Oleh Ahmad Khozinudin, S.H
(Ketua KPAU, Tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam)
PENULIS merasa kaget, mendapatkan kabar Tim Densus 88 menyambangi pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat. Dalam kesempatan itu, tim Densus turut berbicara soal penangkapan tiga orang yang berkaitan dengan MUI Pusat.
Kunjungan itu tak lepas dari tindakan Densus 88 yang sebelumnya menangkap tiga Ulama yakni: Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung al Hamad. Suatu tindakan yang zalim, tindakan yang tidak mengindahkan eksistensi ulama yang dihormati oleh umat Islam.
Dalam kunjungan tersebut, Densus 88 berusaha mengklarifikasi bahwa upaya penangkapan ulama yang dilakukan sudah sesuai prosedur hukum. Segala tindakan Densus 88, juga akan dipertanggungjawabkan di hadapan persidangan yang terbuka untuk umum.
Aneh, sejak kapan protap penanganan terorisme harus mengunjungi MUI? Sejak kapan, penyidik Densus 88 yang semestinya fokus menegakkan hukum bermanuver secara ‘politik’ ? Bukankah, kewajiban Densus 88 melaporkan hasil penyidikan perkara kepada jaksa penuntut umum agar perkara segera dilimpahkan ke pengadilan?
Lagipula, kalau benar sudah sesuai prosedur hukum, kenapa advokat tidak boleh mendampingi para ulama yang ditangkap? Kalau konteksnya penegakan hukum, kenapa keluarga dilarang menjenguk?
Sampai saat ini, baik keluarga dan advokat belum bisa bertemu dengan Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung al Hamad. Sehingga, baik keluarga maupun tim advokat masih khawatir dengan kondisi ketiganya.
Tidak cukup itu, penulis juga merasa heran kenapa MUI justru memojokkan posisi Ustadz Ahmad Zain an Najah yang merupakan anggota Komisi Ftwa MUI? Kenapa beliau langsung dinonaktifkan, padahal belum ada satupun putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap?
Sejak kapan di MUI ada orang yang bernama Dr Najih Ramadhan? Sejak kapan di MUI ada Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI)? Kenapa MUI ikut-ikutan repot ngurusi terorisme? Bukankah itu tugas dan kewajiban BNPT dan densus 88?
Penulis khawatir, MUI bukannya disusupi terorisme tapi sudah dikendalikan oleh Densus 88. Sehingga, MUI yang semestinya membela ulama justru melegitimasi kezaliman Densus 88.
Lagipula, apa dasar kronologi terorisme di MUI yang disampaikan Najih Ramadhan? Dia belum sekalipun melakukan tabayun kepada Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung al Hamad atau setidaknya kepada keluarga atau tim advokat.
Kronologi dan Bayan yang dikeluarkan MUI bukannya membela dan melindungi ulama, justru memojokkan posisi Ustadz Ahmad Zain an Najah. Sebuah sikap yang tak layak, dikeluarkan oleh lembaga sekelas MUI.
Sepertinya persoalan ini makin melebar. Kepolisian juga mengatakan akan melakukan penangkapan kembali yang disebut akan lebih menghebohkan.
Kepala Bagian Bantuan Operasi Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri Kombes Aswin Siregar mengungkapkan, pihaknya hingga kini telah menangkap 24 terduga teroris. Lalu, menyebut akan melakukan penangkapan lagi. Ini sebenarnya ada apa?
Pak Kapolri, sebagaimana Bang Eggi Sudjana sampaikan, sudah seharusnya kita bertemu. Persoalan ini harus diklarifikasi dan diselesaikan tuntas, jangan sampai melebar kemana-mana.
Densus 88 juga tak boleh melakukan serangkaian kunjungan yang berpotensi memframing secara opini proses penangkapan ulama yang hingga saat ini belum dibuktikan di pengadilan. Statement sepihak dari Densus 88, tidak bisa memberikan keyakinan dan ketentraman kepada umat Islam.
Pak Kapolri, perlu Anda ketahui bahwa suasana kebatinan umat Islam saat ini sangat marah. Mereka tidak terima, ulamanya diperlukan secara zalim oleh Densus 88.
Penulis menyadari, Jenderal Polisi Pak Listyo Sigit Prabowo tidak pernah menganggap remeh urusan umat Islam. Pak Kapolri juga paham karakteristik umat Islam.
Karena itu, sepertinya sudah sangat mendesak dilakukan pertemuan antara keluarga, perwakilan umat Islam, ulama yang didampingi advokat dengan Kapolri, agar mendapatkan klarifikasi langsung dari Kapolri mengenai persoalan ini.
Di sisi lain, kami juga ingin menyampaikan keadaan dan cerita sesungguhnya kepada Pak Kapolri. Kami khawatir, Pak Kapolri tidak mendapatkan laporan bagaimana beringasnya kerja Densus 88 di lapangan. Sampai-sampai tidak lagi menghormati batas, dan melecehkan kemuliaan wibawa muslimah yang ada di pondok pesantren.
Komentar