada pilpres 2019. Karena pemilih Jokowi hanya 55,5 persen. Ini juga dengan asumsi semua 100 persen pemilih Jokowi masih merasa puas.

Karena itu, 18 persen datang dari non-pemilih Jokowi yang berjumlah 44,5 persen. Jumlah ini artinya ada 40,4 persen dari populasi non-pemilih Jokowi yang merasa puas dengan kebijakan publik saat ini.

“Apakah ini tidak menyesatkan? Mungkin survei litbang kompas bisa melampirkan rinciannya bagaimana dan berasal dari kelompok mana kenaikan popularitas Jokowi diperoleh,” ujarnya menambahkan.

Anthony membandingkan survei di AS terkait survei popularitas Joe Biden, Presiden AS, baru-baru ini. Yang ternyata popularitasnya terus menurun, termasuk di partai pendukungnya sendiri.(kun)

Komentar