Pelajari Bahasa Arab Sampai Ajal Tiba

Bang Sèm

TAK banyak permintaan saya kepada para anak, menantu dan cucu. Satu dari yang amat sedikit permintaan saya itu adalah, belajarlah Bahasa Arab sampai ajal tiba.

Selebihnya, silakan belajar bahasa apa saja, baik yang dipakai dalam pergaulan manusia dengan sesamanya, atau manusia dengan alam (flora dan fauna).

Kelebihan para orang tua dalam keluarga muslim di masa lalu, adalah menguasai bahasa Arab. Lalu menguasai bahasa-bahasa lainnya, terutama bahasa Parsi, Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, China, Nippon, tentu Bahasa Indonesia dan bahasa ibu (bahasa daerah) yang sangat penting dalam praktik interaksi kehidupan sosial sehari-hari.

Dari pengalaman empiris saya, ada nilai teguh yang amat mendalam dicontohkan orang tua, yakni : “Banggalah dengan bahasa Indonesia, pergunakan bahasa utama di negara dan daerah yang kamu kunjungi, dan jangan pernah berhenti memahirkan kemampuan memahami bahasa Arab.”

Pertimbangan ideologisnya, “Kamu anak Indonesia dan muslim. Kamu lahir dari budaya Nusantara Islami.” Pertimbangan ini saya pertegas dalam pesan kepada anak cucu, “Kamu lahir dari budaya Nusantara Islami dan bukan Islam Nusantara !”

Beragam bahasa yang menjadi ragam bahasa dunia, penting dikuasai, supaya tak berjarak dengan perkembangan sains, teknologi, dan budaya. Bahasa Arab, tak boleh ditinggalkan dan diabaikan, karena dengan hanya dengan bahasa Arab itulah esensi ajaran Islam — yang bukan hanya ideologi, melainkan sebagai sistem dan cara berkehidupan islami – ad dhien, way of life, berdimensi akidah, syari’ah, muamalah dan akhlak — dapat dipahami dengan mendalam dan sebaik-baiknya.

Dengan bahasa Arab itu setiap muslim berkomunikasi dengan al Khaliq yang menciptakan semesta termasuk dirinya. Berkomunikasi dengan Allah al Maliq, yang amat sangat berkuasa yang menentukan hidup dan mati manusia, yang menentukan siapa patut dihormati-Nya dan dihinakan-Nya. Allah yang menguji manusia apakah sungguh sebagai manusia mulia atau manusia dina dengan kekuasaan, harta dan segala sumber fitnah yang menyertainya.

BACA JUGA :  Mundur Kena Maju Kena

Dengan kemahiran berbahasa Arab, setiap muslim dibekali ‘alat’ untuk merenangi semesta, sampai transhumanitas yang berkembang sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi. Termasuk mempelajari dengan sangat mendalam basis algoritma sebagai ilmu dasar perkembangan sains dan teknologi mutakhir kini, serta masa depan, langsung dari karya penemu ilmu Aljabar dan Algoritma, Muhammad Ibn Mûsâ Al Khawârizmî.

Dengan kemahiran berbahasa Arab, setiap muslim akan dapat memahami secara mendalam harmoni kecerdasan dan kearifan dalam satu tarikan nafas, ketika mempelajari setiap fenomena kehidupan manusia yang dinamis. Mempelajari esensi negara dari Al Farâbi, tentang Al Madinatul Munawwarah suatu masyarakat warga, sehingga memudahkan mempelajari esensi tata negara yang dikembangkan Gregör Jellinek.

Sekaligus memudahkan pemahaman asasi tentang khalifah, khulafa, sistem khilafah, daâr, dan pola pemerintahan Barat yang bergeser dari governance menjadi government. Termasuk mempelajari secara mendalam hal ihwal sistem demokrasi, dari konsepsi asasi syurâ berbasis musyawarah – mufakat, menjadi demokrasi liberal sebagai sistem ‘terbaik dari yang terburuk’ penyelenggaraan negara – yang tak pernah usai terjebak dalam perdebatan panjang, politik katastropus, sejak Napoleon Bonaparte menerapkannya usai Revolusi Industri di Prancis.

Dalam konteks inilah, penguasaan bahasa Arab yang mendalam, telah melahirkan kefasihan dalam melihat konteks ajaran Islam dalam perikehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan, sehingga 18 Agustus 1945 kita mempunyai rumusan Pancasila yang mengakomodasi realitas kehidupan sosial secara idiil. Melampaui batas pemahaman ideologi.

