by Ludiro Prajoko
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
KETIDAKPASTIAN: situasi alamiah kehidupan manusia. Segala hal, pada dasarnya, serba tak pasti. Memang, manusia hidup dalam dunia yang gamang. Lalu, ketakpastian menetas, berbiak. Dalam ketakpastian bersemayam misteri. Dari sanalah manusia memeroleh energi menghasrati hidup. Tapi, hasrat itu berada dalam lintasan sirkuler: manusia mendamba kepastian. Maka, kepastian menjadi perkara eksistensial-obsesif manusia.
Usaha menghadirkan kepastian ditempuh melalui (penciptaan) hukum. Tampaknya, ada hubungan resiprokal, antara kepastian dengan keadilan. Sialnya, hukum selalu menggoda, menampakkan diri melalui akrobat kepastian yang tak pasti.
Sekelompok orang dipilih dengan cara dicoblos melalui prosesi yang diatur layaknya pertandingan gulat bebas. Lalu, kepada mereka diserahkan hak memroduksi hukum. Hukum dan politik layaknya teka-teki _telor dan ayam_ . Dan, ada banyak kesembronoan, juga keserampangan manusia pemegang kuasa hukum dan politik. Maka, acap kali keduanya menghasilkan hal-hal ganjil-keganjilan.
Politik, juga hukum, menjadi bauran, adonan, aneka unsur dengan rumus yang tak baku: kepentingan, keadilan, kepolosan, keterbukaan, kejujuran, kesejahteraan, keculasan, ……… Lalu, melenting tiga tokoh: Rocky Gerung (RG), Krisdayanti (KD), dan Napoleon Bonaparte (NB). Menyedot perhatian publik.
RG: pengritik utama rejim. Rumahnya yang asri di Sentul hendak digusur. Mengapa? Jawabannya diyakini berada dalam domain politik. Masuk akal bila Sentul City bertindak sebagai penggusurnya. Karena faktor spasial,…. dan bisnis.
Apakah selama ini RG bermasalah dengan Sentul City? Tampaknya tidak. Lebih masuk akal bila keberadaan 6000 warga tetangga RG sebagai masalah serius bagi Sentul City. Jadi, penggusuran itu titik temu tukar tangkap kepentingan kuasa bisnis dan kuasa politik.
Perkara itu, kata seorang pedagang besar opini, bukan bencana nasional. Memang, peristiwa itu terjadi hanya di sekitar komplek Sentul City. Bila diperluas, hanya sebatas teritori Bojong Koneng. Jauh dari skala nasional dalam tilikan spasial. Sang pedagang besar opini, yang gemar mengunyah perkara etik dan makna, melihat penggusuran itu sebagai catatan yang dipinggirkan, bukan persoalan ketidakadilan, kemanusiaan, makna kehadiran hukum, kebringasan kekuasaan, dan keganasan kapital.
Ketakadilan, sekalipun hanya terhadap seorang, apalagi sekaliber RG, apalagi plus 6000 manusia, jelas tindakan menganiaya kemanusiaan, kejahatan universal.
NB: Inspektur Jenderal Polisi, Kadivhubinter. Divonis hukuman 4 tahun penjara atas kasus korupsi-suap penghapusan catatan merah Djoko Tjandra, pentholan kasus korupsi cessie Bank Bali, sehingga namanya raib dari DPO. NB menghajar Kece di dalam ruang tahanan Bareskrim Polri. Si penghujat Islam itu kabarnya babak belur. Merujuk surat terbuka yang ia tulis, NB lahir dan dibesarkan dalam ketaatan sebagai muslim. Tentu, tak lantas kebal dari godaan korupsi.
Tapi, ia tak rela agamanya dihina. Lalu, dengan senang hati memberikan tindakan terukur kepada Kece. Selaput emosionalitas publik muslim seperti diaduk, mengiringi transformasi NB koruptor ke hero. NB terbelah, satu sisi dikecam karena korupsi. Disisi lain, puja sanjung untuknya, karena telah menuntaskan kemarahan umat. Politik, hukum, kejahatan, … dalam pikiran manusia, pada moment yang sesuai, begitu ambigu, anakronik. Benar-salah bertukar tangkap dalam kenisbian.
KD: ditakdirkan sebagai seorang diva. Menjadi bagian dalam lapisan khusus masyarakat, karena memiliki sejumlah hal: kekayaan, ketenaran, fans, daya aruh, … Bagi anggota lapisan khusus ini, tersedia banyak pilihan jalan menggapai ‘yang didamba’. Bagi mereka, nyaris tak ada jalan tikus menuju hidup susah. Dan, KD memilih jalan riuh: politik. Sampailah ia ke Senayan, arena societas leonina – perkumpulan para singa, lantaran mendapat banyak fasilitas.
Apakah yang ada dalam benak KD ketika menjawab-menjelaskan soal gaji Anggota DPR yang terhormat? Keterbukaan, kejujuran, kepolosan, kesembronoan, ketakpekaan, kenaifan, …..? KD menyebutkan sejumlah uang yang mencengangkan sebagaian besar rakyat, dengan ekspresi girang, tanpa keluh.
Apakah KD bersalah atas keterus-terangannya itu? Tentu tidak! Ia benar-benar menerima sejumlah itu. Resmi dan sah. Dalam hal penggajian Anggota DPR, tak ada apapun yang melanggar hukum. Lalu, mengapa penjelasan KD memicu kegaduhan? Dan, KD (boleh jadi) berada dalam tekanan yang tak ringan.
Selayaknya KD diapresiasi, karena telah memastikan bahwa politik, hukum, ….. bersenyawa dalam labirin. Di balik ‘apa adanya’ KD, bersemayam ketakpatutan, keculasan, ….. (Anggota) DPR memang berwenang mencipta hukum. Dan, hukum yang mereka cipta (Anggaran) mengabsahkan mereka mengambil secara melampaui batas. Hal itu, dalam pandangan hakikat Imam Syafi’i, identik dengan mencuri. Kejujuran, kepolosan, …. KD, dengan demikian mengungkapkan desipere in loco -kejahatan yang pada tempatnya, kejahatan kolektif kaum terhormat.
Ke-jahat-an, juga mereka yang terhormat, memang tidak pernah menerima pesan whatsapp dari Cicero: Ab igne ignem capere – dari api ini, akan berkobar.
Berkobarlah!
Komentar