DPP Partai Demokrat Instuksikan Awasi Penggunaan Atribut Ilegal

TILIK.ID — Kubu Moeldoko terus berupaya merampas Partai Demokrat dengan berbagai cara. Mulai dari Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang sampai dengan gugatan ke PTUN.

Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM hanya mengakui satu Partai Demokrat, yakni hasil Kongres ke-5 tahun 2020. KLB yang diigelar pengikut Moeldoko di Deli Serdang ditolak pemerintah.

Karena itulah, DPP Partai Demokrat mengeluarkan instruksi terkait pengawasan penggunaan atribut partai secara ilegal. Bisa ditebak kemana tujuan instruksi itu, sebab kelompok Moeldoko terus mengaku Partai Demokrat yang sah.

Sekjen DPP Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, menegaskan tidak ada konflik internal, apalagi dualisme kepemimpinan Partai Demokrat.

Partai Demokrat yang diakui pemerintah hanya satu, pimpinan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Instruksi partai itu ditandatangani oleh Sekjen DPP Partai Demokrat atas nama ketua umum dan beredar luas di kalangan pengurus dan kader.

Dalam instruksi tersebut, Sekjen Riefky Harsya juga menyerukan para pengurus dan kader untuk memantau serta mengawasi penggunaan atribut-atribut Partai Demokrat secara ilegal.

BACA JUGA :  AHY: Jangan Lupa Partai Demokrat Pernah Berjaya

Mengimbau agar seluruh elemen partai untuk merespons dengan cepat dan tepat berbagai perkembangan yang terjadi khususnya terkait acara pertemuan, konferensi pers, kehadiran di sidang pengadilan dan kegiatan-kegiatan lain dimana atribut Partai Demokrat dipakai oleh mantan kader, terutama mereka yang telah dipecat karena terlibat kudeta dalam Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD).

Para pengurus dan kader diminta melaporkan penyalahgunaan atribut tersebut pada pihak yang berwajib dengan pasal pelanggaran hak cipta serta melaporkannya juga pada tim Satgas DPP PD.

Meski berada di luar pemerintahan, Partai Demokrat dan Ketum AHY terus memperoleh kenaikan elektabilitas yang konsisten dalam berbagai survei. Kenaikan tren itu dimanfaatkan oleh oknum penguasa, untuk mengambil alih partai dan menjadikannya sebagai kendaraan politik menuju ajang kontestasi di tahun 2024.

Upaya pengambilalihan itu terjadi sejak 1 Februari 2020, dengan memanfaatkan sejumlah mantan kader yang telah dipecat. Penolakan pemerintah terhadap KLB ilegal yang diselenggarakan kekuatan eksternal ini sempat membuat lega masyarakat, khususnya elemen-elemen masyarakat sipil, di tengah terus turunnya kualitas demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia. (lms)

BACA JUGA :  Bambang Widjojanto: Gugatan KLB Harusnya Gugur karena Penggugat Mundur

Komentar