BACA JUGA :  Batalkan RUU HIP, atau Umat Kepung DPR

Kemahiran menguasai bahasa Arab secara tartil, akan memandu setiap muslim untuk memahami secara mendalam esensi manusia radik (yang lantas diselewengkan menjadi radikal) dan perbedaannya dengan muslim kaffah, yang mampu dengan cerdas dan pantas, mengurai hakikat amar ma’ruf nahyi munkar, menegakkan yang ma’ruf dan menolak yang munkar. Di sini, setiap muslim, sejak awal merupakan manusia yang sangat toleran.

Penguasaan dan pemahaman Bahasa Arab yang benar, akan melahirkan kefasihan dalam merenangi masalah filosofis antara kausalitas dan kehendak bebas manusia. Menempatkan secara proporsional, dimensi eksistensi umat manusia yang sejak lahir dibekali kebebasan, mulai dari freedom of think, freedom of expression, freedom of will, sampai kebebasan untuk memilih apa yang akan (atau tudak akan kita lakukan), meski diinginkan.

Bahasa Arab yang dipelajari dengan benar dan mendalam, akan membekali setiap manusia (bukan hanya muslim) untuk melihat realitas fakta, bahwa setiap kemungkinan dalam tata kehidupan cendering memerlukan penyebab yang menentukan realitas kehidupannya.

Sekaligus memahami dengan fasih, bahwa tindakan bebas manusia didominasi oleh penyebab yang ditentukan (termasuk rekayasa), yang sering menimbulkan konflik paradoks antara perasaan bebas aksi manusia dengan faktor-faktor yang mempengaruhi manusia melakukan aksinya.

Bahasa Arab memandu setiap muslim untuk dengan jelas dan terang benderang perbedaan kongkret antara politisi dengan negarawan; petinggi dengan elite (khashshas) akademisi – sarjana dengan cendekiawan – intelektual; pecundang dengan pejuang; pedagang dengan pengusaha; tukang dengan pakar; pengajar dengan pendidik; mata-mata dengan intellijen; pejabat dengan pemimpin; dan lain-lain.

Melalui penguasaan bahasa Arab yang fasih (dalam pemikiran), setiap kita terpandu untuk melihat perbedaan antara salsabil (mata air kehidupan) dengan air buangan selokan; termasuk melihat dengan jernih perbedaan khuntsa dengan transgender dan pelaku biseksual, sekaligus norma, hukum, dan sanksi yang menyertainya.

BACA JUGA :  Menunda Pemilu adalah Kejahatan Politik

Pelajari bahasa Arab dengan baik, dalami Al Qur’an dan hadits dengan sanad yang benar, serta beragam kitab bertalian dengan aqidah, syariah, muamalah, akhlak (dalam pemahaman adab), setiap kita akan memahami bagaimana dimensi pertalian simpul sosiologi dan psikologi, dalam konteks karakter manusia. Termasuk pengaruh berbagai faktor geografis dan sejarah dalam proses pembentukan semangat dan kehendak kelompok dengan segala masalahnya. Tanpa kecuali, mengenali dengan jernih setiap ucapan atau pertanyaan dengan motivasi dan sasaran yang dikehendakinya.

Pelajari dan pahami dengan mendalam bahasa Arab, ketika kita ingin melihat pemikiran dimensional para pemikir yang amat sering kita kutip, mulai dari Plato, Aristoteles, Cicero, Rene Decartes, Machiavelli, Hegel, Freud, Karl Marx, dan lain-lain, saat menyelami pemikiran Avicenna, Averroes, Hafez, Al Ghazali, Ibn Rusyd, Ibn Khaldun, Ibn Arabi, Al Balkhi, dan lainnya. Termasuk bagaimana Allah memberikan ruang interpelasi kepada iblis, menjelang Adam alaihissalam diciptakan.

Menyebut pendidikan sebagai pangkal terorisme dan bahasa Arab sebagai salah satu indikator kausa terorisme adalah kepandiran yang nyata. Jangan tunjukkan kepandiran, bila belum sungguh mendalami esensi ajaran Islam.

Kausa terorisme adalah ketidak-adilan yang menyebabkan kemiskinan. Balik kemiskinan, taklukkan pandemi, layari transhumanisme, cegah perang (perang dagang dan kompetisi senjata, termasuk senjata biologi), secara bersamaan, terorisme akan terhambat dan dapat dicegah, kata James Martin – tokoh revolusioner Oxford University.

Al Qur’an yang berbahasa Arab, menyampaikan firman Allah, panduan elementer dalam menyampaikan statemen: bil hikmah wal mauidzaatil hasanah! (dengan arif dan menggunakan bahasa yang baik) |

Komentar