Tony Rosyid
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
FAKIR miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Begitu bunyi pasal 34 UUD 1945. Dipelihara itu maksudnya negara punya tanggung jawab untuk menanggung hidup mereka, dan mangatasi kesusahan ekonomi yang menimpa mereka. Bukan artinya memelihara nasib mereka supaya tetap miskin dan terlantar. Jangen dipelesetkan.
Pertanyaan mendasar: apakah negara sudah melaksanakan tugas ini? Jawabnya:. Masih jauh dari kebutuhan. Selama ini, negara hanya membantu mereka dengan bansos. Pertama, bansos masih sangat kecil, jauh dari cukup untuk kebutuhan orang-orang miskin. Dirupiahkan jadi 300 ribu. Mana cukup? Kedua, banyak maling di dalam bansos. Mulai maling kecil hingga maling besar.
Dilanjutkan pada pasal 27 (2) UUD 1945: bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Berhak? Apakah kalau tidak ada pasal 27 ini, warga negara tidak berhak mendapatkan pekerjaan dan hidup layak? Bukankah bekerja dan kelayakan hidup adalah bagian yang melekat pada setiap manusia hidup. Mengapa harus dilegitimasi dengan konstitusi. Nah, pasal ini perlu dipertimbangkan jika nanti (semoga pasca tahun 2024) terjadi amandemen. Idealnya, pasal tersebut berbunyi: negara wajib memberi pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi setiap warga negara. Ini baru mengikat! Ada tanggung jawab negara di situ.
Terhadap rakyat, seluruhnya tanpa terkecuali, negara punya kewajiban tidak saja melindungi, tetapi juga menyediakan pekerjaan dan memberi kelayakan hidup.
Berbagai cara telah dilakukan, mulai bansos, KJP, dll. Memang masih jauh untuk bisa menjadi solusi bagi kesulitan warga miskin. Perlu inovasi dan program-program kreatif. Apa yang dilakukan Pemprov Jakarta layak dipertimbangkan untuk daerah-daerah lain.
Baru-baru ini, Gubernur Jakarta meluncurkan program “Semua Bisa Makan” (6/10). Setiap warga miskin di DKI diberi kupon untuk bisa makan “gratis” di warung-warung kecil atau UMKM yang telah ditunjuk oleh Pemprov DKI.
Program ini bisa menjadi terobosan untuk menunaikan pasal 34 UUD 1945 tersebut. Negara memang harus selalu hadir di tengah rakyat yang sedang susah. Tidak hadir hanya saat pandemi, atau sedang pemilu.
Setidaknya ada tiga manfaat dari program “Semua Bisa Makan”. Pertama, manfaat untuk orang-orang miskin. Ini yang paling penting dan paling utama. Warga miskin DKI yang gak bisa makan, mereka tertolong dari kelaparan. Setidaknya, ini dapat menyelamatkan perut dan nyawa mereka. Jika program ini berjalan baik, maka mestinya tidak ada lagi orang kelaparan di Jakarta.
Yang penting: pastikan semua orang-orang miskin itu terima kupon dan warung yang disediakan tidak jauh dari tempat tinggal mereka.
Kedua, program ini membantu orang-orang kaya, tentu yang dermawan, untuk diberi peluang ikut berpartisipasi. Di Jakarta, juga di daerah-daerah lain, banyak orang mau membantu tapi gak tahu alamat untuk menyampaikan bantuan. Di Jakarta, alamat donasi dan laporan harus tertib dan akurat untuk dilakukan.
Kenapa hanya khusus untuk para dermawan? Karena ada juga orang-orang kaya yang pelitnya naudzubillah. Uangnya miliyaran hingga triliunan rupiah, tapi dosanya aja gak boleh diminta, apalagi duitnya. Mereka mau keluar duit kalau ada maunya. Nyaleg atau nyalon kepala daerah misalnya. Kelakuan!
Dalam hal ini, Pemprov DKI menggandeng Baznas Bazis DKI, Baznas Pusat, Bank DKI, BSI, BJB, JNE, PT. Paragon, dan Kawan Baik. Diharapkan banyak perusahaan ikut gabung. Kalau masing-masing perusahaan dengan CSR-nya di Jakarta bisa nyumbang 10-100 juta aja, kali puluhan ribu perusahaan, dipastikan gak akan ada warga Jakarta yang kelaparan. Belum lagi sumbangan individu. Kalau anda bisa nyumbang ke partai, ke dhuafa mestinya lebih mulia.
Ketiga, program ini akan menghidupkan ekonomi kerakyatan. Para pemilik warung: warteg, warkol, warsoto atau war… war… yang lain bisa hidup dan bergeliat. Uang berputar di masyarakat kecil, ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Saya yakin: program ini gak menarik bagi PSI dan PDIP untuk mengkritiknya. Apalagi interpelasi. Interpelasi nasi bungkus, kan gak keren.
Program “Semua Bisa Makan” di DKI bisa jadi pilot project nasional. Bisa menjadi inspirasi buat seluruh daerah di Indonesia.
Kalau semua pemerintahan daerah melakukan program ini, boleh jadi di Indonesia tidak ada lagi orang yang lapar. Tidak akan ada lagi busung lapar.
Jakarta, 7 Oktober 2021
Komentar